PBB Duga Korut Kembangkan Hulu Ledak Nuklir untuk Rudal Balistiknya
loading...
A
A
A
NEW YORK CITY - Sebuah laporan PBB mengatakan Korea Utara (Korut) terus mengembangkan program senjata nuklirnya. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga diduga sudah mengembangkan miniatur nuklir yang cocok sebagai hulu ledak rudal balistiknya.
Laporan disusun oleh para ahli independen yang memantau sanksi-sanksi PBB terhadap negara komunis di semenanjung Korea tersebut. Menurut laporan itu, beberapa negara percaya enam uji coba senjata nuklir Korea Utara kemungkinan telah membantunya mengembangkan perangkat miniatur nuklir.
Pyongyang belum melakukan uji coba senjata nuklir sejak September 2017. Laporan itu telah disampaikan kepada 15 anggota komite sanksi Korea Utara Dewan Keamanan PBB pada hari Senin.
"Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) sedang melanjutkan program nuklirnya, termasuk produksi uranium yang sangat diperkaya dan pembangunan reaktor air ringan eksperimental. Negara anggota menilai bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan produksi senjata nuklir," bunyi laporan tersebut yang dikutip Reuters, Selasa (4/8/2020).
DPRK adalah nama resmi Korea Utara. Misi Korea Utara untuk PBB di New York belum bersedia menanggapi permintaan komentar atas laporan tersebut. (Baca: Kim Jong-un: Berkat Senjata Nuklir, Korut Tak Akan Diperangi Musuh )
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengatakan pada pekan lalu bahwa tidak akan ada perang lagi karena senjata nuklir negaranya sudah menjamin keselamatan dan masa depannya meskipun ada tekanan dan ancaman militer dari luar.
Laporan PBB mengatakan satu negara, yang tidak diidentifikasi, menilai bahwa Korea Utara kemungkinan berusaha untuk mengembangkan miniatur untuk memungkinkan penggabungan peningkatan teknologi seperti paket bantuan penetrasi atau berpotensi untuk mengembangkan beberapa sistem hulu ledak.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006 atas program nuklir dan rudal balistiknya. Dewan Keamanan PBB juga terus memperkuat sanksi dalam upaya untuk memotong pendanaan program-program tersebut.
Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah bertemu tiga kali sejak 2018, tetapi gagal membuat kemajuan atas permintaan AS agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya . Korut sendiri menuntut sanksi dicabut.
Pada Mei 2018, Korea Utara menindaklanjuti janji untuk meledakkan terowongan di lokasi uji coba nuklir utamanya, Punggye-ri, yang menurut Pyongyang adalah bukti komitmennya untuk mengakhiri pengujian nuklir. Tetapi mereka tidak mengizinkan para ahli untuk menyaksikan pembongkaran situs tersebut. (Baca juga: Kim Jong-un Bagi-bagi Pistol ke Petinggi Militer lalu Berpose Serius )
Laporan PBB mengatakan bahwa karena hanya pintu masuk terowongan yang diketahui telah dihancurkan dan tidak ada indikasi pembongkaran yang komprehensif, satu negara dalam laporan itu telah menilai bahwa Korea Utara dapat membangun kembali dan menginstal ulang infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung uji coba nuklir dalam waktu tiga bulan.
PBB juga mengatakan Korea Utara melanggar sanksi, termasuk melalui ekspor batubara maritim ilegal, meskipun mereka menangguhkan sementara antara akhir Januari hingga awal Maret 2020 karena pandemi virus corona baru.
Tahun lalu, para ahli PBB mengatakan Korea Utara telah menghasilkan sekitar USD2 miliar dengan menggunakan serangan siber yang luas dan canggih untuk mencuri dari bank dan pertukaran mata uang crypto.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
Laporan disusun oleh para ahli independen yang memantau sanksi-sanksi PBB terhadap negara komunis di semenanjung Korea tersebut. Menurut laporan itu, beberapa negara percaya enam uji coba senjata nuklir Korea Utara kemungkinan telah membantunya mengembangkan perangkat miniatur nuklir.
Pyongyang belum melakukan uji coba senjata nuklir sejak September 2017. Laporan itu telah disampaikan kepada 15 anggota komite sanksi Korea Utara Dewan Keamanan PBB pada hari Senin.
"Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) sedang melanjutkan program nuklirnya, termasuk produksi uranium yang sangat diperkaya dan pembangunan reaktor air ringan eksperimental. Negara anggota menilai bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan produksi senjata nuklir," bunyi laporan tersebut yang dikutip Reuters, Selasa (4/8/2020).
DPRK adalah nama resmi Korea Utara. Misi Korea Utara untuk PBB di New York belum bersedia menanggapi permintaan komentar atas laporan tersebut. (Baca: Kim Jong-un: Berkat Senjata Nuklir, Korut Tak Akan Diperangi Musuh )
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengatakan pada pekan lalu bahwa tidak akan ada perang lagi karena senjata nuklir negaranya sudah menjamin keselamatan dan masa depannya meskipun ada tekanan dan ancaman militer dari luar.
Laporan PBB mengatakan satu negara, yang tidak diidentifikasi, menilai bahwa Korea Utara kemungkinan berusaha untuk mengembangkan miniatur untuk memungkinkan penggabungan peningkatan teknologi seperti paket bantuan penetrasi atau berpotensi untuk mengembangkan beberapa sistem hulu ledak.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006 atas program nuklir dan rudal balistiknya. Dewan Keamanan PBB juga terus memperkuat sanksi dalam upaya untuk memotong pendanaan program-program tersebut.
Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah bertemu tiga kali sejak 2018, tetapi gagal membuat kemajuan atas permintaan AS agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya . Korut sendiri menuntut sanksi dicabut.
Pada Mei 2018, Korea Utara menindaklanjuti janji untuk meledakkan terowongan di lokasi uji coba nuklir utamanya, Punggye-ri, yang menurut Pyongyang adalah bukti komitmennya untuk mengakhiri pengujian nuklir. Tetapi mereka tidak mengizinkan para ahli untuk menyaksikan pembongkaran situs tersebut. (Baca juga: Kim Jong-un Bagi-bagi Pistol ke Petinggi Militer lalu Berpose Serius )
Laporan PBB mengatakan bahwa karena hanya pintu masuk terowongan yang diketahui telah dihancurkan dan tidak ada indikasi pembongkaran yang komprehensif, satu negara dalam laporan itu telah menilai bahwa Korea Utara dapat membangun kembali dan menginstal ulang infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung uji coba nuklir dalam waktu tiga bulan.
PBB juga mengatakan Korea Utara melanggar sanksi, termasuk melalui ekspor batubara maritim ilegal, meskipun mereka menangguhkan sementara antara akhir Januari hingga awal Maret 2020 karena pandemi virus corona baru.
Tahun lalu, para ahli PBB mengatakan Korea Utara telah menghasilkan sekitar USD2 miliar dengan menggunakan serangan siber yang luas dan canggih untuk mencuri dari bank dan pertukaran mata uang crypto.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
(min)