5 Negara yang Bersitegang dengan Perusahaan Media Sosial
loading...
A
A
A
SINGAPURA - Pemerintahan di berbagai benua berusaha membuat undang-undang untuk mengatur perusahaan media sosial . Itu membuat frustasi banyak perusahaan teknologi dalam mengatur konten mereka.
Kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM) menilai aturan tersebut cenderung bersifat mengurangi kebebasan berekspresi. Tapi, pemerintah di berbagai negara mengklaim pengaturan konten tersebut ditujukan untuk menjaga keharmonisan kehidupan berbangsa dan bersosial.
Tak sedikit negara yang mengancam memberlakukan denda kepada perusahaan media sosial yang melanggar. Ada negara yang sudah menjatuhkan denda kepada perusahaan media sosial karena adanya pelanggaran.
Berikut 5 negara yang bersitegang dengan perusahaan media sosial.
1. Uni Eropa
Uni Eropa (UE) menjadi sekumpulan negara yang kerap bersitegang dengan perusahaan media sosial. Terbaru, UE memberlakukan denda dengan perusahaan induk yang membawahi Facebook, Meta, sebesar USD1,3 miliar. Itu menjadi denda terbesar yang dijatuhkan karena pelanggaran undang-undang privasi Regulasi Umum Perlindungan Data atau lazim disebut dengan GDPR.
Denda itu mempertanyakan tentang privasi pengguna Facebook di seluruh dunia. Ketika pengguna di Eropa saja ternyata menjadi korban pelanggaran perlindungan data, apalagi di negara lain.
Pusat data Facebook untuk operasional global tetap berbasis data di AS. Berarti data pengguna dari seluruh dunia, termasuk
Eropa, dikirim ke server di AS untuk diproses. Nah, Meta menggunakan data itu untuk mengidentifikasi ketertarikan untuk mempersonalisasi iklan pada media sosial milik pemilik data tersebut. Bagi warga UE, dengan adanya Privacy Shield, akan mendapatkan jaminan meskipun proses datanya berada di AS.
2. Turki
Pemerintah Turki menjatuhkan denda sebesar USD1,18 juta kepada platform media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, Twitter dan YouTube karena tidak menunjuk perwakilan lokal di Turki pada November 2020. Sesuai dengan undang-undang terbaru di Turki mewajibkan perusahaan media sosial menghapus konten yang diminta pemerintah dan menyimpan data penggunanya di negara tersebut.
Ketika banyak perusahaan media sosial AS tidak menunjukkan perwakilannya di Turki, hanya perusahaan media sosial asal Rusia VKontakte yang menunjukkan perwakilannya sebelum tenggat waktu pada 2 November 2020.
Regulasi tersebut memicu protes karena disebut menghalangi kebebasan berekspresi di media sosial. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan media sosial merespons penghapusan konten dalam waktu 48 jam dari sistem kehakiman Turki.
3. Jerman
Perusahaan media sosial di Jerman bisa menghadapi denda USD57,1 juta jika tidak menghapus konten ilegal dalam 24 jam. Aturan itu diberlakukan bagi platform media sosial dengan dua juta pengikut di Jerman. Aturan tersebut menjadi hukum tentang media sosial yang paling keras di dunia. Undang-undang itu diciptakan untuk memerangi fake news di Jerman.
4. Prancis
Paris mengikuti langkah Jerman untuk meloloskan undang-undang yang menjatuhkan denda kepada perusahaan media sosial yang tidak menghapus konten berbahaya dalam kurun waktu satu jam. Aturan itu berlaku per 1 Juli 2020. Konten yang dilarang adalah pencabulan anak-anak hingga terorisme. Jika tak memenuhi aturan, perusahaan media sosial bisa didenda USD1,36 juta atau 4% dari pendapatan global mereka.
5.Singapura
Pada November 2022 silam, Singapura sudah meloloskan regulasi yang mengatur konten berbahaya di media sosial, seperti bunuh diri, eksploitasi seksual, terorisme dan kebencian. Banyak pihak menuding kebijakan itu untuk mengurangi kebebasan berekspresi. Singapura mengancam jika perusahaan media sosial itu melanggar aturan, mereka akan didenda USD715.000.
Kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM) menilai aturan tersebut cenderung bersifat mengurangi kebebasan berekspresi. Tapi, pemerintah di berbagai negara mengklaim pengaturan konten tersebut ditujukan untuk menjaga keharmonisan kehidupan berbangsa dan bersosial.
Tak sedikit negara yang mengancam memberlakukan denda kepada perusahaan media sosial yang melanggar. Ada negara yang sudah menjatuhkan denda kepada perusahaan media sosial karena adanya pelanggaran.
Berikut 5 negara yang bersitegang dengan perusahaan media sosial.
1. Uni Eropa
Uni Eropa (UE) menjadi sekumpulan negara yang kerap bersitegang dengan perusahaan media sosial. Terbaru, UE memberlakukan denda dengan perusahaan induk yang membawahi Facebook, Meta, sebesar USD1,3 miliar. Itu menjadi denda terbesar yang dijatuhkan karena pelanggaran undang-undang privasi Regulasi Umum Perlindungan Data atau lazim disebut dengan GDPR.
Denda itu mempertanyakan tentang privasi pengguna Facebook di seluruh dunia. Ketika pengguna di Eropa saja ternyata menjadi korban pelanggaran perlindungan data, apalagi di negara lain.
Pusat data Facebook untuk operasional global tetap berbasis data di AS. Berarti data pengguna dari seluruh dunia, termasuk
Eropa, dikirim ke server di AS untuk diproses. Nah, Meta menggunakan data itu untuk mengidentifikasi ketertarikan untuk mempersonalisasi iklan pada media sosial milik pemilik data tersebut. Bagi warga UE, dengan adanya Privacy Shield, akan mendapatkan jaminan meskipun proses datanya berada di AS.
2. Turki
Pemerintah Turki menjatuhkan denda sebesar USD1,18 juta kepada platform media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, Twitter dan YouTube karena tidak menunjuk perwakilan lokal di Turki pada November 2020. Sesuai dengan undang-undang terbaru di Turki mewajibkan perusahaan media sosial menghapus konten yang diminta pemerintah dan menyimpan data penggunanya di negara tersebut.
Ketika banyak perusahaan media sosial AS tidak menunjukkan perwakilannya di Turki, hanya perusahaan media sosial asal Rusia VKontakte yang menunjukkan perwakilannya sebelum tenggat waktu pada 2 November 2020.
Regulasi tersebut memicu protes karena disebut menghalangi kebebasan berekspresi di media sosial. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan media sosial merespons penghapusan konten dalam waktu 48 jam dari sistem kehakiman Turki.
3. Jerman
Perusahaan media sosial di Jerman bisa menghadapi denda USD57,1 juta jika tidak menghapus konten ilegal dalam 24 jam. Aturan itu diberlakukan bagi platform media sosial dengan dua juta pengikut di Jerman. Aturan tersebut menjadi hukum tentang media sosial yang paling keras di dunia. Undang-undang itu diciptakan untuk memerangi fake news di Jerman.
4. Prancis
Paris mengikuti langkah Jerman untuk meloloskan undang-undang yang menjatuhkan denda kepada perusahaan media sosial yang tidak menghapus konten berbahaya dalam kurun waktu satu jam. Aturan itu berlaku per 1 Juli 2020. Konten yang dilarang adalah pencabulan anak-anak hingga terorisme. Jika tak memenuhi aturan, perusahaan media sosial bisa didenda USD1,36 juta atau 4% dari pendapatan global mereka.
5.Singapura
Pada November 2022 silam, Singapura sudah meloloskan regulasi yang mengatur konten berbahaya di media sosial, seperti bunuh diri, eksploitasi seksual, terorisme dan kebencian. Banyak pihak menuding kebijakan itu untuk mengurangi kebebasan berekspresi. Singapura mengancam jika perusahaan media sosial itu melanggar aturan, mereka akan didenda USD715.000.
(ahm)