Kenapa Swedia Bolehkan Demo dengan Membakar Al-Qur’an? Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Swedia kembali menyulut amarah Muslim di seluruh dunia setelah membiarkan demonstran Salwan Momika menendang dan menginjak-injak Al-Qur’an di depan Kedutaan Irak di Stockholm, Kamis lalu.
Bulan lalu, Salwan Momika (37)—seorang imigran Irak—berdemo dengan membakar Al-Qur’an di depan masjid Stockholm saat Iduladha.
Kedua aksi demonstran itu mendapat izin dari pihak berwenang Swedia di bawah Undang-Undang Kebebasan Berbicara dan Berekspresi.
Ulah Salwan Momika dan pembiaran oleh pemerintah Swedia telah memantik kemarahan dunia Islam, terutama negara-negara Arab.
Mengutip New York Times, Mesir menyebut pembakaran Al-Qur’an sebagai tindakan tercela. Arab Saudi menyebutnya sebagai tindak kebencian yang tidak dapat dibenarkan. Sedangkan Malaysia menganggap sebagai aksi yang menyinggung umat Islam di seluruh dunia.
Aksi pembakaran Al-Qur’an sudah kerap terjadi di Swedia. Pada awal 2023 lalu, insiden serupa terjadi di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm oleh politisi anti-Islam Denmark-Swedia; Rasmus Paludan.
Mengapa Swedia tidak memberikan sanksi apapun bahkan membolehkan demo dengan membakar Al-Qur’an di wilayahnya?
Negara Skandinavia ini memiliki Undang-Undang Kebebasan berbicara dan Berekspresi. UU inilah yang dijadikan payung hukum para demonstran untuk beraksi dengan menargetkan symbol-simbol agama.
Swedia juga memiliki Undang-Undang Antiujaran Kebencian yang melarang penghasutan terhadap kelompok orang berdasarkan ras, etnis, agama, orientasi seksual, dan identitas gender.
Hanya saja, demo dengan membakar Al-Qur’an di Swedia dinyatakan bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi, alih-alih sebagai penghasutan.
"Di Swedia, kami memiliki kebebasan berekspresi. Kami juga menghormati orang-orang yang punya pendapat berbeda dan fakta aksi itu bisa melukai perasaan pihak tertentu. Kita harus melihat hukum. Itulah yang kami lakukan," kata kepolisian kota selatan Helsingborg, Swedia.
Sebenarnya pihak kepolisian tidak menutup mata terhadap tindakan pembakaran Al-Qur’an, dan pernah mencoba menghentikan aksi tersebut pada Februari 2023 dengan alasan aksi semacam itu menimbulkan ancaman bagi Kedutaan Swedia di luar negeri.
Namun keputusan polisi itu ditolak oleh pengadilan yang tetap menyatakan demo dengan membakar kitab suci agama sebagai bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi.
Pengadilan administratif Swedia memutuskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berkumpul atau melakukan demonstrasi, kecuali bila mereka menimbulkan ancaman keamanan.
Putusan pengadilan itulah yang mendasari kepolisian untuk membiarkan demo dengan membekar Al-Qur’an terjadi di Stockholm.
Meski begitu, pemerintah Swedia telah mengeluarkan pernyataan yang menolak keras tindakan Islamofobia dilakukan oleh individu di Swedia, dan menegaskan tindakan itu sama sekali tidak mencerminkan pendapat Pemerintah.
Bulan lalu, Salwan Momika (37)—seorang imigran Irak—berdemo dengan membakar Al-Qur’an di depan masjid Stockholm saat Iduladha.
Kedua aksi demonstran itu mendapat izin dari pihak berwenang Swedia di bawah Undang-Undang Kebebasan Berbicara dan Berekspresi.
Ulah Salwan Momika dan pembiaran oleh pemerintah Swedia telah memantik kemarahan dunia Islam, terutama negara-negara Arab.
Mengutip New York Times, Mesir menyebut pembakaran Al-Qur’an sebagai tindakan tercela. Arab Saudi menyebutnya sebagai tindak kebencian yang tidak dapat dibenarkan. Sedangkan Malaysia menganggap sebagai aksi yang menyinggung umat Islam di seluruh dunia.
Aksi pembakaran Al-Qur’an sudah kerap terjadi di Swedia. Pada awal 2023 lalu, insiden serupa terjadi di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm oleh politisi anti-Islam Denmark-Swedia; Rasmus Paludan.
Alasan Swedia Bolehkan Demo dengan Membakar Al-Qur’an
Mengapa Swedia tidak memberikan sanksi apapun bahkan membolehkan demo dengan membakar Al-Qur’an di wilayahnya?
Negara Skandinavia ini memiliki Undang-Undang Kebebasan berbicara dan Berekspresi. UU inilah yang dijadikan payung hukum para demonstran untuk beraksi dengan menargetkan symbol-simbol agama.
Swedia juga memiliki Undang-Undang Antiujaran Kebencian yang melarang penghasutan terhadap kelompok orang berdasarkan ras, etnis, agama, orientasi seksual, dan identitas gender.
Hanya saja, demo dengan membakar Al-Qur’an di Swedia dinyatakan bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi, alih-alih sebagai penghasutan.
"Di Swedia, kami memiliki kebebasan berekspresi. Kami juga menghormati orang-orang yang punya pendapat berbeda dan fakta aksi itu bisa melukai perasaan pihak tertentu. Kita harus melihat hukum. Itulah yang kami lakukan," kata kepolisian kota selatan Helsingborg, Swedia.
Sebenarnya pihak kepolisian tidak menutup mata terhadap tindakan pembakaran Al-Qur’an, dan pernah mencoba menghentikan aksi tersebut pada Februari 2023 dengan alasan aksi semacam itu menimbulkan ancaman bagi Kedutaan Swedia di luar negeri.
Namun keputusan polisi itu ditolak oleh pengadilan yang tetap menyatakan demo dengan membakar kitab suci agama sebagai bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi.
Pengadilan administratif Swedia memutuskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berkumpul atau melakukan demonstrasi, kecuali bila mereka menimbulkan ancaman keamanan.
Putusan pengadilan itulah yang mendasari kepolisian untuk membiarkan demo dengan membekar Al-Qur’an terjadi di Stockholm.
Meski begitu, pemerintah Swedia telah mengeluarkan pernyataan yang menolak keras tindakan Islamofobia dilakukan oleh individu di Swedia, dan menegaskan tindakan itu sama sekali tidak mencerminkan pendapat Pemerintah.
(mas)