AS akan Bangun Pangkalan Militer Baru di Dekat Laut China Selatan
loading...
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menyatakan Amerika Serikat (AS) akan membangun empat pangkalan militer baru yang “tersebar” di sekitar Filipina.
Dia mencatat setidaknya satu fasilitas akan ditempatkan di dekat gugusan pulau yang disengketakan yang diklaim China dan beberapa negara lain.
Berbicara kepada wartawan pada Rabu (22/3/2023), pemimpin Filipina menawarkan perincian tambahan tentang instalasi baru, yang pertama kali diungkapkan bulan lalu sebagai bagian dari Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) dengan Washington.
Namun, dia mengatakan dia tidak dapat mengungkapkan lokasi persisnya sampai pengumuman resmi dibuat bersama AS.
“Ada empat lokasi tambahan yang tersebar di sekitar Filipina, ada beberapa di utara, ada beberapa di sekitar Palawan, ada beberapa lagi di selatan,” papar dia.
Dia menambahkan, pangkalan tersebut akan membantu mempertahankan pulau terbesar di negara itu, Luzon.
Palawan adalah salah satu wilayah paling barat Filipina, dan terletak sekitar 200 mil (320 kilometer) timur kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan, yang juga dikenal dengan beberapa nama lokal lainnya.
Enam negara telah mengklaim bagian dari gugusan pulau kecil itu, di antaranya China, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, serta Filipina.
Pejabat AS telah berulang kali menolak klaim Beijing sebagai "melanggar hukum".
Pangkalan Amerika Serikat (AS) di Luzon, kemungkinan besar akan dibangun dengan mempertimbangkan Taiwan, mengingat letaknya yang dekat dengan pulau yang dianggap China sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.
Meskipun Washington telah lama mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis" terhadap Taipei, Presiden Joe Biden telah melanggar pendekatan itu.
Biden secara eksplisit menyatakan pasukan AS akan mempertahankan Taiwan jika terjadi serangan China.
Ditanya tentang rencana pangkalan baru selama jumpa pers hari Rabu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin berpendapat kerja sama militer antar negara harus “kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional dan tidak ditargetkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga mana pun.”
“Pihak AS, karena kepentingan egoisnya, tetap terjebak dalam mentalitas zero-sum dan terus meningkatkan pengerahan militer di Asia-Pasifik,” ujar dia.
Dia menambahkan, “Negara-negara kawasan harus tetap waspada dan menghindari paksaan atau digunakan oleh AS."
Presiden Marcos kemudian memperingatkan tentang lingkungan keamanan yang “kompleks” dan “tidak dapat diprediksi” di kawasan itu, dengan mengatakan dia menyadari “ancaman yang muncul” yang akan membutuhkan “penyesuaian dalam strategi kami” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Di bawah EDCA 2014, AS awalnya diizinkan membangun lima pangkalan militer di sekitar Filipina, tetapi pakta tersebut baru-baru ini diperluas ke empat lokasi "strategis" tambahan.
Washington sejauh ini telah menghabiskan USD82 juta untuk lima fasilitas asli, dan terus bekerja di sejumlah pangkalan yang pada akhirnya akan menjadi tuan rumah pengerahan pasukan bergilir.
Dia mencatat setidaknya satu fasilitas akan ditempatkan di dekat gugusan pulau yang disengketakan yang diklaim China dan beberapa negara lain.
Berbicara kepada wartawan pada Rabu (22/3/2023), pemimpin Filipina menawarkan perincian tambahan tentang instalasi baru, yang pertama kali diungkapkan bulan lalu sebagai bagian dari Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) dengan Washington.
Namun, dia mengatakan dia tidak dapat mengungkapkan lokasi persisnya sampai pengumuman resmi dibuat bersama AS.
“Ada empat lokasi tambahan yang tersebar di sekitar Filipina, ada beberapa di utara, ada beberapa di sekitar Palawan, ada beberapa lagi di selatan,” papar dia.
Dia menambahkan, pangkalan tersebut akan membantu mempertahankan pulau terbesar di negara itu, Luzon.
Palawan adalah salah satu wilayah paling barat Filipina, dan terletak sekitar 200 mil (320 kilometer) timur kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan, yang juga dikenal dengan beberapa nama lokal lainnya.
Enam negara telah mengklaim bagian dari gugusan pulau kecil itu, di antaranya China, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, serta Filipina.
Pejabat AS telah berulang kali menolak klaim Beijing sebagai "melanggar hukum".
Pangkalan Amerika Serikat (AS) di Luzon, kemungkinan besar akan dibangun dengan mempertimbangkan Taiwan, mengingat letaknya yang dekat dengan pulau yang dianggap China sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.
Meskipun Washington telah lama mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis" terhadap Taipei, Presiden Joe Biden telah melanggar pendekatan itu.
Biden secara eksplisit menyatakan pasukan AS akan mempertahankan Taiwan jika terjadi serangan China.
Ditanya tentang rencana pangkalan baru selama jumpa pers hari Rabu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin berpendapat kerja sama militer antar negara harus “kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional dan tidak ditargetkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga mana pun.”
“Pihak AS, karena kepentingan egoisnya, tetap terjebak dalam mentalitas zero-sum dan terus meningkatkan pengerahan militer di Asia-Pasifik,” ujar dia.
Dia menambahkan, “Negara-negara kawasan harus tetap waspada dan menghindari paksaan atau digunakan oleh AS."
Presiden Marcos kemudian memperingatkan tentang lingkungan keamanan yang “kompleks” dan “tidak dapat diprediksi” di kawasan itu, dengan mengatakan dia menyadari “ancaman yang muncul” yang akan membutuhkan “penyesuaian dalam strategi kami” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Di bawah EDCA 2014, AS awalnya diizinkan membangun lima pangkalan militer di sekitar Filipina, tetapi pakta tersebut baru-baru ini diperluas ke empat lokasi "strategis" tambahan.
Washington sejauh ini telah menghabiskan USD82 juta untuk lima fasilitas asli, dan terus bekerja di sejumlah pangkalan yang pada akhirnya akan menjadi tuan rumah pengerahan pasukan bergilir.
(sya)