Ulama Sunni Terkemuka Iran: Demonstran Seharusnya Tak Boleh Dihukum Mati

Sabtu, 03 Desember 2022 - 10:56 WIB
Ulama Sunni terkemuka Iran, Molavi Abdolhamid, mengkritik penerapan hukuman mati terhadap para demonstran anti-pemerintah. Foto/via Al Arabiya
TEHERAN - Ulama Sunni terkemuka Iran , Molavi Abdolhamid, mengkritik penerapan hukuman mati terhadap para demonstran anti-pemerintah dengan dalih mereka melawan Tuhan.

Itu disampaikan dalam khotbah salat Jumat ketika demo di Iran terus berlanjut meski ada tindakan keras dari pasukan keamanan.

Sebuah video yang diposting oleh kelompok Iran Human Rights (IHR) menunjukkan wanita etnis minoritas Baluch meneriakkan "Saya akan membunuh siapa pun yang membunuh saudara laki-laki saya" dan polisi menembak apa yang dikatakannya sebagai tembakan burung dan gas air mata ke arah para demonstran.



Video lain yang belum bisa diverifikasi secara independen menunjukkan pengunjuk rasa yang terluka dirawat di klinik darurat di sebuah masjid.



Abdolhamid, seorang ulama Sunni yang kritis di Iran, mengatakan adalah salah bagi pengadilan garis keras untuk menuntut pengunjuk rasa dengan "moharebeh"—istilah Islam yang berarti berperang melawan Tuhan—yang membawa hukuman mati.

“Seseorang yang memprotes dengan batu dan tongkat atau hanya dengan berteriak tidak boleh dituduh moharebeh. Apa yang Al-Qur'an sebut moharebeh adalah ketika sebuah kelompok menggunakan senjata dan terlibat (dalam pertempuran),” kata Abdolhamid dalam khotbahnya, yang dipublikasikan di situs webnya.

Selain Zahedan, ibu kota provinsi Sistan-Baluchestan tempat Molavi Abdolhamid menyampaikan khotbah, protes diadakan di Chabahar, Taftan dan bagian lain dari provinsi miskin tersebut.

Pada hari Selasa, Javaid Rehman, seorang pakar independen yang ditunjuk PBB di Iran, menyuarakan keprihatinan bahwa represi terhadap pengunjuk rasa semakin meningkat, dengan pihak berwenang meluncurkan "kampanye" untuk menjatuhkan hukuman mati kepada demonstran.



Sudah 21 orang yang ditangkap dalam konteks protes menghadapi hukuman mati. "Termasuk seorang wanita yang didakwa atas pelanggaran pidana yang tidak jelas dan dirumuskan secara luas, dan enam orang telah dijatuhi hukuman bulan ini," kata Rehman, seperti dikutip Reuters, Sabtu (3/12/2022).

PBB mengatakan lebih dari 300 orang telah tewas sejauh ini dan 14.000 ditangkap dalam protes yang dimulai setelah kematian Mahsa Amini pada 16 September. Wanita muda Kurdi-Iran itu tewas setelah ditangkap polisi moral di Teheran atas tuduhan melanggar aturan wajib berjilbab yang diberlakukan ketat di Iran.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More