Ketika Mohammed bin Salman 'Tabok' Wahhabi untuk Tampilkan Islam Arab Saudi yang Moderat
loading...
A
A
A
Di masa lalu, orang-orang Saudi yang menentang otoritas Wahhabi telah memicu kerusuhan.
Ketika Raja Fahd, yang memerintah antara tahun 1982-2005, menolak nasihat para ulama Wahhabi dan mengizinkan militer AS untuk menempatkan senjata dan anggota militer perempuan di wilayah Saudi, beberapa dari mereka mendukung pemberontakan dengan kekerasan terhadapnya.
MBS tampaknya tidak peduli dengan tantangan seperti itu. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan secara luas di seluruh wilayah kerajaan, MBS mengecam ulama Wahhabi dan menuduh beberapa orang memalsukan doktrin Islam.
Dia kemudian menahan seorang ulama besar Wahhabi yang pernah dia minta nasihatnya, dan menuduhnya melakukan kejahatan terhadap monarki. MBS membela tindakan itu dengan menyatakan; “Kami kembali ke keadaan sebelumnya. Sebuah negara Islam moderat yang terbuka untuk semua agama, tradisi, dan masyarakat di seluruh dunia.”
Pernyataan kembalinya “Islam moderat” MBS mencerminkan reformasi yang dilakukan kakeknya; Raja Abdulaziz, pendiri Kerajaan Arab Saudi modern. Visi MBS menolak kebijakan terhadap Islam Wahhabi yang disukai oleh pamannya; Raja Faisal dan Raja Khalid.
Antara tahun 1925 hingga 1932, Raja Abdulaziz menindas para ulama dan militan Wahhabi yang menuntut agar dia menjunjung “Islam murni” versi mereka dan tidak membuka kerajaan untuk perdagangan dan pembangunan. Dia melakukan yang sebaliknya dan menegaskan supremasi monarki.
Pertumbuhan ekonomi minyak Arab Saudi yang pesat yang dikembangkan oleh Raja Abdulaziz mengharuskan putranya, Raja Faisal, yang memerintah dari tahun 1964 hingga 1975, untuk mempertimbangkan kembali hubungan monarki dengan Wahhabisme.
Berbeda dengan Raja Abdulaziz, Raja Faisal percaya Wahhabi akan membantunya menyelamatkan kerajaan.
Masyarakat Arab Saudi yang merasa tertinggal dalam perekonomian minyak yang sedang berkembang telah menemukan simbol pembebasan yang inspiratif pada diri Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, yang membantu menggulingkan monarki Mesir pada tahun 1952 dan melaksanakan rencana untuk mendistribusikan kembali kekayaan Mesir.
Raja Faisal mendorong para cendekiawan Wahhabi untuk bekerja sama dengan kelompok Islam yang bermotif politik untuk menolak politik revolusioner Mesir di bawah kepemimpinan Abdel Nasser dan menciptakan visi baru tentang Islam bagi generasi muda Saudi.
Ketika Raja Fahd, yang memerintah antara tahun 1982-2005, menolak nasihat para ulama Wahhabi dan mengizinkan militer AS untuk menempatkan senjata dan anggota militer perempuan di wilayah Saudi, beberapa dari mereka mendukung pemberontakan dengan kekerasan terhadapnya.
MBS tampaknya tidak peduli dengan tantangan seperti itu. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan secara luas di seluruh wilayah kerajaan, MBS mengecam ulama Wahhabi dan menuduh beberapa orang memalsukan doktrin Islam.
Dia kemudian menahan seorang ulama besar Wahhabi yang pernah dia minta nasihatnya, dan menuduhnya melakukan kejahatan terhadap monarki. MBS membela tindakan itu dengan menyatakan; “Kami kembali ke keadaan sebelumnya. Sebuah negara Islam moderat yang terbuka untuk semua agama, tradisi, dan masyarakat di seluruh dunia.”
Arab Saudi Menegosiasikan Wahhabisme
Pernyataan kembalinya “Islam moderat” MBS mencerminkan reformasi yang dilakukan kakeknya; Raja Abdulaziz, pendiri Kerajaan Arab Saudi modern. Visi MBS menolak kebijakan terhadap Islam Wahhabi yang disukai oleh pamannya; Raja Faisal dan Raja Khalid.
Antara tahun 1925 hingga 1932, Raja Abdulaziz menindas para ulama dan militan Wahhabi yang menuntut agar dia menjunjung “Islam murni” versi mereka dan tidak membuka kerajaan untuk perdagangan dan pembangunan. Dia melakukan yang sebaliknya dan menegaskan supremasi monarki.
Pertumbuhan ekonomi minyak Arab Saudi yang pesat yang dikembangkan oleh Raja Abdulaziz mengharuskan putranya, Raja Faisal, yang memerintah dari tahun 1964 hingga 1975, untuk mempertimbangkan kembali hubungan monarki dengan Wahhabisme.
Berbeda dengan Raja Abdulaziz, Raja Faisal percaya Wahhabi akan membantunya menyelamatkan kerajaan.
Masyarakat Arab Saudi yang merasa tertinggal dalam perekonomian minyak yang sedang berkembang telah menemukan simbol pembebasan yang inspiratif pada diri Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, yang membantu menggulingkan monarki Mesir pada tahun 1952 dan melaksanakan rencana untuk mendistribusikan kembali kekayaan Mesir.
Raja Faisal mendorong para cendekiawan Wahhabi untuk bekerja sama dengan kelompok Islam yang bermotif politik untuk menolak politik revolusioner Mesir di bawah kepemimpinan Abdel Nasser dan menciptakan visi baru tentang Islam bagi generasi muda Saudi.