Profil Mohamed Hamdan Dagalo: Dari Pedagang Unta hingga Jadi Jenderal RSF yang Ditakuti Sudan

Senin, 17 April 2023 - 19:45 WIB
loading...
Profil Mohamed Hamdan Dagalo: Dari Pedagang Unta hingga Jadi Jenderal RSF yang Ditakuti Sudan
Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo merupakan petinggi militer Sudan. Foto/twitter
A A A
KHARTOUM - Mohamed Hamdan Dagalo atau biasa dikenal dengan Hemedti merupakan salah seorang jenderal militer di Sudan.

Dalam sepak terjangnya, dia diketahui sebagai tokoh berpengaruh di kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) Sudan.

Sekadar informasi, sebelumnya kembali terjadi bentrokan antara RSF dengan militer Sudan. Dalam hal ini, kedua belah pihak pun saling mengeluarkan klaimnya masing-masing, termasuk kubu manakah yang menyerang lebih dulu.

Profil Mohamed Hamdan Dagalo


Hemedti telah memainkan peran besar dalam pergolakan politik negaranya selama beberapa tahun terakhir. Hal ini termasuk membantu menggulingkan mantan Presiden Omar al-Bashir pada tahun 2019.

Dalam riwayatnya, Dagalo lahir sekitar tahun 1974. Dia berasal dari suku Mahariya, komunitas Rizeigat di Darfur.

Mengutip laman Al Jazeera, Senin (17/4/2023), Dagalo hanya memiliki sedikit pendidikan formal. Putus sekolah, dia sempat beralih untuk bekerja menjadi seorang pedagang unta.

Pada perjalanan hidupnya, Dagalo disebut pertama kali mengangkat senjata saat konflik Darfur. Singkatnya, saat itu orang-orang menyerang utusan dagangnya, membunuh anggota keluarganya, hingga menjarah banyak untanya.

Akhirnya, dia bergabung dengan Janjaweed, kelompok berisikan gabungan milisi suku Arab yang kebanyakan adalah para pedagang unta di Darfur dan Chad. Janjaweed ini nantinya menjadi cikal bakal dari RSF.

Sekadar informasi, sebelumnya al-Bashir sendiri pernah merekrut anggota Janjaweed untuk melawan pemberontak di pemerintahannya. Seiring waktu, nama Dagalo mulai banyak dikenal luas dan menarik perhatian Presiden al-Bashir.

Sayangnya, kelompok Hak Asasi Manusia menuduh Janjaweed melakukan kejahatan perang seperti pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap warga sipil selama konflik Darfur.

Pada tahun 2013, Rapid Support Forces (RSF) dibentuk di bawah kepemimpinan Mohamed Hamdan Dagalo. Tak seperti Janjaweed, mereka berada langsung di bawah naungan al-Bashir dan Badan Intelijen Keamanan Nasional.

Seiring waktu, Dagalo menjadi orang kepercayaan al-Bashir. Hal ini membuatnya mendapat kenaikan pangkat menjadi Letnan Jenderal serta berhasil melipatgandakan kekayaannya dalam waktu tak lama.

Akan tetapi, setelah semua koneksi dan pengaruh yang diberikan al-Bashir, Dagalo justru turut ambil bagian dalam penggulingan Presiden di tahun 2019. Momen ini sekaligus mengakhiri kekuasaan al-Bashir selama hampir 30 tahun.

Pasca keruntuhan rezim al-Bashir, pemerintahan sipil-militer dibentuk. Dalam hal ini, Dagalo menjadi wakil kepala Dewan Militer Transisi.

Sama seperti yang dilakukannya dulu, Dagalo sangat keras terhadap para pembangkang. Tercatat, pasukan RSF miliknya telah membunuh lebih dari 100 orang di satu kamp protes tahun 2019. Namun, dirinya enggan untuk mengakui hal tersebut.

Pada Oktober 2021, militer merebut kekuasaan pemerintah dan mengumumkan keadaan darurat. Dalam salah satu pernyataannya, Dagalo menyebut langkah tersebut sebagai “perbaikan revolusi rakyat”.

Namun, pada perkembangannya justru terdapat perpecahan antara RSF dan pihak militer Sudan. Meski hanya berstatus pasukan para militer, namun banyak petinggi militer Sudan yang mempercayainya sebagai ancaman di masa mendatang, termasuk petingginya Mohamed Hamdan Dagalo.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1498 seconds (0.1#10.140)