Pemilu Thailand: Oposisi Kalahkan Partai Militer, Pita Limjaroenrat Kandidat Perdana Menteri
loading...
A
A
A
BANGKOK - Kubu oposisi berhasil mengalahkan partai-partau militer dalam pemilu Thailand pada hari Minggu. Penghitungan suara telah mencapai 99 persen pada Senin (15/5/2023).
Komisi Pemilu mengatakan dua partai oposisi; Move Forward Party (MFP) dan Pheu Thai Party, unggul.
MFP merupakan partai progresif, sedangkan Pheu Thai Party merupakan partai populis yang terkait dengan mantan perdana menteri yang digulingkan Thaksin Shinawatra.
Kemenangan kedua partai oposisi itu bisa berarti berakhirnya satu dekade pemerintahan konservatif yang didukung junta militer.
Tetapi militer negara itu telah menulis peraturan Parlemen setelah kudeta tahun 2014, di mana untuk berkuasa, partai-partai oposisi harus bekerja dengan anggota Senat yang ditunjuk junta militer.
Partai-partai oposisi telah menarik perhatian pemilih muda di Thailand.
Pita Limjaroenrat (43), yang memimpin MFP dan merupakan mantan eksekutif aplikasi berbagi tumpangan, telah bersumpah untuk menciptakan pemerintahan "anti-diktator" jika partainya menang.
Dia saat ini menjadi kandidat terkuat untuk menduduki kursi Perdana Menteri (PM) Thailand.
"Ini akan didukung oleh anti-diktator, partai-partai yang didukung militer, itu pasti," katanya kepada wartawan.
"Saya pikir aman untuk berasumsi bahwa pemerintahan minoritas tidak mungkin lagi dilakukan di sini di Thailand," imbuh dia.
Dengan 99 persen hasil pemilu yang dirilis di situs Komisi Pemilu, MFP—yang baru dibentuk pada tahun 2020—meraih total 148 kursi Parlemen. Itu mencerminkan dukungan nasional kepada partai baru tersebut.
Pheu Thai Party, yang terkait dengan keluarga miliarder Shinawatra, meraih total 138 kursi Parlemen. Bhumjaitai Party berada di posisi ketiga dengan meraih 70 kursi Parlemen.
The United Thai Nation Party (Partai Persatuan Bangsa Thailand) pimpinan Perdana Menteri petahana Prayuth Chan-ocha--jenderal yang memimpin kudeta 2014 sebagai panglima militer—berada di urutan kelima dengan meraih 36 kursi Parlemen.
Susannah Patton, yang mengepalai program Asia Tenggara di Lowy Institute di Sydney, Australia, mengatakan tidak ada keraguan tentang keinginan para pemilih Thailand.
“Ini adalah suara yang jelas untuk perubahan yang tidak dapat diabaikan,” tulisnya di Twitter.
“Pelajaran dari 20 tahun terakhir politik Thailand menunjukkan bahwa jika kekuatan mapan mencoba menumbangkan hasil ini, itu hanya akan menyebabkan lebih banyak ketidakstabilan dan polarisasi," ujarnya, seperti dilansir Al Jazeera.
Komisi Pemilu mengatakan dua partai oposisi; Move Forward Party (MFP) dan Pheu Thai Party, unggul.
MFP merupakan partai progresif, sedangkan Pheu Thai Party merupakan partai populis yang terkait dengan mantan perdana menteri yang digulingkan Thaksin Shinawatra.
Kemenangan kedua partai oposisi itu bisa berarti berakhirnya satu dekade pemerintahan konservatif yang didukung junta militer.
Tetapi militer negara itu telah menulis peraturan Parlemen setelah kudeta tahun 2014, di mana untuk berkuasa, partai-partai oposisi harus bekerja dengan anggota Senat yang ditunjuk junta militer.
Partai-partai oposisi telah menarik perhatian pemilih muda di Thailand.
Pita Limjaroenrat (43), yang memimpin MFP dan merupakan mantan eksekutif aplikasi berbagi tumpangan, telah bersumpah untuk menciptakan pemerintahan "anti-diktator" jika partainya menang.
Dia saat ini menjadi kandidat terkuat untuk menduduki kursi Perdana Menteri (PM) Thailand.
"Ini akan didukung oleh anti-diktator, partai-partai yang didukung militer, itu pasti," katanya kepada wartawan.
"Saya pikir aman untuk berasumsi bahwa pemerintahan minoritas tidak mungkin lagi dilakukan di sini di Thailand," imbuh dia.
Dengan 99 persen hasil pemilu yang dirilis di situs Komisi Pemilu, MFP—yang baru dibentuk pada tahun 2020—meraih total 148 kursi Parlemen. Itu mencerminkan dukungan nasional kepada partai baru tersebut.
Pheu Thai Party, yang terkait dengan keluarga miliarder Shinawatra, meraih total 138 kursi Parlemen. Bhumjaitai Party berada di posisi ketiga dengan meraih 70 kursi Parlemen.
The United Thai Nation Party (Partai Persatuan Bangsa Thailand) pimpinan Perdana Menteri petahana Prayuth Chan-ocha--jenderal yang memimpin kudeta 2014 sebagai panglima militer—berada di urutan kelima dengan meraih 36 kursi Parlemen.
Susannah Patton, yang mengepalai program Asia Tenggara di Lowy Institute di Sydney, Australia, mengatakan tidak ada keraguan tentang keinginan para pemilih Thailand.
“Ini adalah suara yang jelas untuk perubahan yang tidak dapat diabaikan,” tulisnya di Twitter.
“Pelajaran dari 20 tahun terakhir politik Thailand menunjukkan bahwa jika kekuatan mapan mencoba menumbangkan hasil ini, itu hanya akan menyebabkan lebih banyak ketidakstabilan dan polarisasi," ujarnya, seperti dilansir Al Jazeera.
(mas)