Merampok Bank Pakai Pistol Mainan, Wanita Lebanon Dianggap Pahlawan
Kamis, 15 September 2022 - 17:42 WIB
BEIRUT - Seorang wanita Lebanon nekat merampok sebuah bank di Beirut pada Rabu (14/9/2022) dan berhasil menggasak ribuan dollar denganmenggunakan sebuah pistol mainan. Ia melakukan hal itu membayar pengobatan adiknya yang tengah sakit.
Sali Hafez yang ditemani oleh aktivis dari kelompok bernama Deposan's Outcry dalam menjalankan aksinya berhasil mengambil uang senilai USD13 ribu atau senilai Rp193 juta dari tabungannya yang dibekukan.
Beberapa aktivis memasuki bank bersama Hafez, sementara yang lain melakukan protes di pintu masuk. Hafez akhirnya pergi dengan uang tunai dalam kantong plastik, kata saksi.
Mereka memasuki cabang Bank BLOM dan menyerbu ke kantor pengelola. Mereka memaksa karyawan bank untuk menyerahkan USD12.000 dan uang setara dengan sekitar USD1.000 dalam pound Lebanon.
Pasukan keamanan yang berdiri di luar menangkap beberapa aktivis, termasuk seorang pria yang membawa apa yang tampak seperti pistol. Tidak segera jelas apakah ini juga pistol mainan.
Hafez mengatakan dia memiliki total USD20.000 (Rp298 juta) dalam tabungan yang terperangkap di bank itu. Dia mengatakan dia telah menjual banyak barang pribadinya dan telah mempertimbangkan untuk menjual ginjalnya untuk mendanai pengobatan kanker saudara perempuannya yang berusia 23 tahun.
Kepada stasiun televisi lokal, ia mengatakan telah berulang kali mengunjungi bank untuk meminta uangnya dan diberitahu bahwa ia hanya bisa menerima USD200 (sekitar Rp2,9 juga) sebulan. Hafez mengaku bahwa pistol yang digunakannya adalah pistol mainan milik keponakannya.
“Saya telah memohon kepada manajer cabang sebelumnya untuk uang saya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saudara perempuan saya sedang sekarat, tidak punya banyak waktu lagi,” katanya dalam wawancara.
“Saya mencapai titik di mana saya tidak akan rugi apa-apa lagi,” imbuhnya seperti dikutip dari Washington Post, Kamis (15/9/2022).
Hafez menyiarkan secara langsung aksinya merampok di akun Facebooknya dan mengatakan ia tidak bermaksud untuk menyakiti siapa pun.
"Saya tidak membobol bank untuk membunuh siapa pun atau membakar tempat itu," ujarnya.
"Saya di sini untuk mendapatkan hak saya," serunya.
Atas aksinya itu Hafez pun dianggap sebagai pahlawan di media sosial Lebanon. Pasalnya banyak orang di negara yang dilanda krisis itu berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan mengambil kembali tabungan mereka.
Dia mendorong orang lain untuk mengambil tindakan serupa untuk mendapatkan kembali tabungan mereka.
Untuk diketahui, bank-bank di Lebanon yang kekurangan uang telah memberlakukan batasan ketat pada penarikan mata uang asing sejak 2019, membekukan tabungan jutaan orang. Sekitar tiga perempat dari populasi negara itu telah jatuh ke dalam kemiskinan karena ekonomi negara Mediterania kecil itu terus berputar.
Lebanon telah berjuang selama lebih dari dua tahun untuk menerapkan reformasi utama di sektor perbankan dan ekonominya yang hancur. Sejauh ini gagal mencapai kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional tentang program pemulihan yang akan membuka miliaran dolar dalam pinjaman dan bantuan internasional untuk membuat negara itu layak lagi.
Pemerintah Lebanon telah berjuang agar bisa berfungsi dalam kapasitas sementara sejak Mei, dan Parlemen yang baru-baru ini terpilih tetap sangat terpecah.
Sementara itu, jutaan orang berjuang untuk mengatasi pemadaman listrik yang merajalela dan inflasi yang melonjak.
Sali Hafez yang ditemani oleh aktivis dari kelompok bernama Deposan's Outcry dalam menjalankan aksinya berhasil mengambil uang senilai USD13 ribu atau senilai Rp193 juta dari tabungannya yang dibekukan.
Beberapa aktivis memasuki bank bersama Hafez, sementara yang lain melakukan protes di pintu masuk. Hafez akhirnya pergi dengan uang tunai dalam kantong plastik, kata saksi.
Mereka memasuki cabang Bank BLOM dan menyerbu ke kantor pengelola. Mereka memaksa karyawan bank untuk menyerahkan USD12.000 dan uang setara dengan sekitar USD1.000 dalam pound Lebanon.
Pasukan keamanan yang berdiri di luar menangkap beberapa aktivis, termasuk seorang pria yang membawa apa yang tampak seperti pistol. Tidak segera jelas apakah ini juga pistol mainan.
Hafez mengatakan dia memiliki total USD20.000 (Rp298 juta) dalam tabungan yang terperangkap di bank itu. Dia mengatakan dia telah menjual banyak barang pribadinya dan telah mempertimbangkan untuk menjual ginjalnya untuk mendanai pengobatan kanker saudara perempuannya yang berusia 23 tahun.
Kepada stasiun televisi lokal, ia mengatakan telah berulang kali mengunjungi bank untuk meminta uangnya dan diberitahu bahwa ia hanya bisa menerima USD200 (sekitar Rp2,9 juga) sebulan. Hafez mengaku bahwa pistol yang digunakannya adalah pistol mainan milik keponakannya.
“Saya telah memohon kepada manajer cabang sebelumnya untuk uang saya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saudara perempuan saya sedang sekarat, tidak punya banyak waktu lagi,” katanya dalam wawancara.
“Saya mencapai titik di mana saya tidak akan rugi apa-apa lagi,” imbuhnya seperti dikutip dari Washington Post, Kamis (15/9/2022).
Hafez menyiarkan secara langsung aksinya merampok di akun Facebooknya dan mengatakan ia tidak bermaksud untuk menyakiti siapa pun.
"Saya tidak membobol bank untuk membunuh siapa pun atau membakar tempat itu," ujarnya.
"Saya di sini untuk mendapatkan hak saya," serunya.
Baca Juga
Atas aksinya itu Hafez pun dianggap sebagai pahlawan di media sosial Lebanon. Pasalnya banyak orang di negara yang dilanda krisis itu berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan mengambil kembali tabungan mereka.
Dia mendorong orang lain untuk mengambil tindakan serupa untuk mendapatkan kembali tabungan mereka.
Untuk diketahui, bank-bank di Lebanon yang kekurangan uang telah memberlakukan batasan ketat pada penarikan mata uang asing sejak 2019, membekukan tabungan jutaan orang. Sekitar tiga perempat dari populasi negara itu telah jatuh ke dalam kemiskinan karena ekonomi negara Mediterania kecil itu terus berputar.
Lebanon telah berjuang selama lebih dari dua tahun untuk menerapkan reformasi utama di sektor perbankan dan ekonominya yang hancur. Sejauh ini gagal mencapai kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional tentang program pemulihan yang akan membuka miliaran dolar dalam pinjaman dan bantuan internasional untuk membuat negara itu layak lagi.
Pemerintah Lebanon telah berjuang agar bisa berfungsi dalam kapasitas sementara sejak Mei, dan Parlemen yang baru-baru ini terpilih tetap sangat terpecah.
Sementara itu, jutaan orang berjuang untuk mengatasi pemadaman listrik yang merajalela dan inflasi yang melonjak.
Baca Juga
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda