Korea Utara: G-7 Alat untuk Pertahankan Hegemoni AS
loading...
A
A
A
SEOUL - Diplomat top Korea Utara (Korut) merespons kecaman G7 atas uji coba rudal yang dilakukan Pyongyang baru-baru ini. Korut menyebut kelompok itu adalah instrumen politik dominasi dunia Amerika Serikat (AS) dan bersumpah bahwa Pyongyang tidak akan menghentikan program senjata nuklirnya.
"G-7, kelompok tertutup dari segelintir negara egois, tidak mewakili komunitas internasional yang adil, tetapi berfungsi sebagai alat politik untuk memastikan hegemoni AS," kata Menteri Luar Negeri Korut Choe Son-hui dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media negara Korut seperti dikutip dari RT, Sabtu (22/4/2023).
Choe membuat komentarnya tiga hari setelah negara demokrasi yang kaya, tergabung dalam Kelompok Tujuh (G-7), mengeluarkan komunike yang mengutuk peluncuran rudal terbaru Korut dan menyerukan pengabaian sepenuhnya, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah dari senjata nuklir dan rudal balistiknya.
Choe menuduh G-7 dengan kejam memfitnah pelaksanaan kedaulatan yang sah Korut.
Choe bersikeras bahwa senjata strategis Korut diperlukan untuk mencegah ancaman dan mengatasi lingkungan keamanan yang dibuat tidak stabil oleh tindakan militer AS dan pasukan sekutunya yang sembrono dan provokatif.
Dia menyebutnya campur tangan yang tidak masuk akal dan ilegal dalam urusan internal negara untuk G-7 yang menyatakan bahwa Korut tidak dapat menjadi negara bersenjata nuklir.
“Posisi kami sebagai negara nuklir akan tetap menjadi kenyataan yang tak terbantahkan, meskipun Amerika Serikat dan Barat tidak mengakuinya,” katanya.
“Ini adalah ide anakronistik untuk berpikir bahwa hanya Washington yang memiliki hak dan kemampuan untuk menyerang dengan nuklir,” imbuhnya.
Dikatakan oleh Choe, Pyongyang akan menanggapi dengan "penangkalan yang kuat" jika negara-negara G-7 melakukan upaya apa pun untuk melanggar kepentingan fundamentalnya.
“Kami tidak akan pernah mencari pengakuan atau persetujuan seseorang. Amerika Serikat dan Barat tidak berhak membicarakan ini atau itu tentang posisi kami sebagai negara nuklir, dan apa pun yang mereka katakan, posisi kami tidak akan pernah berubah,” tegasnya.
Pyongyang meluncurkan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-18 yang baru dikembangkan minggu lalu, memicu peringatan serangan udara di negara tetangga Jepang.
Pemimpin Korut, Kim Jong-un, mengklaim bahwa rudal baru itu akan sangat meningkatkan postur serangan balik nuklir negara itu dan menyerang ketidaknyamanan serta kengerian ekstrem pada musuh-musuh negara itu.
Korut telah melakukan setidaknya sembilan uji coba rudal tahun ini di tengah meningkatnya ketegangan dengan Seoul.
Pemerintah Kim Jong-un awal bulan ini memperingatkan latihan militer bersama Korea Selatan (Korsel) dengan AS telah mendorong semenanjung itu ke "jurang perang nuklir."
Pada hari Rabu, Kim Jong-un memerintahkan peluncuran satelit mata-mata pertama Korea Utara, memicu peringatan AS bahwa proyek tersebut dapat digunakan untuk memajukan program rudal balistik negara tersebut.
"G-7, kelompok tertutup dari segelintir negara egois, tidak mewakili komunitas internasional yang adil, tetapi berfungsi sebagai alat politik untuk memastikan hegemoni AS," kata Menteri Luar Negeri Korut Choe Son-hui dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media negara Korut seperti dikutip dari RT, Sabtu (22/4/2023).
Choe membuat komentarnya tiga hari setelah negara demokrasi yang kaya, tergabung dalam Kelompok Tujuh (G-7), mengeluarkan komunike yang mengutuk peluncuran rudal terbaru Korut dan menyerukan pengabaian sepenuhnya, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah dari senjata nuklir dan rudal balistiknya.
Choe menuduh G-7 dengan kejam memfitnah pelaksanaan kedaulatan yang sah Korut.
Choe bersikeras bahwa senjata strategis Korut diperlukan untuk mencegah ancaman dan mengatasi lingkungan keamanan yang dibuat tidak stabil oleh tindakan militer AS dan pasukan sekutunya yang sembrono dan provokatif.
Dia menyebutnya campur tangan yang tidak masuk akal dan ilegal dalam urusan internal negara untuk G-7 yang menyatakan bahwa Korut tidak dapat menjadi negara bersenjata nuklir.
“Posisi kami sebagai negara nuklir akan tetap menjadi kenyataan yang tak terbantahkan, meskipun Amerika Serikat dan Barat tidak mengakuinya,” katanya.
“Ini adalah ide anakronistik untuk berpikir bahwa hanya Washington yang memiliki hak dan kemampuan untuk menyerang dengan nuklir,” imbuhnya.
Dikatakan oleh Choe, Pyongyang akan menanggapi dengan "penangkalan yang kuat" jika negara-negara G-7 melakukan upaya apa pun untuk melanggar kepentingan fundamentalnya.
“Kami tidak akan pernah mencari pengakuan atau persetujuan seseorang. Amerika Serikat dan Barat tidak berhak membicarakan ini atau itu tentang posisi kami sebagai negara nuklir, dan apa pun yang mereka katakan, posisi kami tidak akan pernah berubah,” tegasnya.
Pyongyang meluncurkan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-18 yang baru dikembangkan minggu lalu, memicu peringatan serangan udara di negara tetangga Jepang.
Pemimpin Korut, Kim Jong-un, mengklaim bahwa rudal baru itu akan sangat meningkatkan postur serangan balik nuklir negara itu dan menyerang ketidaknyamanan serta kengerian ekstrem pada musuh-musuh negara itu.
Korut telah melakukan setidaknya sembilan uji coba rudal tahun ini di tengah meningkatnya ketegangan dengan Seoul.
Pemerintah Kim Jong-un awal bulan ini memperingatkan latihan militer bersama Korea Selatan (Korsel) dengan AS telah mendorong semenanjung itu ke "jurang perang nuklir."
Pada hari Rabu, Kim Jong-un memerintahkan peluncuran satelit mata-mata pertama Korea Utara, memicu peringatan AS bahwa proyek tersebut dapat digunakan untuk memajukan program rudal balistik negara tersebut.
(ian)