Dukung Protes, Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Dihukum 3 Tahun Penjara
Sabtu, 10 Desember 2022 - 02:01 WIB
TEHERAN - Farideh Moradkhani, pengkritik keras pemerintah Iran, telah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, menurut pengacaranya pada Jumat (9/12/2022).
Moradkhani merupakan keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei. Dia ditangkap bulan lalu setelah menyatakan dukungannya pada protes anti-rezim yang sedang berlangsung di Iran.
Tak hanya itu, dia menyeru masyarakat internasional memutuskan hubungan dengan Teheran.
Pengacara Moradkhani, Mohammad Hossein Aghasi, mengatakan di Twitter bahwa kliennya awalnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
“Setelah banding, hukuman penjara Moradkhani dikurangi menjadi tiga tahun,” ujar Aghasi.
Aghasi mengatakan Moradkhani diadili oleh Pengadilan Ulama Khusus Iran, pengadilan independen dari peradilan negara.
Pengadilan ditugaskan menuntut para ulama dan hanya tunduk pada pemimpin tertinggi Iran.
Agahsi mengatakan pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas kasus kliennya mengingat dia bukan seorang ulama.
Dia tidak mengatakan apa yang dituduhkan kepada Moradkhani, dan belum ada komentar dari pihak berwenang atau media pemerintah mengenai kasus tersebut.
Moradkhani pernah mengkritik rezim di masa lalu dan ditangkap pada dua kesempatan terpisah yakni awal tahun ini dan pada 2018.
Awal pekan ini, Badri Hosseini Khamenei, ibu Moradkhani dan saudara perempuan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei yang tinggal di Iran, menyatakan penentangannya terhadap rezim saudara laki-lakinya dan meminta pasukan militer bergabung dengan pengunjuk rasa "sebelum terlambat".
Pernyataan itu terungkap dalam surat yang dibagikan putranya yang berbasis di Prancis.
“Garda Revolusi dan tentara bayaran Ali Khamenei harus meletakkan senjata mereka sesegera mungkin dan bergabung dengan rakyat sebelum terlambat,” bunyi surat itu.
“Sebagai tugas kemanusiaan saya, berkali-kali saya membawa suara rakyat ke telinga saudara laki-laki saya Ali Khamenei beberapa dekade yang lalu. Namun, setelah saya melihat bahwa dia tidak mendengarkan dan melanjutkan cara (mantan Pemimpin Tertinggi Ruhollah) Khomeini dalam menekan dan membunuh orang yang tidak bersalah, saya memutuskan hubungan saya dengannya,” tegas dia.
Protes telah melanda Iran sejak 16 September ketika wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun Mahsa Amini meninggal setelah penangkapannya oleh polisi moralitas di Teheran.
Demonstran menyerukan kejatuhan rezim dalam gerakan yang telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi Republik Islam sejak didirikan pada 1979.
Sebanyak 458 orang, termasuk 63 anak-anak dan 29 wanita, telah dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes tersebut, menurut kelompok hak asasi manusia Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Oslo.
Moradkhani merupakan keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei. Dia ditangkap bulan lalu setelah menyatakan dukungannya pada protes anti-rezim yang sedang berlangsung di Iran.
Tak hanya itu, dia menyeru masyarakat internasional memutuskan hubungan dengan Teheran.
Pengacara Moradkhani, Mohammad Hossein Aghasi, mengatakan di Twitter bahwa kliennya awalnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
“Setelah banding, hukuman penjara Moradkhani dikurangi menjadi tiga tahun,” ujar Aghasi.
Aghasi mengatakan Moradkhani diadili oleh Pengadilan Ulama Khusus Iran, pengadilan independen dari peradilan negara.
Pengadilan ditugaskan menuntut para ulama dan hanya tunduk pada pemimpin tertinggi Iran.
Agahsi mengatakan pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas kasus kliennya mengingat dia bukan seorang ulama.
Dia tidak mengatakan apa yang dituduhkan kepada Moradkhani, dan belum ada komentar dari pihak berwenang atau media pemerintah mengenai kasus tersebut.
Moradkhani pernah mengkritik rezim di masa lalu dan ditangkap pada dua kesempatan terpisah yakni awal tahun ini dan pada 2018.
Awal pekan ini, Badri Hosseini Khamenei, ibu Moradkhani dan saudara perempuan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei yang tinggal di Iran, menyatakan penentangannya terhadap rezim saudara laki-lakinya dan meminta pasukan militer bergabung dengan pengunjuk rasa "sebelum terlambat".
Pernyataan itu terungkap dalam surat yang dibagikan putranya yang berbasis di Prancis.
“Garda Revolusi dan tentara bayaran Ali Khamenei harus meletakkan senjata mereka sesegera mungkin dan bergabung dengan rakyat sebelum terlambat,” bunyi surat itu.
“Sebagai tugas kemanusiaan saya, berkali-kali saya membawa suara rakyat ke telinga saudara laki-laki saya Ali Khamenei beberapa dekade yang lalu. Namun, setelah saya melihat bahwa dia tidak mendengarkan dan melanjutkan cara (mantan Pemimpin Tertinggi Ruhollah) Khomeini dalam menekan dan membunuh orang yang tidak bersalah, saya memutuskan hubungan saya dengannya,” tegas dia.
Protes telah melanda Iran sejak 16 September ketika wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun Mahsa Amini meninggal setelah penangkapannya oleh polisi moralitas di Teheran.
Demonstran menyerukan kejatuhan rezim dalam gerakan yang telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi Republik Islam sejak didirikan pada 1979.
Sebanyak 458 orang, termasuk 63 anak-anak dan 29 wanita, telah dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes tersebut, menurut kelompok hak asasi manusia Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Oslo.
(sya)
tulis komentar anda