Anggota NATO: China Menyalip AS, Bisa Akibatkan Konflik Besar
loading...
A
A
A
BUDAPEST - Dunia sedang menghadapi pergeseran kekuasaan terbesar dalam beberapa dasawarsa, dengan Amerika Serikat (AS) siap kehilangan posisi terdepannya dari China.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menjelaskan itu pada Sabtu (22/7/2023).
Menurut dia, ini bisa mengakibatkan konflik besar antara Washington dan Beijing kecuali AS menerima bahwa Negeri Paman Sam tidak bisa menjadi "pemenang" selamanya.
“(China) telah menjadi pembangkit tenaga manufaktur dan sekarang mengambil alih Amerika,” ungkap Orban dalam pidato tahunannya di kota Baile Tusnad, Transylvania Timur, Rumania.
“Hanya dalam 30 tahun, China telah mengalami revolusi industri yang membawa Barat sekitar tiga abad,” ungkap perdana menteri Hongaria.
Dia menambahkan, “Amerika akan mengucapkan selamat tinggal pada statusnya sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia.”
“Beijing juga menantang nilai-nilai yang ingin digambarkan Washington sebagai universal,” ujar Orban.
“China menganggap nilai-nilai Amerika sebagai ideologi yang bermusuhan," papar dia, seraya menambahkan, "Ada beberapa kebenaran di dalamnya."
“Perkembangan seperti itu tentu tidak akan cocok dengan Washington, yang ingin tetap di puncak dunia selamanya,” ungkap Orban memperingatkan.
Dia mengatakan upaya menantang hegemoni yang ada telah menyebabkan konflik besar pada banyak kesempatan dalam sejarah manusia. “Tidak ada pemenang abadi dan pecundang abadi,” tutur dia.
Konflik antara dua kekuatan besar itu mungkin terjadi tetapi tidak dapat dihindari, menurut pemimpin Hongaria itu.
“Dunia perlu menemukan keseimbangan baru, dan kedua pihak yang berlawanan harus mengakui satu sama lain sebagai sederajat,” ujar dia.
“Negara-negara besar harus menerima bahwa, hari ini, alih-alih dominasi Amerika, ada dua matahari di langit,” tegas Orban.
Dia juga menggambarkan masa depan Eropa yang suram dengan mengatakan Eropa akan kehilangan posisi dominannya dalam ekonomi global.
Orban menyalahkan kebijakan anti-Rusia Barat atas perkembangan ini. “Uni Eropa sudah kaya tapi lemah,” ungkap dia.
Dia menambahkan Uni Eropa akan semakin kehilangan keunggulan kompetitifnya sebagai akibat dari tekadnya menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Gagasan bahwa Rusia dapat dipisahkan dari ekonomi dunia melalui berbagai pembatasan adalah “ilusi,” ia memperingatkan.
“Uni Eropa telah menyaksikan hasil dari keputusannya yang salah,” ungkap Orban, menambahkan, "Orang lain membeli energi Rusia daripada kami, dan kami membayar lebih banyak untuk energi daripada sebelumnya."
Menurut Orban, Inggris dan Italia akan keluar dari sepuluh ekonomi teratas dunia, dan Jerman akan jatuh ke posisi 10, turun dari posisi keempat saat ini.
“Sebagian besar ekonomi Eropa masih terkait dengan Rusia terlepas dari semua retorika tentang sanksi,” papar dia.
Hongaria telah muncul sebagai salah satu pengkritik utama kebijakan Barat di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Moskow dan Kiev.
Budapest telah berulang kali menyerukan gencatan senjata dan kesepakatan damai di Ukraina, dan mengkritik Uni Eropa karena mengirim senjata ke Kiev.
Pada bulan Juni, Orban mengatakan kepada tabloid Jerman Bild bahwa kemenangan Ukraina di medan perang “tidak mungkin”.
Hongaria juga bersikeras sanksi anti-Rusia lebih merugikan Eropa daripada merugikan Rusia.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menjelaskan itu pada Sabtu (22/7/2023).
Menurut dia, ini bisa mengakibatkan konflik besar antara Washington dan Beijing kecuali AS menerima bahwa Negeri Paman Sam tidak bisa menjadi "pemenang" selamanya.
“(China) telah menjadi pembangkit tenaga manufaktur dan sekarang mengambil alih Amerika,” ungkap Orban dalam pidato tahunannya di kota Baile Tusnad, Transylvania Timur, Rumania.
“Hanya dalam 30 tahun, China telah mengalami revolusi industri yang membawa Barat sekitar tiga abad,” ungkap perdana menteri Hongaria.
Dia menambahkan, “Amerika akan mengucapkan selamat tinggal pada statusnya sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia.”
“Beijing juga menantang nilai-nilai yang ingin digambarkan Washington sebagai universal,” ujar Orban.
“China menganggap nilai-nilai Amerika sebagai ideologi yang bermusuhan," papar dia, seraya menambahkan, "Ada beberapa kebenaran di dalamnya."
“Perkembangan seperti itu tentu tidak akan cocok dengan Washington, yang ingin tetap di puncak dunia selamanya,” ungkap Orban memperingatkan.
Dia mengatakan upaya menantang hegemoni yang ada telah menyebabkan konflik besar pada banyak kesempatan dalam sejarah manusia. “Tidak ada pemenang abadi dan pecundang abadi,” tutur dia.
Konflik antara dua kekuatan besar itu mungkin terjadi tetapi tidak dapat dihindari, menurut pemimpin Hongaria itu.
“Dunia perlu menemukan keseimbangan baru, dan kedua pihak yang berlawanan harus mengakui satu sama lain sebagai sederajat,” ujar dia.
“Negara-negara besar harus menerima bahwa, hari ini, alih-alih dominasi Amerika, ada dua matahari di langit,” tegas Orban.
Dia juga menggambarkan masa depan Eropa yang suram dengan mengatakan Eropa akan kehilangan posisi dominannya dalam ekonomi global.
Orban menyalahkan kebijakan anti-Rusia Barat atas perkembangan ini. “Uni Eropa sudah kaya tapi lemah,” ungkap dia.
Dia menambahkan Uni Eropa akan semakin kehilangan keunggulan kompetitifnya sebagai akibat dari tekadnya menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Gagasan bahwa Rusia dapat dipisahkan dari ekonomi dunia melalui berbagai pembatasan adalah “ilusi,” ia memperingatkan.
“Uni Eropa telah menyaksikan hasil dari keputusannya yang salah,” ungkap Orban, menambahkan, "Orang lain membeli energi Rusia daripada kami, dan kami membayar lebih banyak untuk energi daripada sebelumnya."
Menurut Orban, Inggris dan Italia akan keluar dari sepuluh ekonomi teratas dunia, dan Jerman akan jatuh ke posisi 10, turun dari posisi keempat saat ini.
“Sebagian besar ekonomi Eropa masih terkait dengan Rusia terlepas dari semua retorika tentang sanksi,” papar dia.
Hongaria telah muncul sebagai salah satu pengkritik utama kebijakan Barat di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Moskow dan Kiev.
Budapest telah berulang kali menyerukan gencatan senjata dan kesepakatan damai di Ukraina, dan mengkritik Uni Eropa karena mengirim senjata ke Kiev.
Pada bulan Juni, Orban mengatakan kepada tabloid Jerman Bild bahwa kemenangan Ukraina di medan perang “tidak mungkin”.
Hongaria juga bersikeras sanksi anti-Rusia lebih merugikan Eropa daripada merugikan Rusia.
(sya)