Menlu Wang Yi Peringatkan Blinken: AS Menikam China dari Belakang!
Minggu, 25 Desember 2022 - 06:01 WIB
BEIJING - Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi memperingatkan Menlu AS Antony Blinken bahwa Washington harus menghentikan "trik lama intimidasi sepihak" yang diberikannya ke Beijing.
Kedua diplomat top itu melakukan panggilan telepon atas permintaan Washington, ungkap pernyataan pemerintah China.
“Harus ditunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak boleh mengejar dialog dan kerja sama sambil menahan dan menikam China dari belakang,” tegas Wang kepada Blinken, menurut pembacaan panggilan telepon yang diedarkan Kementerian Luar Negeri China.
Wang menambahkan, “Efeknya, itu masih trik lama dari intimidasi sepihak. Itu tidak berhasil dengan China di masa lalu, juga tidak akan berhasil di masa depan.”
Wang menambahkan, “Washington harus menganggap serius keprihatinan sah China, berhenti menahan dan menekan pembangunan China, dan khususnya berhenti menggunakan taktik salami untuk terus-menerus menantang garis merah China.”
Taktik salami mengacu pada praktik negosiasi yang berulang kali mengamankan konsesi kecil dan bertahap.
Washington dan Beijing harus membangun “kesepakatan bersama” yang dicapai presiden AS dan China selama pertemuan mereka baru-baru ini di Indonesia, Wang menekankan.
“Mentalitas zero-sum hanya akan membawa kedua negara besar saling melemahkan dan bertabrakan langsung. Dan tidak bisa lebih jelas siapa yang benar dan siapa yang salah,” ujar dia.
Menurut pihak China, Blinken menegaskan kembali rasa hormat Washington terhadap kebijakan Satu-China dan mengatakan AS "tidak mendukung 'kemerdekaan' Taiwan."
“Kedua belah pihak juga bertukar pandangan tentang masalah Ukraina. Wang Yi menekankan China selalu mendukung perdamaian,” papar Kemlu China.
Departemen Luar Negeri AS juga merilis pembacaan bungkam dari pembicaraan tersebut, hanya menyatakan Blinken telah “membahas perlunya mempertahankan jalur komunikasi terbuka dan mengelola secara bertanggung jawab” hubungan bilateral.
AS juga mengatakan diplomat utamanya "mengangkat kekhawatiran tentang perang Rusia melawan Ukraina dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap keamanan global dan stabilitas ekonomi" selama panggilan telepon.
Selama beberapa tahun terakhir, hubungan China-AS telah diganggu berbagai masalah, dengan masalah Taiwan tetap menjadi masalah utama.
Meski secara resmi mengikuti kebijakan Satu-China dan mengakui kedaulatan Beijing atas pulau itu, Washington secara aktif bekerja sama dengan Taipei.
Kunjungan pejabat senior AS ke Taiwan, serta kerja sama militer yang berkembang pesat antara Taipei dan Washington, telah berulang kali menimbulkan keberatan dari Beijing, yang melihat kegiatan seperti itu sebagai campur tangan dalam urusan dalam negerinya.
Taiwan secara de-facto merdeka sejak 1949 ketika pihak yang kalah dalam Perang Saudara China pindah ke pulau itu dan mendirikan pemerintahannya sendiri di sana.
China menganggap pulau itu sebagai bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayahnya.
Kedua diplomat top itu melakukan panggilan telepon atas permintaan Washington, ungkap pernyataan pemerintah China.
“Harus ditunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak boleh mengejar dialog dan kerja sama sambil menahan dan menikam China dari belakang,” tegas Wang kepada Blinken, menurut pembacaan panggilan telepon yang diedarkan Kementerian Luar Negeri China.
Wang menambahkan, “Efeknya, itu masih trik lama dari intimidasi sepihak. Itu tidak berhasil dengan China di masa lalu, juga tidak akan berhasil di masa depan.”
Wang menambahkan, “Washington harus menganggap serius keprihatinan sah China, berhenti menahan dan menekan pembangunan China, dan khususnya berhenti menggunakan taktik salami untuk terus-menerus menantang garis merah China.”
Taktik salami mengacu pada praktik negosiasi yang berulang kali mengamankan konsesi kecil dan bertahap.
Washington dan Beijing harus membangun “kesepakatan bersama” yang dicapai presiden AS dan China selama pertemuan mereka baru-baru ini di Indonesia, Wang menekankan.
“Mentalitas zero-sum hanya akan membawa kedua negara besar saling melemahkan dan bertabrakan langsung. Dan tidak bisa lebih jelas siapa yang benar dan siapa yang salah,” ujar dia.
Menurut pihak China, Blinken menegaskan kembali rasa hormat Washington terhadap kebijakan Satu-China dan mengatakan AS "tidak mendukung 'kemerdekaan' Taiwan."
“Kedua belah pihak juga bertukar pandangan tentang masalah Ukraina. Wang Yi menekankan China selalu mendukung perdamaian,” papar Kemlu China.
Departemen Luar Negeri AS juga merilis pembacaan bungkam dari pembicaraan tersebut, hanya menyatakan Blinken telah “membahas perlunya mempertahankan jalur komunikasi terbuka dan mengelola secara bertanggung jawab” hubungan bilateral.
AS juga mengatakan diplomat utamanya "mengangkat kekhawatiran tentang perang Rusia melawan Ukraina dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap keamanan global dan stabilitas ekonomi" selama panggilan telepon.
Selama beberapa tahun terakhir, hubungan China-AS telah diganggu berbagai masalah, dengan masalah Taiwan tetap menjadi masalah utama.
Meski secara resmi mengikuti kebijakan Satu-China dan mengakui kedaulatan Beijing atas pulau itu, Washington secara aktif bekerja sama dengan Taipei.
Kunjungan pejabat senior AS ke Taiwan, serta kerja sama militer yang berkembang pesat antara Taipei dan Washington, telah berulang kali menimbulkan keberatan dari Beijing, yang melihat kegiatan seperti itu sebagai campur tangan dalam urusan dalam negerinya.
Taiwan secara de-facto merdeka sejak 1949 ketika pihak yang kalah dalam Perang Saudara China pindah ke pulau itu dan mendirikan pemerintahannya sendiri di sana.
China menganggap pulau itu sebagai bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayahnya.
(sya)
tulis komentar anda