Hacker Korut Gasak Mata Uang Kripto Senilai Rp18,7 T
Jum'at, 23 Desember 2022 - 22:08 WIB
SEOUL - Peretas atau hacker asal Korea Utara telah mencuri mata uang kripto dan aset virtual lainnya senilai sekitar USD1,2 miliar atau sekitar Rp18,7 triliun dalam beberapa tahun terakhir. Itu dilakukan untuk menopang persediaan mata uang asing Pyongyang.
Hal itu berdasarkan laporan badan intelijen Korea Selatan, Badan Intelijen Nasional (NIS).
"Pencurian terjadi selama periode lima tahun dan telah dipercepat tahun ini, dengan sekitar setengah dari aset dicuri pada tahun 2022," kata NIS dalam laporannya seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (23/12/2022).
Dana yang dicuri dilaporkan telah membantu menopang ekonomi Korea Utara dan mendanai program senjata nuklirnya di tengah pandemi Covid-19 dan sanksi PBB yang keras terhadap negara tersebut.
"Pesta" peretasan diduga dimulai sekitar waktu sanksi PBB terhadap Korea Utara diperketat pada tahun 2017, yang memutuskan ekspor utama dari negara tersebut.
"Peretas Korea Utara termasuk yang terbaik di dunia dalam mencuri aset digital karena negara mereka berfokus pada kejahatan dunia maya sebagai sumber pendapatan utama," kata agen mata-mata Seoul.
"Peretas Pyongyang telah menjelajahi dunia untuk mencari target pencurian, termasuk lembaga keuangan dan perusahaan mata uang kripto," tambah NIS.
Menurut laporan tersebut, lebih dari 100 miliar won, atau sekitar 7% dari aset yang dicuri, berasal dari Korea Selatan.
Kerugian finansial bukan satu-satunya kekhawatiran Seoul. NIS mengatakan peretas Korea Utara dan China juga menargetkan rahasia teknologi AS dan Korea Selatan di industri seperti tenaga nuklir, semikonduktor, pertahanan, dan luar angkasa.
"Pyongyang kemungkinan akan mencoba meretas informasi rahasia tentang kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Seoul," kata agensi itu.
Awal tahun ini, FBI mengklaim pada bulan April, peretas yang memiliki hubungan dengan pemerintah Korea Utara mencuri mata uang kripto Ethereum senilai USD620 juta (Rp9,6 triliun) dari sebuah perusahaan video game.
Seorang pejabat Gedung Putih pada bulan Juli dilaporkan menuduh bahwa pencurian peretasan menyumbang sekitar sepertiga dari dana untuk program rudal Korea Utara.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara pada bulan Februari lalu membantah tuduhan Amerika Serikat (AS) atas serangan siber dan pencurian online. Tuduhan palsu dimaksudkan untuk menodai reputasi Korea Utara dan mengancam kedaulatannya
“Oleh karena itu, kami tidak akan pernah mengabaikan tindakan ini,” kata kementerian itu.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
Hal itu berdasarkan laporan badan intelijen Korea Selatan, Badan Intelijen Nasional (NIS).
"Pencurian terjadi selama periode lima tahun dan telah dipercepat tahun ini, dengan sekitar setengah dari aset dicuri pada tahun 2022," kata NIS dalam laporannya seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (23/12/2022).
Dana yang dicuri dilaporkan telah membantu menopang ekonomi Korea Utara dan mendanai program senjata nuklirnya di tengah pandemi Covid-19 dan sanksi PBB yang keras terhadap negara tersebut.
"Pesta" peretasan diduga dimulai sekitar waktu sanksi PBB terhadap Korea Utara diperketat pada tahun 2017, yang memutuskan ekspor utama dari negara tersebut.
"Peretas Korea Utara termasuk yang terbaik di dunia dalam mencuri aset digital karena negara mereka berfokus pada kejahatan dunia maya sebagai sumber pendapatan utama," kata agen mata-mata Seoul.
"Peretas Pyongyang telah menjelajahi dunia untuk mencari target pencurian, termasuk lembaga keuangan dan perusahaan mata uang kripto," tambah NIS.
Menurut laporan tersebut, lebih dari 100 miliar won, atau sekitar 7% dari aset yang dicuri, berasal dari Korea Selatan.
Kerugian finansial bukan satu-satunya kekhawatiran Seoul. NIS mengatakan peretas Korea Utara dan China juga menargetkan rahasia teknologi AS dan Korea Selatan di industri seperti tenaga nuklir, semikonduktor, pertahanan, dan luar angkasa.
"Pyongyang kemungkinan akan mencoba meretas informasi rahasia tentang kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Seoul," kata agensi itu.
Awal tahun ini, FBI mengklaim pada bulan April, peretas yang memiliki hubungan dengan pemerintah Korea Utara mencuri mata uang kripto Ethereum senilai USD620 juta (Rp9,6 triliun) dari sebuah perusahaan video game.
Seorang pejabat Gedung Putih pada bulan Juli dilaporkan menuduh bahwa pencurian peretasan menyumbang sekitar sepertiga dari dana untuk program rudal Korea Utara.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara pada bulan Februari lalu membantah tuduhan Amerika Serikat (AS) atas serangan siber dan pencurian online. Tuduhan palsu dimaksudkan untuk menodai reputasi Korea Utara dan mengancam kedaulatannya
“Oleh karena itu, kami tidak akan pernah mengabaikan tindakan ini,” kata kementerian itu.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
(ian)
tulis komentar anda