Tampang Edwin Wagensveld yang Robek dan Bakar Al-Qu'ran, Pernah Menghina Nabi Muhammad
loading...
A
A
A
DEN HAAG - Edwin Wagensveld, pemimpin kelompok sayap kanan PEGIDA cabang Belanda , telah merobek dan membakar salinan Al-Qur'an di Den Haag, hari Senin.
Aksinya mengikuti politisi anti-Islam Denmark-Swedia; Rasmus Paludan, yang membakar salinan Al-Qur'an di luar Kedutaan Turki di Stockholm, Sabtu pekan lalu.
PEGIDA akronim dari Patriotic Europeans Against the Islamization of the West, sebuah gerakan sayap kanan yang menentang Islamisasi di Barat. Gerakan ini didirikan di Jerman pada 11 Oktober 2014.
Sosok Edwin Wagensveld dikenal sebagai provokator anti-Islam. Dia sebelumnya melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Dalam aksi terbarunya di Den Haag, Wagensveld mengancam akan meningkatkan situasi yang sudah tegang menyusul insiden di Stockholm.
Sebuah video yang di-posting di media sosial pada hari Senin menunjukkan provokator itu merobek salinan kitab suci umat Islam sebelum membakarnya.
Dia pernah ditangkap pada dua kesempatan sebelumnya karena aktivitas anti-Islamnya. Dalam aksinya hari Senin, Wagensveld mengeklaim dalam video bahwa dia mendapat izin dari otoritas kota Den Haag untuk "penghancuran Al-Qur'an".
Unggahan terpisah di akun Instagram-nya menunjukkan surat yang ditandatangani oleh Wali Kota Den Haag Jan van Zanen yang mengizinkannya menggunakan "benda" dalam protesnya, tetapi melarangnya membakarnya demi keselamatan publik.
"Hak untuk memprotes dan hak untuk kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia dan kebebasan yang dilindungi secara konstitusional," bunyi surat tersebut.
Namun ditambahkan bahwa pada prinsipnya membakar "benda" tersebut tidak diperbolehkan, karena dapat menimbulkan bahaya.
Saat Wagensveld merobek satu halaman dari kitab suci Al-Qur'an dan meremasnya, dia berkata: "Sebentar lagi, akan ada pendaftaran untuk aksi serupa di beberapa kota, saatnya menjawab sikap tidak hormat dari Islam dengan sikap tidak hormat."
Dia kemudian melanjutkan untuk merobek-robek Al-Qur'an, melempar halaman-halaman ke lantai sebelum berkata: "Setelah makan enak dan minum bersama kelompok kami, saatnya untuk membakar sisa-sisa Al-Qur'an."
Klip video kemudian menunjukkan Al-Qur'an dan halaman-halamannya yang robek terbakar dalam api di sebuah benda yang menyerupai wajan yang diletakkan di atas lantai.
“Orang-orang yang mengenal dan mengikuti kami tahu bahwa kami tidak pernah menyerah, kami tidak membiarkan diri kami diintimidasi oleh kekerasan dan ancaman pembunuhan,” katanya.
Dua bulan lalu, Wagensveld ditahan polisi karena menghina Nabi Muhammad menggunakan megafon, menurut laporan berita lokal dan pernyataan tertulis yang dibuat oleh Kantor Kejaksaan Belanda.
Kejaksaan memutuskan, berdasarkan kasus yang ada, pernyataan Wagensveld bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap agama Islam.
Tetapi pada akhirnya diputuskan bahwa dia tidak melakukan kejahatan apa pun dan oleh karena itu dia tidak akan dituntut atas tindakan tersebut.
Wagensveld juga ditahan sebulan sebelumnya karena tidak mematuhi aturan demonstrasi dan peringatan sesuai dengan rencana acara pembakaran Al-Qur'an.
Gerakan PEGIDA telah merencanakan untuk membakar Al-Qur'an di seberang gedung sementara Parlemen Belanda tetapi acara tersebut dibatalkan, menurut pernyataan dari kota Den Haag, yang mengatakan para demonstran ingin menggunakan Al-Qur'an dengan cara yang "provokatif".
"Diputuskan bahwa demonstrasi hanya dapat dilakukan tanpa Al-Qur'an untuk mencegah kekacauan. Para pengunjuk rasa menolak, setelah itu acara dibatalkan," bunyi pernyataan pemerintah kota Den Haag.
Gerakan PEGIDA, di akun media sosialnya, berdalih Wagensveld ditahan dengan alasan menolak menyerahkan Al-Qur'an kepada polisi.
Demonstrasi tandingan juga telah berkumpul wilayah tersebut namun bubar setelah polisi mengumumkan bahwa demonstrasi PEGIDA dibatalkan.
Aksinya mengikuti politisi anti-Islam Denmark-Swedia; Rasmus Paludan, yang membakar salinan Al-Qur'an di luar Kedutaan Turki di Stockholm, Sabtu pekan lalu.
PEGIDA akronim dari Patriotic Europeans Against the Islamization of the West, sebuah gerakan sayap kanan yang menentang Islamisasi di Barat. Gerakan ini didirikan di Jerman pada 11 Oktober 2014.
Sosok Edwin Wagensveld dikenal sebagai provokator anti-Islam. Dia sebelumnya melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Dalam aksi terbarunya di Den Haag, Wagensveld mengancam akan meningkatkan situasi yang sudah tegang menyusul insiden di Stockholm.
Sebuah video yang di-posting di media sosial pada hari Senin menunjukkan provokator itu merobek salinan kitab suci umat Islam sebelum membakarnya.
Dia pernah ditangkap pada dua kesempatan sebelumnya karena aktivitas anti-Islamnya. Dalam aksinya hari Senin, Wagensveld mengeklaim dalam video bahwa dia mendapat izin dari otoritas kota Den Haag untuk "penghancuran Al-Qur'an".
Unggahan terpisah di akun Instagram-nya menunjukkan surat yang ditandatangani oleh Wali Kota Den Haag Jan van Zanen yang mengizinkannya menggunakan "benda" dalam protesnya, tetapi melarangnya membakarnya demi keselamatan publik.
"Hak untuk memprotes dan hak untuk kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia dan kebebasan yang dilindungi secara konstitusional," bunyi surat tersebut.
Namun ditambahkan bahwa pada prinsipnya membakar "benda" tersebut tidak diperbolehkan, karena dapat menimbulkan bahaya.
Saat Wagensveld merobek satu halaman dari kitab suci Al-Qur'an dan meremasnya, dia berkata: "Sebentar lagi, akan ada pendaftaran untuk aksi serupa di beberapa kota, saatnya menjawab sikap tidak hormat dari Islam dengan sikap tidak hormat."
Dia kemudian melanjutkan untuk merobek-robek Al-Qur'an, melempar halaman-halaman ke lantai sebelum berkata: "Setelah makan enak dan minum bersama kelompok kami, saatnya untuk membakar sisa-sisa Al-Qur'an."
Klip video kemudian menunjukkan Al-Qur'an dan halaman-halamannya yang robek terbakar dalam api di sebuah benda yang menyerupai wajan yang diletakkan di atas lantai.
“Orang-orang yang mengenal dan mengikuti kami tahu bahwa kami tidak pernah menyerah, kami tidak membiarkan diri kami diintimidasi oleh kekerasan dan ancaman pembunuhan,” katanya.
Dua bulan lalu, Wagensveld ditahan polisi karena menghina Nabi Muhammad menggunakan megafon, menurut laporan berita lokal dan pernyataan tertulis yang dibuat oleh Kantor Kejaksaan Belanda.
Kejaksaan memutuskan, berdasarkan kasus yang ada, pernyataan Wagensveld bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap agama Islam.
Tetapi pada akhirnya diputuskan bahwa dia tidak melakukan kejahatan apa pun dan oleh karena itu dia tidak akan dituntut atas tindakan tersebut.
Wagensveld juga ditahan sebulan sebelumnya karena tidak mematuhi aturan demonstrasi dan peringatan sesuai dengan rencana acara pembakaran Al-Qur'an.
Gerakan PEGIDA telah merencanakan untuk membakar Al-Qur'an di seberang gedung sementara Parlemen Belanda tetapi acara tersebut dibatalkan, menurut pernyataan dari kota Den Haag, yang mengatakan para demonstran ingin menggunakan Al-Qur'an dengan cara yang "provokatif".
"Diputuskan bahwa demonstrasi hanya dapat dilakukan tanpa Al-Qur'an untuk mencegah kekacauan. Para pengunjuk rasa menolak, setelah itu acara dibatalkan," bunyi pernyataan pemerintah kota Den Haag.
Gerakan PEGIDA, di akun media sosialnya, berdalih Wagensveld ditahan dengan alasan menolak menyerahkan Al-Qur'an kepada polisi.
Demonstrasi tandingan juga telah berkumpul wilayah tersebut namun bubar setelah polisi mengumumkan bahwa demonstrasi PEGIDA dibatalkan.
(min)