China Klaim Selalu Umumkan Data Transparan Kematian Covid-19
Sabtu, 31 Desember 2022 - 06:30 WIB
BEIJING - China bersikeras bahwa data yang diterbitkannya tentang kematian akibat Covid-19 selalu transparan, lapor media pemerintah. Meskipun angka resminya lebih kecil dibandingkan dengan negara lain dan rumah sakit di China kewalahan menangani infeksi.
“Beijing merilis semua informasi virus, dilakukan dalam semangat keterbukaan," kata seorang kepala kesehatan pada konferensi pers yang diadakan oleh Dewan Negara China, Xinhua melaporkan, Kamis (29/12/2022) malam.
Badan pengendalian penyakit nasional mengatakan, ada sekitar 5.500 kasus lokal baru dan satu kematian pada hari Jumat. Tetapi dengan berakhirnya pengujian massal dan penyempitan kriteria untuk apa yang dianggap sebagai kematian akibat COVID-19, angka tersebut diyakini tidak lagi mencerminkan kenyataan. Beberapa ahli memperkirakan mungkin ada sebanyak 9.000 kematian setiap hari.
"China selalu menerbitkan informasi tentang kematian akibat COVID-19 dan kasus parah dalam semangat keterbukaan dan transparansi," kata Jiao Yahui dari Komisi Kesehatan Nasional (NHC) kepada wartawan.
Jiao mengatakan, China menghitung kematian akibat COVID-19 hanya sebagai kasus orang yang meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh virus setelah dites positif dengan tes asam nukleat, daripada negara lain yang memasukkan semua kematian dalam 28 hari setelah tes positif.
"China selalu berkomitmen pada kriteria ilmiah untuk menilai kematian akibat COVID-19, dari awal hingga akhir, yang sejalan dengan kriteria internasional," kata Jiao.
NHC mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan lagi merilis angka resmi kematian akibat COVID-19 setiap hari. Sementara firma analisis risiko kesehatan, Airfinity, memperkirakan 9.000 kematian setiap hari dan 1,8 juta infeksi per hari di China.
Diperkirakan juga, 1,7 juta kematian di seluruh negeri pada akhir April 2023. Para peneliti yang berbasis di Inggris mengatakan modelnya didasarkan pada data dari provinsi regional China, sebelum perubahan pelaporan infeksi diterapkan, dikombinasikan dengan tingkat pertumbuhan kasus dari negara-negara bekas nol-COVID lainnya ketika mereka mencabut pembatasan.
China mengatakan minggu ini akan mengakhiri karantina wajib pada saat kedatangan, setelah awal bulan mengumumkan telah meninggalkan serangkaian tindakan keras untuk menahan virus corona. Negara terpadat di dunia itu akan menurunkan manajemen COVID-19 mulai 8 Januari, memperlakukannya sebagai infeksi Kelas B, bukan infeksi Kelas A yang lebih serius.
“Beijing merilis semua informasi virus, dilakukan dalam semangat keterbukaan," kata seorang kepala kesehatan pada konferensi pers yang diadakan oleh Dewan Negara China, Xinhua melaporkan, Kamis (29/12/2022) malam.
Badan pengendalian penyakit nasional mengatakan, ada sekitar 5.500 kasus lokal baru dan satu kematian pada hari Jumat. Tetapi dengan berakhirnya pengujian massal dan penyempitan kriteria untuk apa yang dianggap sebagai kematian akibat COVID-19, angka tersebut diyakini tidak lagi mencerminkan kenyataan. Beberapa ahli memperkirakan mungkin ada sebanyak 9.000 kematian setiap hari.
"China selalu menerbitkan informasi tentang kematian akibat COVID-19 dan kasus parah dalam semangat keterbukaan dan transparansi," kata Jiao Yahui dari Komisi Kesehatan Nasional (NHC) kepada wartawan.
Jiao mengatakan, China menghitung kematian akibat COVID-19 hanya sebagai kasus orang yang meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh virus setelah dites positif dengan tes asam nukleat, daripada negara lain yang memasukkan semua kematian dalam 28 hari setelah tes positif.
"China selalu berkomitmen pada kriteria ilmiah untuk menilai kematian akibat COVID-19, dari awal hingga akhir, yang sejalan dengan kriteria internasional," kata Jiao.
NHC mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan lagi merilis angka resmi kematian akibat COVID-19 setiap hari. Sementara firma analisis risiko kesehatan, Airfinity, memperkirakan 9.000 kematian setiap hari dan 1,8 juta infeksi per hari di China.
Diperkirakan juga, 1,7 juta kematian di seluruh negeri pada akhir April 2023. Para peneliti yang berbasis di Inggris mengatakan modelnya didasarkan pada data dari provinsi regional China, sebelum perubahan pelaporan infeksi diterapkan, dikombinasikan dengan tingkat pertumbuhan kasus dari negara-negara bekas nol-COVID lainnya ketika mereka mencabut pembatasan.
China mengatakan minggu ini akan mengakhiri karantina wajib pada saat kedatangan, setelah awal bulan mengumumkan telah meninggalkan serangkaian tindakan keras untuk menahan virus corona. Negara terpadat di dunia itu akan menurunkan manajemen COVID-19 mulai 8 Januari, memperlakukannya sebagai infeksi Kelas B, bukan infeksi Kelas A yang lebih serius.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda