Setelah Frank Hoogerbeets Heboh Ramal Gempa Besar Dunia, Pakar Irak Beri Cara Baru Prediksi Gempa

Sabtu, 04 Maret 2023 - 05:30 WIB
loading...
Setelah Frank Hoogerbeets Heboh Ramal Gempa Besar Dunia, Pakar Irak Beri Cara Baru Prediksi Gempa
Ilmuwan Irak Salih M Awadh mengembangkan model yang disebutnya Sistem Peringatan Dini Global untuk Prediksi Kemungkinan Gempa Bumi. Foto/al-fanarmedia.org
A A A
BAGHDAD - Dunia kewalahan oleh gambar rumah-rumah yang hancur, panggilan untuk bantuan dari bawah puing-puing, dan korban selamat yang berduka setelah dua gempa dahsyat melanda wilayah yang membentang di Turki dan Suriah.

Kini orang-orang di Timur Tengah dan di tempat lain dunia meninjau kembali pertanyaan lama: Apakah ada cara hingga gempa bumi bisa kita prediksi?

Salih M Awadh, seorang akademisi Irak yang telah mempelajari efek gravitasi planet-planet di lempeng tektonik bumi, percaya kemungkinan gempa besar dapat diprediksi.

Dia pun ingin mengembangkan sistem peringatan dini global untuk gempa bumi.

Penelitian Awadh mendapat perhatian baru bulan ini setelah kontroversi meletus atas klaim di media sosial bahwa seorang ahli gempa Belanda telah secara akurat memprediksi gempa yang menghancurkan Turki selatan dan Suriah barat laut pada 6 Februari 2023.



Tiga hari sebelum dua gempa berkekuatan 7,8 dan 7,5 Skala Richter (SR) melanda, Frank Hoogerbeets men-tweet bahwa "cepat atau lambat" akan ada gempa berkekuatan sekitar 7,5 SR di wilayah Selatan-Tengah Turki, Yordania, Suriah, dan Lebanon.

Setelah gempa tersebut benar-benar terjadi, tweet tersebut menjadi viral di penjuru dunia. Kabar itu pun membuat gempar netizen global.

Hoogerbeets, yang menyebut dirinya "penggemar" gempa bumi, mendasarkan prediksi itu pada kesejajaran planet-planet di tata surya.

Para seismolog membantah gagasan itu, tetapi kontroversi atas prediksi terbaru Hoogerbeets menarik perhatian ke makalah yang lebih tua tentang topik tersebut oleh Awadh, yang diterbitkan dalam “Journal of Coastal Conservation” pada Maret 2021.

Kecepatan Rotasi dan Tekanan Geologis

Dalam makalahnya yang berjudul “Solar System Planetary Alignment Triggers Tides and Earthquakes”, Awadh yang memiliki gelar Ph.D. dalam geokimia dan geologi ekonomi, menunjukkan pasang surut dan gempa bumi dipengaruhi oleh posisi planet di tata surya.

Ia berpendapat bahwa daya tarik planet mengubah kecepatan rotasi bumi, menyebabkan lempeng tektonik bumi bergerak dan memicu gempa bumi.

“Saya menggunakan metodologi baru yang bertentangan dengan hukum lama dan teori dominan,” ujar Awadh kepada Al-Fanar Media.

“Hipotesis saya dibangun berdasarkan pengaruh posisi planet di bumi dan tekanan geologis. Setiap detik, planet mengubah posisi dan keselarasannya karena orbit, kecepatan, massa, dan rotasi di sekitar sumbu dan kemiringannya,” papar dia secara ilmiah.

“Kita perlu memantau posisi planet dan mengukur perubahan gravitasi bumi setiap detiknya,” tambah dia.

“Kita perlu memeriksa apakah gaya gravitasi melebihi nilai yang diharapkan atau menurun, karena ini mempengaruhi kecepatan rotasi bumi. Percepatan dan perlambatan dapat menyebabkan lempeng-lempeng meluncur, menyebabkan gempa bumi. Mereka biasanya terjadi pada patahan seismik aktif yang diketahui pada peta struktur,” tutur dia.

Data dari 1.037 Gempa Bumi

Dalam studinya, Awadh menganalisis data dari 1.037 gempa bumi di seluruh dunia selama Juli 2019 dan mempresentasikan studi kasus kegempaan di sepanjang Lempeng Arab, yang ujung utaranya menekan Lempeng Anatolia di wilayah tempat gempa 6 Februari terjadi.

Di pinggiran timur dan timur lautnya, Lempeng Arab menekan Lempeng Eurasion di wilayah yang meliputi lipatan Zagros dan sabuk dorong, di sepanjang perbatasan Irak-Iran.

Dalam penelitiannya, Awadh memprediksi gempa berkekuatan 5 SR di lipatan Zagros dan sabuk dorong pada 11 Februari 2021. Gempa seperti itu terjadi saat itu.

“Ini adalah prediksi pertama di dunia, berdasarkan data astronomi. Saya kirimkan penelitiannya ke sebuah majalah, dan itu benar-benar terjadi,” tulis dia kepada Al-Fanar Media.

“Itu adalah prediksi 100 persen benar pertama di bidang ini,” tegas dia.

Banyak lembaga ilmiah, termasuk Survei Geologi AS, mengabaikan prediksi tersebut. Para ilmuwan mendeteksi sekitar 20.000 gempa bumi di seluruh dunia setiap tahun, atau rata-rata 55 kali sehari, jadi tidak mengherankan jika gempa dapat terjadi sesuai dengan prediksi tersebut.

Saat ini tidak mungkin untuk memprediksi dengan tepat kapan dan di mana gempa akan terjadi, atau seberapa besar, menurut para ahli.

Namun, seismolog dapat memperkirakan di mana gempa bumi kemungkinan akan terjadi dengan menghitung probabilitas dan prakiraan.

Istanbul, misalnya, dianggap berisiko tinggi mengalami gempa besar dalam waktu dekat, menurut para ilmuwan, tetapi mereka tidak mengatakan kapan.

Pengguna Twitter yang berharap Hoogerbeets bisa lebih tepat kecewa. Dia menjawab, "Saya tidak memiliki bola kristal yang memberi tahu saya tanggal dan waktu."

Kehancuran Besar-besaran di Suriah dan Turki

Sejauh ini, lebih dari 46.000 orang diketahui tewas dalam gempa bumi Turki-Suriah, dan 115.000 orang lainnya luka-luka.

Dengan lebih dari 6.500 bangunan hancur, gempa tersebut juga menyebabkan sekitar 2,4 juta orang mengungsi di kedua negara tersebut.

Awadh mengatakan kehancuran besar-besaran diakibatkan oleh sejumlah besar energi yang dilepaskan dalam dua gempa bumi, yang berlangsung sekitar dua menit. “Kualitas konstruksi juga menjadi faktor,” papar dia.

“Kerusakan akibat gempa berkekuatan 7 SR di Jepang bisa nol, sedangkan di wilayah-wilayah lain bisa 100 persen dengan gubuk dan rumah tua reyot,” papar dia.

Dia menjelaskan, “Itu tergantung pada apakah kode bangunan gempa diikuti. Saya telah melihat foto satu bangunan modern, yang dibangun sesuai dengan kode, yang tetap utuh, sementara bangunan di sekitarnya hancur total.”

“Sistem struktur yang kaku bisa berisiko, dan bangunan membutuhkan fondasi tahan gempa,” papar dia.

“Jepang sangat berhasil dalam hal ini, juga Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Bangunan tinggi yang tidak mengikuti kode seperti itu berisiko dan rentan runtuh atau retak,” ungkap dia.

Awadh merekomendasikan pembangunan bendungan, reaktor nuklir, situs limbah nuklir, gedung pencakar langit, dan bangunan padat lainnya di bagian lempeng bumi yang stabil, jauh dari sabuk seismik.

Sistem Peringatan Dini

“Diperlukan lebih banyak penelitian untuk memvalidasi prediksinya,” ungkap Awadh. Sementara itu, dia merekomendasikan menghubungkan catatan seismik dunia dengan konfigurasi planet.

“Saya bekerja untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang saya sebut ‘Sistem Peringatan Dini Global untuk Prediksi Kemungkinan Gempa Bumi,'” tutur dia.

“Terpengaruh oleh planet lain, tekanan geologis bisa bertambah atau berkurang,” ujar dia.

Dia menekankan, “Kita membutuhkan pengukuran konstan di setiap area. Ketika stres tinggi, kita bisa memprediksi kemungkinan gempa. Gempa bisa saja terjadi, tetapi bahaya juga bisa berlalu dengan damai ketika planet-planet mengubah posisinya dan tekanan berkurang.”

Namun, dana diperlukan untuk proyek semacam itu. “Kita perlu mengembangkan model komputer yang sangat besar, mempekerjakan ahli yang berspesialisasi dalam perangkat lunak dan bahasa intelijen, dan seorang ahli astronomi, untuk mengembangkan ide tersebut,” tutur dia.

Menurut dia, “Ini membutuhkan dukungan besar dari lembaga penelitian global. Ini tidak bisa menjadi upaya individu.”

Jika penelitian terjadi dan satu model dirancang, Awadh bermimpi membuatnya tersedia untuk pusat penelitian di seluruh dunia dan ke situs lokal dengan tekanan tektonik tinggi.

Yang terpenting, model seperti itu harus memutuskan kapan pihak berwenang harus memperingatkan penduduk untuk mengevakuasi suatu daerah selama satu atau dua hari untuk menghindari gempa bumi.

“Jika kita bisa melakukan ini, itu akan menyelamatkan banyak orang dari bencana alam seperti itu,” papar dia.

“Jika gempa tidak terjadi, itu tidak akan gagal, itu hanya berarti ada kemungkinan besar terjadi gempa, tapi alhamdulillah tidak terjadi,” pungkas dia.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0989 seconds (0.1#10.140)