Pangkalan Militer Burkina Faso Diserang Teroris, 33 Tentara Tewas
loading...
A
A
A
OUAGADOUGOU - Sebuah pangkalan militer di Burkina Faso timur diserang teroris dan menewaskan 33 tentara serta melukai 12 lainnya. Ini adalah insiden kekerasan terbaru di negara Afrika Barat itu.
"Tentara yang terkepung menewaskan sedikitnya 40 teroris pada hari Kamis sebelum bala bantuan tiba," kata militer negara itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (28/4/2023).
Serangan itu menargetkan detasemen militer di Ougarou di wilayah Est.
Angkatan bersenjata Burkina Faso telah memerangi kelompok pemberontak sejak 2015.
Menurut perkiraan lebih dari 10.000 warga sipil dan anggota pasukan keamanan tewas, sementara sedikitnya dua juta orang telah meninggalkan rumah mereka. Sepertiga wilayah dari negara itu berada di luar kendali pemerintah.
Kekerasan yang sedang berlangsung telah memicu kemarahan di kalangan militer, memicu dua kudeta tahun lalu yang menyebabkan naiknya pemimpin saat ini, Kapten Ibrahim Traore, pada bulan September.
Dia telah berjanji untuk merebut kembali tanah yang hilang, tetapi serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil telah memburuk sejak awal tahun, menyebabkan ratusan kematian.
Traore mengatakan dia berkomitmen pada rencana pemerintahan militer sebelumnya untuk mengadakan pemilihan umum untuk pemerintahan sipil pada tahun 2024.
Kekerasan terbaru ini terjadi ketika angkatan bersenjata dituduh membunuh warga sipil tanpa pandang bulu selama misi anti-pemberontakan.
"Tentara yang terkepung menewaskan sedikitnya 40 teroris pada hari Kamis sebelum bala bantuan tiba," kata militer negara itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (28/4/2023).
Serangan itu menargetkan detasemen militer di Ougarou di wilayah Est.
Angkatan bersenjata Burkina Faso telah memerangi kelompok pemberontak sejak 2015.
Menurut perkiraan lebih dari 10.000 warga sipil dan anggota pasukan keamanan tewas, sementara sedikitnya dua juta orang telah meninggalkan rumah mereka. Sepertiga wilayah dari negara itu berada di luar kendali pemerintah.
Kekerasan yang sedang berlangsung telah memicu kemarahan di kalangan militer, memicu dua kudeta tahun lalu yang menyebabkan naiknya pemimpin saat ini, Kapten Ibrahim Traore, pada bulan September.
Dia telah berjanji untuk merebut kembali tanah yang hilang, tetapi serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil telah memburuk sejak awal tahun, menyebabkan ratusan kematian.
Traore mengatakan dia berkomitmen pada rencana pemerintahan militer sebelumnya untuk mengadakan pemilihan umum untuk pemerintahan sipil pada tahun 2024.
Kekerasan terbaru ini terjadi ketika angkatan bersenjata dituduh membunuh warga sipil tanpa pandang bulu selama misi anti-pemberontakan.