Pemimpin Hong Kong Tunda Pemilu Hingga Setahun, Oposisi Terpukul
loading...
A
A
A
HONG KONG - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menunda pemilu yang seharusnya digelar 6 September hingga setahun mendatang karena meningkatnya kasus virus corona.
Penundaan ini menjadi pukulan bagi oposisi pro-demokrasi yang berharap memperoleh lebih banyak dukungan. Oposisi berupaya memanfaatkan isu undang-undang (UU) keamanan nasional baru untuk meraih suara mayoritas di Dewan Legislatif.
Saat ini setengah kursi di Dewan dipilih langsung oleh warga Hong Kong dan setengah bagian lainnya diisi orang-orang pro-China.
Penundaan itu setelah 12 kandidat pro-demokrasi didiskualifikasi dalam pemilu dengan alasan memiliki niat subversif, menentang UU keamanan baru dan berkampanye untuk memenangkan suara mayoritas.
Lam menyatakan pemilu akan digelar pada 5 September 2021. Dia mengaku keputusan itu dibuat dengan berat dan bertujuan menjaga kesehatan warga.
“Kita memiliki 3 juta pemilih yang keluar dalam satu hari di penjuru Hong Kong, jumlah sebesar itu dapat mengakibatkan risiko infeksi,” tutur Lam.
Lam yang didukung China itu menyatakan dia telah menerapkan hukum darurat untuk melakukan penundaan pemilu dan tak ada pertimbangan politik dalam keputusan itu.
Parlemen China akan memutuskan bagaimana mengisi kekosongan legislatif akibat keputusan ini. (Baca Juga: Raja Salman Ucapkan Selamat Idul Adha setelah Keluar Rumah Sakit)
Pemilu ini menjadi pemilu resmi pertama di Hong Kong sejak Beijing menerapkan UU keamanan yang memberi wewenang China menerapkan hukuman penjara seumur hidup pada kasus penghasutan, subversi, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing. (Lihat Infografis: Persaingan Misil Hipersonik Kian Intensif di Antara Kekuatan Dunia)
Hong Kong dikembalikan ke China pada 1997 dengan jaminan otonomi. Namun para pengkritik menganggap UU baru itu merusak otonomi Hong Kong dan menempatkan kota itu dalam kondisi lebih otoriter. (Lihat Video: Penampakan Tawaf Ibadah Haji dalam Masa Pandemi di Masjidil Haram)
Penundaan ini menjadi pukulan bagi oposisi pro-demokrasi yang berharap memperoleh lebih banyak dukungan. Oposisi berupaya memanfaatkan isu undang-undang (UU) keamanan nasional baru untuk meraih suara mayoritas di Dewan Legislatif.
Saat ini setengah kursi di Dewan dipilih langsung oleh warga Hong Kong dan setengah bagian lainnya diisi orang-orang pro-China.
Penundaan itu setelah 12 kandidat pro-demokrasi didiskualifikasi dalam pemilu dengan alasan memiliki niat subversif, menentang UU keamanan baru dan berkampanye untuk memenangkan suara mayoritas.
Lam menyatakan pemilu akan digelar pada 5 September 2021. Dia mengaku keputusan itu dibuat dengan berat dan bertujuan menjaga kesehatan warga.
“Kita memiliki 3 juta pemilih yang keluar dalam satu hari di penjuru Hong Kong, jumlah sebesar itu dapat mengakibatkan risiko infeksi,” tutur Lam.
Lam yang didukung China itu menyatakan dia telah menerapkan hukum darurat untuk melakukan penundaan pemilu dan tak ada pertimbangan politik dalam keputusan itu.
Parlemen China akan memutuskan bagaimana mengisi kekosongan legislatif akibat keputusan ini. (Baca Juga: Raja Salman Ucapkan Selamat Idul Adha setelah Keluar Rumah Sakit)
Pemilu ini menjadi pemilu resmi pertama di Hong Kong sejak Beijing menerapkan UU keamanan yang memberi wewenang China menerapkan hukuman penjara seumur hidup pada kasus penghasutan, subversi, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing. (Lihat Infografis: Persaingan Misil Hipersonik Kian Intensif di Antara Kekuatan Dunia)
Hong Kong dikembalikan ke China pada 1997 dengan jaminan otonomi. Namun para pengkritik menganggap UU baru itu merusak otonomi Hong Kong dan menempatkan kota itu dalam kondisi lebih otoriter. (Lihat Video: Penampakan Tawaf Ibadah Haji dalam Masa Pandemi di Masjidil Haram)
(sya)