Peru Takut Venezuela Berubah Jadi Arena Perang Sipil

Kamis, 10 Agustus 2017 - 15:57 WIB
Peru Takut Venezuela Berubah Jadi Arena Perang Sipil
Peru Takut Venezuela Berubah Jadi Arena Perang Sipil
A A A
LIMA - Peru khawatir Venezuela mungkin menuju perang sipil saat krisis politik semakin dalam dan ekonominya meledak di bawah pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Demikian yang dikatakan Menteri Luar Negeri Peru Ricardo Luna.

Luna mengatakan bahwa dukungan Maduro di dalam dan di luar negeri telah menyusut saat dia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan melalui majelis konstituante, untuk sebuah konstitusi baru yang kuat. Badan itu sendiri dijalankan oleh loyalis Partai Sosialis yang berkuasa.

Peru telah menjadi salah satu kritikus Venezuela yang paling keras sejak Presiden Pedro Pablo Kuczynski menjabat setahun yang lalu. Luna pun menyebut tuduhan Maduro bahwa Kuczynski berkomplot dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak masuk akal.

Perhatian Peru, katanya, adalah krisis kemanusiaan yang telah mengirim gelombang pengungsi Venezuela ke negara-negara tetangga, termasuk sekitar 40.000 sampai Peru dalam enam bulan terakhir.

"Ketakutan kami adalah bahwa Anda benar-benar memiliki perang saudara intensitas rendah, yang akan menghasilkan krisis kemanusiaan dengan proporsi yang besar," kata Luna seperti dikutip dari Reuters, Kamis (10/8/2017).

"Ini belum tentu akan terjadi, dan tidak mudah untuk membandingkannya dengan krisis besar seperti krisis yang kita hadapi di Suriah, tapi ini adalah negara besar, ini adalah situasi yang kompleks, ini adalah sesuatu yang telah dibangun pada waktunya," sambungnya.

Lebih dari 125 orang tewas dalam bentrokan di Venezuela sejak oposisi mulai melakukan demonstrasi pada bulan April. Pada hari Minggu, pihak berwenang Venezuela memadamkan sebuah serangan ke sebuah pangkalan militer oleh tentara dan warga sipil bersenjata. Insiden itu menewaskan dua orang di antara mereka dalam sebuah bentrokan yang dramatis.

Luna mengatakan "otokrasi" Maduro tampaknya tidak memiliki cukup dukungan di antara orang-orang Venezuela untuk memegang kekuasaan selama beberapa dekade seperti Kuba, dan mungkin tidak lama sebelum ekonomi negara produsen minyak itu runtuh sepenuhnya.

"Kaki terakhir hanya bisa bertahan beberapa minggu, berbulan-bulan, atau bahkan setengah tahun. Tidak lebih dari itu," prediksi Luna.

Lebih jauh Luna mengungkapkan Peru sedang mengevaluasi cara baru untuk menekan Venezuela guna memberlakukan reformasi demokratis, termasuk mengusir duta besar Venezuela dari Peru atau mengurangi kehadiran diplomatik Peru di Venezuela.

Sementara Maduro mungkin mengabaikan Deklarasi Lima yang ditandatangani oleh 12 negara pada hari Selasa lalu, termasuk Kanada, Brasil dan Meksiko. "Kecaman kolektif tersebut mengirimkan sebuah sinyal kepada dunia bahwa sebagian besar di kawasan tersebut tidak lagi menganggap Venezuela sebagai sebuah demokrasi," kata Luna.

Blok baru tersebut berencana bertemu untuk membahas Venezuela lagi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2973 seconds (0.1#10.140)