Pemimpin Faksi yang Bertikai di Sudan Setujui Gencatan Senjata 7 Hari
loading...
A
A
A
KHARTOUM - Dua faksi yang bertikai di Sudan , Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF), telah menyetujui gencatan senjata selama tujuh hari. Hal itu diumumkan Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan dalam sebuah pernyataan pada Selasa waktu setempat.
"Kedua belah pihak juga mengatakan mereka akan mengirim perwakilan untuk pembicaraan damai yang akan diadakan di tempat pilihan yang disepekati mereka," tambah pernyataan itu seperti dilansir dari CNN, Rabu (3/5/2023).
Meski begitu, baik SAF atau RSF belum mengomentari laporan tersebut di saluran resmi mereka.
Gencatan senjata sebelumnya gagal menghentikan pertempuran antara faksi-faksi yang bersaing di berbagai bagian negara. Negosiasi yang gagal antara kepala tentara Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo pecah menjadi bentrokan sengit antara kedua belah pihak pada pertengahan April. Ini memicu eksodus massal pengungsi dari negara yang dilanda konflik dan menyebabkan kematian sedikitnya 528 orang.
Pengumuman ini datang setelah badan pengungsi PBB (UNHCR) memperingatkan lebih dari 800ribu orang dapat melarikan diri ke negara-negara tetangga, karena kekerasan yang sedang berlangsung menghambat konvoi evakuasi dari pelabuhan-pelabuhan utama di Sudan.
“Dalam konsultasi dengan semua pemerintah dan mitra terkait, kami telah mencapai angka perencanaan 815ribu orang yang mungkin melarikan diri ke tujuh negara tetangga,” kata Raouf Mazou, asisten komisaris tinggi UNHCR untuk operasi, Senin lalu.
"Diperkirakan 73.000 orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara tetangga," tambah Mazou.
Ribuan warga negara asing telah melarikan diri dari negara itu ketika kekuatan Barat turun tangan untuk mengevakuasi warganya sendiri, sementara ribuan keluarga lokal lainnya telah mengambil risiko perjalanan berbahaya dari Ibu Kota Khartoum karena mereka harus berjuang sendiri.
Meski begitu banyak penduduk setempat tetap terjebak di rumah mereka, dengan kekurangan air, makanan, obat-obatan, dan listrik yang meningkatkan risiko krisis kemanusiaan, karena organisasi bantuan memprioritaskan distribusi bantuan medis ke rumah sakit yang terjebak dalam konflik.
Kekerasan berkobar minggu ini di Darfur Barat, di mana dua jenderal yang bertikai Burhan dan Dagalo sama-sama memiliki sejarah, setelah memainkan peran kunci dalam kontra pemberontakan melawan pemberontak dalam perang saudara di kawasan itu yang dimulai pada 2003.
Burhan menguasai tentara Sudan di Darfur, sementara Dagalo adalah komandan salah satu dari banyak milisi Arab, Janjaweed, yang terlibat dalam pelanggaran dan kekejaman hak asasi manusia.
“Mencoba melarikan diri bisa berakibat fatal,” kata Karl Schembri, dari Dewan Pengungsi Norwegia, NRC.
“Anda mempertaruhkan hidup Anda jika Anda tetap tinggal, dan mengambil risiko jika Anda pergi," kata penasihat media NRC untuk wilayah tersebut dalam panggilan telepon dengan CNN.
Schembri menyebut situasi di wilayah Darfur Sudan sebagai "kekacauan total", dengan kamp-kamp pengungsian dibakar, tempat perlindungan dibakar habis, dan warga sipil tewas dalam pertempuran selama beberapa hari terakhir.
Ada kekurangan makanan, air, dan pasokan medis, dengan hampir semua rumah sakit tidak beroperasi, atau rusak. Bahan bakar hanya dapat ditemukan di pasar gelap, memaksa banyak orang meninggalkan kendaraannya, dan terpaksa berjalan kaki untuk melarikan diri.
"Orang-orang yang sebelumnya terlantar akibat konflik lama yang belum terselesaikan di Darfur, dan pengungsi dari konflik regional lainnya sejauh Suriah dan Yaman telah mengungsi lagi, beberapa untuk kedua, ketiga atau keempat kalinya," kata Schembri.
Sejumlah pengungsi yang merupakan pekerja sukarela NRC juga terjebak dalam pertempuran tersebut.
Menurut pernyataan dari Persatuan Dokter Sudan pada hari Selasa, setidaknya 94 orang telah tewas sejak 20 April di kota El Geneina, Sudan di Darfur Barat.
"Kedua belah pihak juga mengatakan mereka akan mengirim perwakilan untuk pembicaraan damai yang akan diadakan di tempat pilihan yang disepekati mereka," tambah pernyataan itu seperti dilansir dari CNN, Rabu (3/5/2023).
Meski begitu, baik SAF atau RSF belum mengomentari laporan tersebut di saluran resmi mereka.
Gencatan senjata sebelumnya gagal menghentikan pertempuran antara faksi-faksi yang bersaing di berbagai bagian negara. Negosiasi yang gagal antara kepala tentara Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo pecah menjadi bentrokan sengit antara kedua belah pihak pada pertengahan April. Ini memicu eksodus massal pengungsi dari negara yang dilanda konflik dan menyebabkan kematian sedikitnya 528 orang.
Pengumuman ini datang setelah badan pengungsi PBB (UNHCR) memperingatkan lebih dari 800ribu orang dapat melarikan diri ke negara-negara tetangga, karena kekerasan yang sedang berlangsung menghambat konvoi evakuasi dari pelabuhan-pelabuhan utama di Sudan.
“Dalam konsultasi dengan semua pemerintah dan mitra terkait, kami telah mencapai angka perencanaan 815ribu orang yang mungkin melarikan diri ke tujuh negara tetangga,” kata Raouf Mazou, asisten komisaris tinggi UNHCR untuk operasi, Senin lalu.
"Diperkirakan 73.000 orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara tetangga," tambah Mazou.
Ribuan warga negara asing telah melarikan diri dari negara itu ketika kekuatan Barat turun tangan untuk mengevakuasi warganya sendiri, sementara ribuan keluarga lokal lainnya telah mengambil risiko perjalanan berbahaya dari Ibu Kota Khartoum karena mereka harus berjuang sendiri.
Meski begitu banyak penduduk setempat tetap terjebak di rumah mereka, dengan kekurangan air, makanan, obat-obatan, dan listrik yang meningkatkan risiko krisis kemanusiaan, karena organisasi bantuan memprioritaskan distribusi bantuan medis ke rumah sakit yang terjebak dalam konflik.
Kekerasan berkobar minggu ini di Darfur Barat, di mana dua jenderal yang bertikai Burhan dan Dagalo sama-sama memiliki sejarah, setelah memainkan peran kunci dalam kontra pemberontakan melawan pemberontak dalam perang saudara di kawasan itu yang dimulai pada 2003.
Burhan menguasai tentara Sudan di Darfur, sementara Dagalo adalah komandan salah satu dari banyak milisi Arab, Janjaweed, yang terlibat dalam pelanggaran dan kekejaman hak asasi manusia.
“Mencoba melarikan diri bisa berakibat fatal,” kata Karl Schembri, dari Dewan Pengungsi Norwegia, NRC.
“Anda mempertaruhkan hidup Anda jika Anda tetap tinggal, dan mengambil risiko jika Anda pergi," kata penasihat media NRC untuk wilayah tersebut dalam panggilan telepon dengan CNN.
Schembri menyebut situasi di wilayah Darfur Sudan sebagai "kekacauan total", dengan kamp-kamp pengungsian dibakar, tempat perlindungan dibakar habis, dan warga sipil tewas dalam pertempuran selama beberapa hari terakhir.
Ada kekurangan makanan, air, dan pasokan medis, dengan hampir semua rumah sakit tidak beroperasi, atau rusak. Bahan bakar hanya dapat ditemukan di pasar gelap, memaksa banyak orang meninggalkan kendaraannya, dan terpaksa berjalan kaki untuk melarikan diri.
"Orang-orang yang sebelumnya terlantar akibat konflik lama yang belum terselesaikan di Darfur, dan pengungsi dari konflik regional lainnya sejauh Suriah dan Yaman telah mengungsi lagi, beberapa untuk kedua, ketiga atau keempat kalinya," kata Schembri.
Sejumlah pengungsi yang merupakan pekerja sukarela NRC juga terjebak dalam pertempuran tersebut.
Menurut pernyataan dari Persatuan Dokter Sudan pada hari Selasa, setidaknya 94 orang telah tewas sejak 20 April di kota El Geneina, Sudan di Darfur Barat.
(ian)