Putin: Tidak Perlu Lagi Serangan Rudal Besar-besaran di Ukraina
Sabtu, 15 Oktober 2022 - 05:15 WIB
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan saat ini tidak ada kebutuhan serangan rudal skala besar tambahan pada target Ukraina.
Selama konferensi pers di Astana, Kazakhstan, Jumat (14/10/2022), dia menjelaskan militer Rusia sekarang mengejar tujuan lain, karena hanya tujuh dari sekitar 29 target yang ditetapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia yang tidak terkena pemboman awal pekan ini.
“Tapi benda-benda ini sedang dihabisi secara bertahap. Tidak perlu ada serangan besar-besaran, setidaknya untuk saat ini,” ujar Putin.
Pada Rabu, Menteri Energi Ukraina German Galushchenko mengungkapkan sekitar 30% dari fasilitas energi negara itu rusak dalam dua hari berturut-turut serangan Rusia, menurut CNN.
Putin mengatakan Moskow tidak memiliki niat menghancurkan Ukraina sebagai suatu negara, dan situasi saat ini merupakan tanggapan atas tindakan permusuhan yang dilakukan Kiev.
Dia menjelaskan jika Ukraina tidak memblokir pasokan air ke hampir dua setengah juta orang yang tinggal di Crimea, pasukan Rusia tidak perlu memasuki negara itu untuk membukanya kembali.
“Jika mereka tidak melakukan ini, tidak akan ada tindakan balasan lainnya,” tegas Presiden Rusia.
Dia menambahkan serangan baru-baru ini di Jembatan Crimea memaksa Moskow “berpikir sepuluh kali” tentang betapa pentingnya hal itu bagi Rusia untuk membangun hubungan dengan Crimea di seluruh wilayah Ukraina.
Ditanya apakah dia menyesali keputusan melancarkan serangan militer terhadap Ukraina atau tidak, Putin menekankan, “Segala sesuatu yang terjadi hari ini tidak menyenangkan, secara halus.”
Meskipun demikian, pemimpin Rusia bersikeras, “Semua ini akan terjadi beberapa saat kemudian, tetapi hanya dalam kondisi yang lebih buruk bagi kami,” dengan alasan tindakan Moskow sudah tepat waktu dan benar.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass, yang sejak itu bergabung dengan Federasi Rusia, sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Selama konferensi pers di Astana, Kazakhstan, Jumat (14/10/2022), dia menjelaskan militer Rusia sekarang mengejar tujuan lain, karena hanya tujuh dari sekitar 29 target yang ditetapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia yang tidak terkena pemboman awal pekan ini.
“Tapi benda-benda ini sedang dihabisi secara bertahap. Tidak perlu ada serangan besar-besaran, setidaknya untuk saat ini,” ujar Putin.
Pada Rabu, Menteri Energi Ukraina German Galushchenko mengungkapkan sekitar 30% dari fasilitas energi negara itu rusak dalam dua hari berturut-turut serangan Rusia, menurut CNN.
Putin mengatakan Moskow tidak memiliki niat menghancurkan Ukraina sebagai suatu negara, dan situasi saat ini merupakan tanggapan atas tindakan permusuhan yang dilakukan Kiev.
Dia menjelaskan jika Ukraina tidak memblokir pasokan air ke hampir dua setengah juta orang yang tinggal di Crimea, pasukan Rusia tidak perlu memasuki negara itu untuk membukanya kembali.
“Jika mereka tidak melakukan ini, tidak akan ada tindakan balasan lainnya,” tegas Presiden Rusia.
Dia menambahkan serangan baru-baru ini di Jembatan Crimea memaksa Moskow “berpikir sepuluh kali” tentang betapa pentingnya hal itu bagi Rusia untuk membangun hubungan dengan Crimea di seluruh wilayah Ukraina.
Ditanya apakah dia menyesali keputusan melancarkan serangan militer terhadap Ukraina atau tidak, Putin menekankan, “Segala sesuatu yang terjadi hari ini tidak menyenangkan, secara halus.”
Meskipun demikian, pemimpin Rusia bersikeras, “Semua ini akan terjadi beberapa saat kemudian, tetapi hanya dalam kondisi yang lebih buruk bagi kami,” dengan alasan tindakan Moskow sudah tepat waktu dan benar.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass, yang sejak itu bergabung dengan Federasi Rusia, sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)
tulis komentar anda