Arab Saudi Telah Eksekusi Lebih dari 1.000 Orang sejak Raja Salman Berkuasa
loading...
A
A
A
RIYADH - Pihak berwenang Arab Saudi telah mengeksekusi lebih dari 1.000 orang sejak Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud berkuasa sejak 2015. Sepanjang tahun ini saja, total102 orang telah dieksekusi di kerajaan tersebut.
Eksekusi terbaru terjadi Kamis lalu, di mana pihak berwenang kerajaan melaksanakan hukuman mati terhadap seorang pria religius yang telantar atas tuduhan membunuh warga ibu kota.
Media pemerintah, Saudi Press Agency (SPA), pada hari Jumat mengumumkan eksekusi terbaru itu tanpa merinci identitas dan kewarganegaraannya.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan eksekusi yang telah mencapai lebih dari 100 orang itu menjadi sebuah tonggak sejarah baru yang menunjukkan “pengabaian yang mengerikan terhadap hak untuk hidup".
Kantor berita AFP, mengutip data resmi, juga menyebut 102 orang telah dieksekusi pihak berwenang Arab Saudi sepanjang 2023. Jumlah tersebut termasuk 33 orang yang dieksekusi karena terbukti bersalah dalam kasus terkait terorisme.
Sekadar diketahui, Arab Saudi telah melaksanakan 147 hukuman mati pada tahun 2022.
SPA tidak memberikan rincian tentang bagaimana eksekusi dilakukan, mengingat Kerajaan Arab Saudi sering melaksanakan hukuman mati dengan cara dipancung.
Menurut Amnesty, eksekusi ini melemahkan upaya kerajaan untuk meningkatkan citranya dengan menyetujui amandemen sosial dan ekonomi sebagai bagian dari program Visi 2030 yang reformatif.
“Sangat kontras dengan janji berulang-ulang Arab Saudi untuk membatasi penggunaan hukuman mati, pemerintah Saudi telah mengeksekusi [lebih dari] 100 orang tahun ini, hal ini menunjukkan betapa mereka mengabaikan hak untuk hidup,” kata Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Heba Morayef, seperti dikutip Middle East Monitor, Sabtu (9/9/2023).
"Pembunuhan besar-besaran yang dilakukan pihak berwenang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap nyawa para pemuda terpidana mati yang berusia di bawah 18 tahun pada saat kejahatan tersebut terjadi. Pada bulan Agustus saja, Arab Saudi mengeksekusi rata-rata empat orang per minggu," paparnya.
Menurut Amnesty, pada tahun 2022, Arab Saudi menduduki peringkat ketiga dalam daftar negara yang melaksanakan hukuman mati terbanyak di seluruh dunia.
Arab Saudi telah melakukan lebih dari 1.000 eksekusi sejak Raja Salman bin Abdulaziz berkuasa pada tahun 2015. Angka ini menurut laporan bersama oleh Reprieve dan European-Saudi Organisation for Human Rights, yang diterbitkan pada awal tahun ini.
Sebanyak 69 hukuman mati dilaksanakan pada tahun 2021, 27 eksekusi pada tahun 2020 selama puncak wabah Covid-19 dan 187 pada tahun 2019.
Pada akhir tahun lalu, hukuman mati dilanjutkan kembali terhadap mereka yang dihukum karena kejahatan narkoba setelah penundaan eksekusi selama sekitar tiga tahun. Arab Saudi telah mengeksekusi dua orang tahun ini karena penyelundupan narkoba.
"Kami telah mendokumentasikan banyak kasus di mana pihak berwenang telah menjatuhkan hukuman mati kepada orang-orang karena apa pun mulai dari beberapa tweet hingga pelanggaran terkait narkoba, menyusul persidangan yang sangat tidak adil dan jauh dari standar hak asasi manusia internasional," kata Amnesty.
Eksekusi terbaru terjadi Kamis lalu, di mana pihak berwenang kerajaan melaksanakan hukuman mati terhadap seorang pria religius yang telantar atas tuduhan membunuh warga ibu kota.
Media pemerintah, Saudi Press Agency (SPA), pada hari Jumat mengumumkan eksekusi terbaru itu tanpa merinci identitas dan kewarganegaraannya.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan eksekusi yang telah mencapai lebih dari 100 orang itu menjadi sebuah tonggak sejarah baru yang menunjukkan “pengabaian yang mengerikan terhadap hak untuk hidup".
Kantor berita AFP, mengutip data resmi, juga menyebut 102 orang telah dieksekusi pihak berwenang Arab Saudi sepanjang 2023. Jumlah tersebut termasuk 33 orang yang dieksekusi karena terbukti bersalah dalam kasus terkait terorisme.
Sekadar diketahui, Arab Saudi telah melaksanakan 147 hukuman mati pada tahun 2022.
SPA tidak memberikan rincian tentang bagaimana eksekusi dilakukan, mengingat Kerajaan Arab Saudi sering melaksanakan hukuman mati dengan cara dipancung.
Menurut Amnesty, eksekusi ini melemahkan upaya kerajaan untuk meningkatkan citranya dengan menyetujui amandemen sosial dan ekonomi sebagai bagian dari program Visi 2030 yang reformatif.
“Sangat kontras dengan janji berulang-ulang Arab Saudi untuk membatasi penggunaan hukuman mati, pemerintah Saudi telah mengeksekusi [lebih dari] 100 orang tahun ini, hal ini menunjukkan betapa mereka mengabaikan hak untuk hidup,” kata Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Heba Morayef, seperti dikutip Middle East Monitor, Sabtu (9/9/2023).
"Pembunuhan besar-besaran yang dilakukan pihak berwenang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap nyawa para pemuda terpidana mati yang berusia di bawah 18 tahun pada saat kejahatan tersebut terjadi. Pada bulan Agustus saja, Arab Saudi mengeksekusi rata-rata empat orang per minggu," paparnya.
Lebih dari 1.000 Orang Telah Dieksekusi
Menurut Amnesty, pada tahun 2022, Arab Saudi menduduki peringkat ketiga dalam daftar negara yang melaksanakan hukuman mati terbanyak di seluruh dunia.
Arab Saudi telah melakukan lebih dari 1.000 eksekusi sejak Raja Salman bin Abdulaziz berkuasa pada tahun 2015. Angka ini menurut laporan bersama oleh Reprieve dan European-Saudi Organisation for Human Rights, yang diterbitkan pada awal tahun ini.
Sebanyak 69 hukuman mati dilaksanakan pada tahun 2021, 27 eksekusi pada tahun 2020 selama puncak wabah Covid-19 dan 187 pada tahun 2019.
Pada akhir tahun lalu, hukuman mati dilanjutkan kembali terhadap mereka yang dihukum karena kejahatan narkoba setelah penundaan eksekusi selama sekitar tiga tahun. Arab Saudi telah mengeksekusi dua orang tahun ini karena penyelundupan narkoba.
"Kami telah mendokumentasikan banyak kasus di mana pihak berwenang telah menjatuhkan hukuman mati kepada orang-orang karena apa pun mulai dari beberapa tweet hingga pelanggaran terkait narkoba, menyusul persidangan yang sangat tidak adil dan jauh dari standar hak asasi manusia internasional," kata Amnesty.
(mas)