Macron Bicara Blak-blakan tentang Paradoks Putin
Selasa, 10 Januari 2023 - 20:51 WIB
PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin bukanlah orang yang “tidak menyenangkan”, tetapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk meluncurkan “perang” di Ukraina.
Presiden Prancis membuat pernyataan aneh itu saat tampil pada Sabtu di Les Rencontres du Papotin, program TV yang dibawakan sekelompok jurnalis autis.
Macron dikritik para jurnalis tentang berbagai macam masalah, termasuk hubungannya dengan Putin.
“Ketika kamu bertemu dengannya seperti itu, dia bukan tidak menyenangkan. Itulah paradoksnya,” ujar Macron, menambahkan, “Tidak ada yang membenarkan untuk memulai perang.”
Presiden Prancis juga mengungkapkan pandangannya tentang akar konflik antara Moskow dan Kiev.
Dia menyatakan tujuan sebenarnya dari Putin adalah pemulihan "kerajaan" Rusia. Namun, Macron tidak merinci bagaimana tepatnya permusuhan yang sedang berlangsung dapat membantu mencapai tujuan yang dituduhkan ini.
“Pada dasarnya, dia meluncurkan perang ini untuk memulihkan wilayah dan memperluas batas Rusia ke kekaisaran yang pernah ada. Dia memikul tanggung jawab yang sangat berat untuk dirinya sendiri, rakyatnya, jelas untuk rakyat Ukraina, dan untuk kita semua. Beginilah cara saya melihat sesuatu,” papar Macron.
Presiden Prancis juga memperingatkan tentang kesalahpahaman bahwa pasukan Rusia entah bagaimana berada di ambang kekalahan di Ukraina.
Meski pasukan Rusia telah mengalami korban tertentu, Macron menegaskan, pasukan Kiev sama sekali tidak mendekati kemenangan di medan perang.
Macron mengambil sikap yang agak ambigu selama konflik yang sedang berlangsung. Dia sendiri telah berulang kali menggarisbawahi perlunya melakukan pembicaraan dengan Rusia.
Pada saat yang sama, Paris telah mengikuti sikap kolektif Barat yang anti-Rusia dan secara aktif mendukung Kiev.
Prancis pekan lalu menjanjikan bantuan baru berupa tank beroda untuk pasukan Ukraina.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Sesaat sebelum permusuhan pecah, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun.
September lalu, Donetsk dan Luhansk, serta Wilayah Kherson dan Zaporozhye, digabungkan ke dalam Rusia setelah referendum.
Presiden Prancis membuat pernyataan aneh itu saat tampil pada Sabtu di Les Rencontres du Papotin, program TV yang dibawakan sekelompok jurnalis autis.
Macron dikritik para jurnalis tentang berbagai macam masalah, termasuk hubungannya dengan Putin.
“Ketika kamu bertemu dengannya seperti itu, dia bukan tidak menyenangkan. Itulah paradoksnya,” ujar Macron, menambahkan, “Tidak ada yang membenarkan untuk memulai perang.”
Presiden Prancis juga mengungkapkan pandangannya tentang akar konflik antara Moskow dan Kiev.
Dia menyatakan tujuan sebenarnya dari Putin adalah pemulihan "kerajaan" Rusia. Namun, Macron tidak merinci bagaimana tepatnya permusuhan yang sedang berlangsung dapat membantu mencapai tujuan yang dituduhkan ini.
“Pada dasarnya, dia meluncurkan perang ini untuk memulihkan wilayah dan memperluas batas Rusia ke kekaisaran yang pernah ada. Dia memikul tanggung jawab yang sangat berat untuk dirinya sendiri, rakyatnya, jelas untuk rakyat Ukraina, dan untuk kita semua. Beginilah cara saya melihat sesuatu,” papar Macron.
Presiden Prancis juga memperingatkan tentang kesalahpahaman bahwa pasukan Rusia entah bagaimana berada di ambang kekalahan di Ukraina.
Meski pasukan Rusia telah mengalami korban tertentu, Macron menegaskan, pasukan Kiev sama sekali tidak mendekati kemenangan di medan perang.
Macron mengambil sikap yang agak ambigu selama konflik yang sedang berlangsung. Dia sendiri telah berulang kali menggarisbawahi perlunya melakukan pembicaraan dengan Rusia.
Pada saat yang sama, Paris telah mengikuti sikap kolektif Barat yang anti-Rusia dan secara aktif mendukung Kiev.
Prancis pekan lalu menjanjikan bantuan baru berupa tank beroda untuk pasukan Ukraina.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Sesaat sebelum permusuhan pecah, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun.
September lalu, Donetsk dan Luhansk, serta Wilayah Kherson dan Zaporozhye, digabungkan ke dalam Rusia setelah referendum.
(sya)
tulis komentar anda