Ulama Sunni Iran Sebut Khamenei Bertanggung Jawab atas Pembunuhan 66 Demonstran, IRGC Marah
Sabtu, 22 Oktober 2022 - 19:58 WIB
TEHERAN - Seorang ulama Sunni ternama Iran dalam khotbah salat Jumat mengatakan para pejabat termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei bertanggung jawab atas pembunuhan 66 demonstran di kota Zahedan bulan lalu. Khotbahnya itu menyulut kemarahan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Ulama tersebut bernama Molavi Abdolhamid. Dia merupakan ulama Sunni terkenal di Zahedan.
IRGC menuduh ulama tersebut melakukan agitasi terhadap Republik Islam Iran dan memperingatkan bahwa tindakan itu akan merugikannya.
Amnesty International mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 orang dalam tindakan keras setelah salat Jumat di Zahedan, di tenggara Iran, pada 30 September 2022. Itu merupakan kekerasan paling mematikan selama lima minggu protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Molavi Abdolhamid mengatakan selama khotbah salat Jumat bahwa para pejabat termasuk Ayatollah Ali Khamenei "bertanggung jawab di hadapan Tuhan" atas pembunuhan 30 September tersebut.
Sebuah pernyataan singkat di situs berita resminya; Sepah News, IRGC mengatakan: "Tuan Abdolhamid, mendorong dan mengagitasi kaum muda melawan Republik Islam Iran yang suci dapat merugikan Anda! Ini adalah peringatan terakhir!"
Protes besar di seluruh Iran dipicu oleh kematian Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran yang meninggal setelah ditahan oleh polisi moral karena berjilbab secara tidak pantas. Demo berminggu-minggu ini telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi Republik Islam Iran sejak revolusi 1979.
Meskipun protes tampaknya tidak akan menggulingkan pemerintah, kerusuhan telah melanda seluruh negeri termasuk daerah yang dihuni oleh etnis minoritas.
Zahedan adalah ibu kota provinsi provinsi Sistan-Baluchistan, wilayah Iran tenggara yang berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan dan rumah bagi etnis minoritas Baluch.
Media pemerintah mengatakan pada saat kekerasan 30 September bahwa individu bersenjata tak dikenal menembaki sebuah kantor polisi, mendorong pasukan keamanan untuk membalas tembakan.
IRGC Iran mengatakan lima anggota pasukannya dan relawan milisi Basij tewas dalam kekerasan 30 September. Pihak berwenang menyalahkan kelompok militan Baluchi.
Baik kelompok itu maupun faksi lain di wilyah itu tidak mengklaim bertanggung jawab seperti yang dituduhkan pihak berwenang Iran.
Setelah protes meletus lagi di Zahedan pada hari Jumat, Wakil Menteri Dalam Negeri Untuk Keamanan, Majid Mir Ahmadi, mengatakan ketenangan telah kembali. Demikian dilaporkan kantor berita IRNA pada hari Sabtu (22/10/2022).
"150 preman menyerang properti umum dan bahkan toko-toko milik Sunni," katanya.
Pada hari Jumat, polisi menangkap sedikitnya 57 orang, yang digambarkan sebagai "perusuh", setelah pengunjuk rasa melemparkan batu dan menyerang bank-bank di kota itu. Demikian disampaikan kepala polisi provinsi setempat, Ahmad Taheri.
Televisi pemerintah melaporkan hingga 300 pengunjuk rasa berbaris di kota itu setelah salat Jumat. Televisi itu menunjukkan bank dan toko dengan jendela pecah.
Abdolhamid menggambarkan pembunuhan 30 September sebagai pembantaian. Dia mengatakan peluru telah ditembakkan ke kepala dan dada para korban. "Skor terbunuh di sini. Saya tidak punya angka pasti. Ada yang melaporkan 90, ada yang bilang kurang, ada yang bilang lebih," katanya dalam khotbah yang di-posting di situsnya.
Ulama tersebut bernama Molavi Abdolhamid. Dia merupakan ulama Sunni terkenal di Zahedan.
IRGC menuduh ulama tersebut melakukan agitasi terhadap Republik Islam Iran dan memperingatkan bahwa tindakan itu akan merugikannya.
Amnesty International mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 orang dalam tindakan keras setelah salat Jumat di Zahedan, di tenggara Iran, pada 30 September 2022. Itu merupakan kekerasan paling mematikan selama lima minggu protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Molavi Abdolhamid mengatakan selama khotbah salat Jumat bahwa para pejabat termasuk Ayatollah Ali Khamenei "bertanggung jawab di hadapan Tuhan" atas pembunuhan 30 September tersebut.
Sebuah pernyataan singkat di situs berita resminya; Sepah News, IRGC mengatakan: "Tuan Abdolhamid, mendorong dan mengagitasi kaum muda melawan Republik Islam Iran yang suci dapat merugikan Anda! Ini adalah peringatan terakhir!"
Protes besar di seluruh Iran dipicu oleh kematian Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran yang meninggal setelah ditahan oleh polisi moral karena berjilbab secara tidak pantas. Demo berminggu-minggu ini telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi Republik Islam Iran sejak revolusi 1979.
Meskipun protes tampaknya tidak akan menggulingkan pemerintah, kerusuhan telah melanda seluruh negeri termasuk daerah yang dihuni oleh etnis minoritas.
Zahedan adalah ibu kota provinsi provinsi Sistan-Baluchistan, wilayah Iran tenggara yang berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan dan rumah bagi etnis minoritas Baluch.
Media pemerintah mengatakan pada saat kekerasan 30 September bahwa individu bersenjata tak dikenal menembaki sebuah kantor polisi, mendorong pasukan keamanan untuk membalas tembakan.
IRGC Iran mengatakan lima anggota pasukannya dan relawan milisi Basij tewas dalam kekerasan 30 September. Pihak berwenang menyalahkan kelompok militan Baluchi.
Baik kelompok itu maupun faksi lain di wilyah itu tidak mengklaim bertanggung jawab seperti yang dituduhkan pihak berwenang Iran.
Setelah protes meletus lagi di Zahedan pada hari Jumat, Wakil Menteri Dalam Negeri Untuk Keamanan, Majid Mir Ahmadi, mengatakan ketenangan telah kembali. Demikian dilaporkan kantor berita IRNA pada hari Sabtu (22/10/2022).
"150 preman menyerang properti umum dan bahkan toko-toko milik Sunni," katanya.
Pada hari Jumat, polisi menangkap sedikitnya 57 orang, yang digambarkan sebagai "perusuh", setelah pengunjuk rasa melemparkan batu dan menyerang bank-bank di kota itu. Demikian disampaikan kepala polisi provinsi setempat, Ahmad Taheri.
Televisi pemerintah melaporkan hingga 300 pengunjuk rasa berbaris di kota itu setelah salat Jumat. Televisi itu menunjukkan bank dan toko dengan jendela pecah.
Abdolhamid menggambarkan pembunuhan 30 September sebagai pembantaian. Dia mengatakan peluru telah ditembakkan ke kepala dan dada para korban. "Skor terbunuh di sini. Saya tidak punya angka pasti. Ada yang melaporkan 90, ada yang bilang kurang, ada yang bilang lebih," katanya dalam khotbah yang di-posting di situsnya.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda