Joe Biden Tak Berencana Bertemu Mohammed bin Salman di KTT G20 Indonesia
Senin, 17 Oktober 2022 - 09:29 WIB
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak memiliki rencana untuk bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di KTT G20 bulan depan di Bali, Indonesia.
Hal itu disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan kepada CNN.
Pernyataan Sullivan muncul ketika Washington dan Riyadh bersitegang setelah Arab Saudi memimpin OPEC+ untuk memangkas produksi minyak hingga 2 juta per barel mulai November bulan depan.
Sullivan mengatakan Biden akan bertindak “secara metodis” dalam memutuskan bagaimana menanggapi Arab Saudi mengenai pengurangan produksi minyak dan opsi termasuk perubahan pada bantuan keamanan AS.
Menurut Sullivan, tidak ada perubahan pada hubungan AS-Saudi yang akan segera terjadi setelah Biden sebelumnya menyatakan akan mengevaluasi kembali hubungan kedua negara.
"Presiden tidak akan bertindak gegabah," katanya.
“Dia akan bertindak secara metodis, strategis, dan dia akan meluangkan waktu untuk berkonsultasi dengan anggota kedua partai dan juga memiliki kesempatan bagi Kongres untuk kembali sehingga dia dapat duduk bersama mereka secara langsung dan membahas opsi-opsi," ujar Sullivan, seperti dikutip dari CNN, Senin (17/10/2022).
Pekan lalu, kartel OPEC yang dipimpin Riyadh dan kelompok tambahan 10 produsen minyak lainnya yang dipimpin oleh Rusia memutuskan untuk mengurangi produksi global hingga dua juta barel per hari mulai November nanti.
Langkah itu diperkirakan akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak global, termasuk di AS. Itu juga akan semakin menguntungkan Rusia yang sedang mendanai perangnya di Ukraina.
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman mengatakan dia terkejut dengan tuduhan bahwa kerajaan berpihak pada Rusia dalam perangnya dengan Ukraina.
Menurut Pangeran Khalid, keputusan OPEC+ diambil dengan suara bulat dan murni untuk alasan ekonomi.
“Diberitakan bahwa tuduhan palsu ini tidak datang dari pemerintah Ukraina,” tulis adik Putra Mahkota Mohammed bin Salman tersebut di Twitter.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
Hal itu disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan kepada CNN.
Pernyataan Sullivan muncul ketika Washington dan Riyadh bersitegang setelah Arab Saudi memimpin OPEC+ untuk memangkas produksi minyak hingga 2 juta per barel mulai November bulan depan.
Sullivan mengatakan Biden akan bertindak “secara metodis” dalam memutuskan bagaimana menanggapi Arab Saudi mengenai pengurangan produksi minyak dan opsi termasuk perubahan pada bantuan keamanan AS.
Menurut Sullivan, tidak ada perubahan pada hubungan AS-Saudi yang akan segera terjadi setelah Biden sebelumnya menyatakan akan mengevaluasi kembali hubungan kedua negara.
"Presiden tidak akan bertindak gegabah," katanya.
“Dia akan bertindak secara metodis, strategis, dan dia akan meluangkan waktu untuk berkonsultasi dengan anggota kedua partai dan juga memiliki kesempatan bagi Kongres untuk kembali sehingga dia dapat duduk bersama mereka secara langsung dan membahas opsi-opsi," ujar Sullivan, seperti dikutip dari CNN, Senin (17/10/2022).
Pekan lalu, kartel OPEC yang dipimpin Riyadh dan kelompok tambahan 10 produsen minyak lainnya yang dipimpin oleh Rusia memutuskan untuk mengurangi produksi global hingga dua juta barel per hari mulai November nanti.
Langkah itu diperkirakan akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak global, termasuk di AS. Itu juga akan semakin menguntungkan Rusia yang sedang mendanai perangnya di Ukraina.
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman mengatakan dia terkejut dengan tuduhan bahwa kerajaan berpihak pada Rusia dalam perangnya dengan Ukraina.
Menurut Pangeran Khalid, keputusan OPEC+ diambil dengan suara bulat dan murni untuk alasan ekonomi.
“Diberitakan bahwa tuduhan palsu ini tidak datang dari pemerintah Ukraina,” tulis adik Putra Mahkota Mohammed bin Salman tersebut di Twitter.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
(min)
tulis komentar anda