Pesawat Israel Hanya Boleh Melintas, Tak Boleh Mendarat di Oman
loading...
A
A
A
MUSKAT - Presiden Otoritas Penerbangan Sipil di Kesultanan Oman, Naif Al-Abri, mengatakan Kesultanan hanya akan mengizinkan penerbangan Israel menggunakan wilayah udaranya tetapi tidak akan mengizinkan mereka mendarat di wilayah Oman.
Berbicara kepada surat kabar lokal Atheer pada Senin (20/3/2023), Al-Abri mengatakan Otoritas Penerbangan Sipil adalah lembaga teknis dan berkomitmen pada konvensi internasional, termasuk Perjanjian Chicago yang ditandatangani pada 1944.
“Untuk memastikan kepatuhan Kesultanan terhadap perjanjian internasional di bidang penerbangan sipil, arahnya adalah dengan menaikkan indeks Kesultanan Oman dalam daya saing global dan memastikan kepatuhan dengan apa yang menjadi komitmennya dalam perjanjian ini. Tahun ini, kami menyelesaikan 50 tahun komitmen kami untuk itu," ujar dia.
Mengenai penerbangan Israel, Al-Abri mengatakan Otoritas jelas dalam hal ini. Dia menjelaskan penerbangan Israel hanya dapat melewati wilayah udara Oman, kecuali ada pendaratan darurat sesuai dengan perjanjian internasional.
"Jika tidak, pendaratan tidak diizinkan di bandara Oman dalam hal apa pun," papar dia.
Pada 23 Februari, Otoritas Penerbangan Sipil Oman mengumumkan semua maskapai penerbangan sipil akan diizinkan untuk melintasi wilayah udaranya, selama mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan undang-undang, tanpa mengacu pada penerbangan Israel.
Langkah tersebut memungkinkan penerbangan Israel, yang mulai menggunakan wilayah udara Arab Saudi untuk pertama kalinya sekitar delapan bulan lalu.
Hal itu mempersingkat waktu penerbangan Israel ke tujuan di Asia dan juga memungkinkan pembukaan penerbangan ke tujuan lebih lanjut, termasuk Australia.
Langkah tersebut, yang dimediasi Amerika Serikat (AS), dilakukan tiga bulan setelah Dewan Syura Oman mengusulkan undang-undang yang menetapkan hukuman yang lebih keras untuk berurusan dengan Israel.
Meski demikian, ada undang-undang yang melarang warga dan organisasi di Oman berurusan dengan rekan mereka di Israel, atau mereka yang bekerja untuk mereka.
Berbicara kepada surat kabar lokal Atheer pada Senin (20/3/2023), Al-Abri mengatakan Otoritas Penerbangan Sipil adalah lembaga teknis dan berkomitmen pada konvensi internasional, termasuk Perjanjian Chicago yang ditandatangani pada 1944.
“Untuk memastikan kepatuhan Kesultanan terhadap perjanjian internasional di bidang penerbangan sipil, arahnya adalah dengan menaikkan indeks Kesultanan Oman dalam daya saing global dan memastikan kepatuhan dengan apa yang menjadi komitmennya dalam perjanjian ini. Tahun ini, kami menyelesaikan 50 tahun komitmen kami untuk itu," ujar dia.
Mengenai penerbangan Israel, Al-Abri mengatakan Otoritas jelas dalam hal ini. Dia menjelaskan penerbangan Israel hanya dapat melewati wilayah udara Oman, kecuali ada pendaratan darurat sesuai dengan perjanjian internasional.
"Jika tidak, pendaratan tidak diizinkan di bandara Oman dalam hal apa pun," papar dia.
Pada 23 Februari, Otoritas Penerbangan Sipil Oman mengumumkan semua maskapai penerbangan sipil akan diizinkan untuk melintasi wilayah udaranya, selama mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan undang-undang, tanpa mengacu pada penerbangan Israel.
Langkah tersebut memungkinkan penerbangan Israel, yang mulai menggunakan wilayah udara Arab Saudi untuk pertama kalinya sekitar delapan bulan lalu.
Hal itu mempersingkat waktu penerbangan Israel ke tujuan di Asia dan juga memungkinkan pembukaan penerbangan ke tujuan lebih lanjut, termasuk Australia.
Langkah tersebut, yang dimediasi Amerika Serikat (AS), dilakukan tiga bulan setelah Dewan Syura Oman mengusulkan undang-undang yang menetapkan hukuman yang lebih keras untuk berurusan dengan Israel.
Meski demikian, ada undang-undang yang melarang warga dan organisasi di Oman berurusan dengan rekan mereka di Israel, atau mereka yang bekerja untuk mereka.
(sya)