Brasil Tenggelamkan Kapal Induk Hantu yang Dijuluki Paket Beracun 30.000 Ton
loading...
A
A
A
BRASILIA - Brasil telah menenggelamkan kapal induk yang dinonaktifkan di Samudra Atlantik pada hari Jumat. Kapal induk Sao Paulo yang dijuluki "paket beracun 30.000 ton" ini dikenal sebagai kapal hantu karena mengambang berbulan-bulan di laut tanpa awak.
Penenggelaman kapal ini dilakukan oleh Angkatan Laut Brasil dengan mengabaikan kekhawatiran kelompok peduli lingkungan bahwa kapal induk yang sudah tua itu mengandung bahan beracun.
"Penenggelaman yang direncanakan dan dikendalikan terjadi pada sore hari pada hari Jumat, sekitar 350 km (220 mil) di lepas pantai Brasil di Samudra Atlantik, di area dengan perkiraan kedalaman 5.000 meter [16.000 kaki]," kata Angkatan Laut Brasil dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Sabtu (4/2/2023).
Keputusan untuk menenggelamkan kapal induk Sao Paulo berusia enam dekade itu terjadi setelah pihak berwenang Brasil mencoba dengan sia-sia untuk menemukan pelabuhan yang bersedia menyambut kapal tersebut.
Meskipun para pejabat pertahanan mengatakan mereka akan menenggelamkan kapal di "area teraman", para pecinta lingkungan menyerang keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa kapal perang itu mengandung berton-ton asbes, logam berat, dan bahan beracun lainnya yang dapat larut ke dalam air dan mencemari rantai makanan laut.
Kelompok The Basel Action Network telah meminta Presiden Brasil yang baru terpilih Luiz Inacio Lula da Silva--yang mulai menjabat bulan lalu berjanji untuk membalikkan kerusakan lingkungan yang melonjak di bawah mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro--untuk segera menghentikan rencana penenggelaman kapal tersebut.
The NGO Shipbreaking Platform, sebuah koalisi organisasi lingkungan, buruh dan hak asasi manusia, telah menggambarkan rencana penggelaman kapal Sao Paulo di Brasil sebagai potensi "kejahatan lingkungan yang disponsori negara".
Kapal Sao Paulo dibangun pada akhir 1950-an di Prancis, yang Angkatan Laut-nya menggunakannya selama 37 tahun dengan nama Foch. Kapal ini mendapat tempat dalam sejarah Angkatan Laut abad ke-20.
Sao Paulo mengambil bagian dalam uji coba nuklir pertama Prancis di Pasifik pada 1960-an dan bertugas di Afrika, Timur Tengah, dan bekas Yugoslavia dari 1970-an hingga 1990-an.
Brasil membeli kapal induk sepanjang 266 meter (873 kaki) itu seharga USD12 juta pada tahun 2000. Kebakaran yang terjadi di atas kapal pada tahun 2005 mempercepat penurunan usia kapal.
Tahun lalu, Brasil memberi wewenang kepada perusahaan Turki, Sok Denizcilik, untuk membongkar Sao Paulo untuk dijadikan besi tua.
Namun pada bulan Agustus, saat sebuah kapal tunda akan menariknya ke Laut Mediterania, otoritas lingkungan Turki memblokir rencana tersebut.
Kementerian Pertahanan Brasil mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu bahwa rencana pembongkaran kapal mewakili upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Brasil untuk membuang kapal dengan aman melalui daur ulang yang ramah lingkungan.
Brasil kemudian membawa kapal induk itu kembali tetapi tidak mengizinkannya masuk ke pelabuhan, dengan alasan "berisiko tinggi" terhadap lingkungan.
Menurut pernyataan Kementerian Pertahanan, area yang dipilih untuk penenggelaman kapal itu diidentifikasi oleh Pusat Hidrografi Angkatan Laut, yang menganggapnya sebagai lokasi "paling aman" karena berada di luar zona ekonomi eksklusif Brasil, kawasan perlindungan lingkungan, bebas dari kabel bawah laut yang terdokumentasi dan berada di kedalaman lebih dari 3.000 meter (9.840 kaki).
“Mengingat fakta-fakta yang disajikan dan meningkatnya risiko yang terlibat dalam penarikan, karena memburuknya kondisi daya apung lambung dan tenggelamnya kapal secara spontan/tidak dapat dihindari, tidak mungkin untuk mengambil tindakan lain selain membuang lambung kapal, melalui penenggelaman yang direncanakan dan dikendalikan,” kata kementerian itu.
Penenggelaman kapal ini dilakukan oleh Angkatan Laut Brasil dengan mengabaikan kekhawatiran kelompok peduli lingkungan bahwa kapal induk yang sudah tua itu mengandung bahan beracun.
"Penenggelaman yang direncanakan dan dikendalikan terjadi pada sore hari pada hari Jumat, sekitar 350 km (220 mil) di lepas pantai Brasil di Samudra Atlantik, di area dengan perkiraan kedalaman 5.000 meter [16.000 kaki]," kata Angkatan Laut Brasil dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Sabtu (4/2/2023).
Keputusan untuk menenggelamkan kapal induk Sao Paulo berusia enam dekade itu terjadi setelah pihak berwenang Brasil mencoba dengan sia-sia untuk menemukan pelabuhan yang bersedia menyambut kapal tersebut.
Meskipun para pejabat pertahanan mengatakan mereka akan menenggelamkan kapal di "area teraman", para pecinta lingkungan menyerang keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa kapal perang itu mengandung berton-ton asbes, logam berat, dan bahan beracun lainnya yang dapat larut ke dalam air dan mencemari rantai makanan laut.
Kelompok The Basel Action Network telah meminta Presiden Brasil yang baru terpilih Luiz Inacio Lula da Silva--yang mulai menjabat bulan lalu berjanji untuk membalikkan kerusakan lingkungan yang melonjak di bawah mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro--untuk segera menghentikan rencana penenggelaman kapal tersebut.
The NGO Shipbreaking Platform, sebuah koalisi organisasi lingkungan, buruh dan hak asasi manusia, telah menggambarkan rencana penggelaman kapal Sao Paulo di Brasil sebagai potensi "kejahatan lingkungan yang disponsori negara".
Kapal Sao Paulo dibangun pada akhir 1950-an di Prancis, yang Angkatan Laut-nya menggunakannya selama 37 tahun dengan nama Foch. Kapal ini mendapat tempat dalam sejarah Angkatan Laut abad ke-20.
Sao Paulo mengambil bagian dalam uji coba nuklir pertama Prancis di Pasifik pada 1960-an dan bertugas di Afrika, Timur Tengah, dan bekas Yugoslavia dari 1970-an hingga 1990-an.
Brasil membeli kapal induk sepanjang 266 meter (873 kaki) itu seharga USD12 juta pada tahun 2000. Kebakaran yang terjadi di atas kapal pada tahun 2005 mempercepat penurunan usia kapal.
Tahun lalu, Brasil memberi wewenang kepada perusahaan Turki, Sok Denizcilik, untuk membongkar Sao Paulo untuk dijadikan besi tua.
Namun pada bulan Agustus, saat sebuah kapal tunda akan menariknya ke Laut Mediterania, otoritas lingkungan Turki memblokir rencana tersebut.
Kementerian Pertahanan Brasil mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu bahwa rencana pembongkaran kapal mewakili upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Brasil untuk membuang kapal dengan aman melalui daur ulang yang ramah lingkungan.
Brasil kemudian membawa kapal induk itu kembali tetapi tidak mengizinkannya masuk ke pelabuhan, dengan alasan "berisiko tinggi" terhadap lingkungan.
Menurut pernyataan Kementerian Pertahanan, area yang dipilih untuk penenggelaman kapal itu diidentifikasi oleh Pusat Hidrografi Angkatan Laut, yang menganggapnya sebagai lokasi "paling aman" karena berada di luar zona ekonomi eksklusif Brasil, kawasan perlindungan lingkungan, bebas dari kabel bawah laut yang terdokumentasi dan berada di kedalaman lebih dari 3.000 meter (9.840 kaki).
“Mengingat fakta-fakta yang disajikan dan meningkatnya risiko yang terlibat dalam penarikan, karena memburuknya kondisi daya apung lambung dan tenggelamnya kapal secara spontan/tidak dapat dihindari, tidak mungkin untuk mengambil tindakan lain selain membuang lambung kapal, melalui penenggelaman yang direncanakan dan dikendalikan,” kata kementerian itu.
(min)