PBB: 1 dari 150 Orang di Dunia Hidup dalam Perbudakan Modern
Selasa, 13 September 2022 - 14:01 WIB
NEW YORK - Ada 50 juta orang terperangkap dalam perbudakan modern, karena satu dari setiap 150 orang dipaksa bekerja di luar keinginan mereka atau dalam pernikahan yang dipaksakan.
Laporan PBB itu diungkap pada Senin (12/9/2022). Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Walk Free, kelompok hak asasi internasional, bersama-sama merilis laporan yang diberi nama Perkiraan Global Perbudakan Modern: Kerja Paksa dan Pernikahan Paksa.
Perkiraan global tahun 2021 menunjukkan lebih banyak pria, wanita, dan anak-anak yang dipaksa bekerja atau menikah dalam periode tersebut sejak perkiraan sebelumnya dirilis pada tahun 2017.
Dikatakan 27,6 juta orang, atau 3,5 orang dari 1.000 orang di seluruh dunia, berada dalam situasi kerja paksa.
“Sementara bagian perempuan dan anak perempuan adalah 11,8 juta, lebih dari 3,3 juta anak-anak juga menghadapi kerja paksa,” papar laporan itu.
Dikatakan angka itu naik 2,7 juta dibandingkan laporan sebelumnya.
Dari total, Asia dan Pasifik menampung lebih dari setengahnya dengan 15,1 orang menghadapi kerja paksa di wilayah tersebut.
Sementara 4,1 juta orang dipaksa bekerja di Eropa dan Asia Tengah, 3,8 juta di Afrika, 3,6 juta di Amerika, dan 900.000 orang di negara-negara Arab.
Namun, dalam proporsi populasi, kerja paksa tertinggi di negara-negara Arab dengan 5,3 orang per seribu orang.
Diikuti Eropa dan Asia Tengah dengan 4,4 orang per seribu, Amerika, Asia, dan Pasifik sebanyak 3,5 orang per seribu orang dan Afrika dengan 2,9 per seribu.
Laporan tersebut juga menunjukkan pekerja migran menghadapi risiko yang lebih tinggi dalam kerja paksa daripada orang lain.
Sekitar 6,3 juta orang diperkirakan akan berada dalam situasi eksploitasi seksual komersial paksa kapan saja.
Sementara itu, jumlah pria, wanita, dan anak-anak yang menghadapi kawin paksa telah meningkat secara global.
"Diperkirakan 22 juta orang hidup dalam situasi pernikahan paksa pada hari tertentu pada tahun 2021," papar laporan itu.
Laporan itu menambahkan, "Ini adalah peningkatan 6,6 juta orang yang hidup dalam pernikahan paksa antara 2016 dan 2021."
Sementara Asia dan Pasifik menempati urutan pertama secara global dalam pernikahan paksa dengan 14,2 juta orang, Afrika, Eropa, dan Asia Tengah mengikutinya dengan masing-masing 3,2 juta dan 2,3 juta orang.
“Ketika kita menghitung populasi di setiap wilayah, prevalensi kawin paksa tertinggi di negara-negara Arab (4,8 per seribu penduduk), diikuti Asia dan Pasifik (3,3 per seribu penduduk),” papar dia.
“Lebih dari dua pertiga dari orang-orang ini adalah perempuan, yakni 14,9 juta perempuan dan anak perempuan,” ungkap laporan itu.
Laporan itu menambahkan, "Tiga dari setiap lima orang dalam pernikahan paksa berada di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah; namun, negara-negara kaya tidak kebal, dengan 26% dari pernikahan paksa di negara-negara berpenghasilan tinggi atau menengah ke atas."
Laporan PBB itu diungkap pada Senin (12/9/2022). Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Walk Free, kelompok hak asasi internasional, bersama-sama merilis laporan yang diberi nama Perkiraan Global Perbudakan Modern: Kerja Paksa dan Pernikahan Paksa.
Perkiraan global tahun 2021 menunjukkan lebih banyak pria, wanita, dan anak-anak yang dipaksa bekerja atau menikah dalam periode tersebut sejak perkiraan sebelumnya dirilis pada tahun 2017.
Dikatakan 27,6 juta orang, atau 3,5 orang dari 1.000 orang di seluruh dunia, berada dalam situasi kerja paksa.
“Sementara bagian perempuan dan anak perempuan adalah 11,8 juta, lebih dari 3,3 juta anak-anak juga menghadapi kerja paksa,” papar laporan itu.
Dikatakan angka itu naik 2,7 juta dibandingkan laporan sebelumnya.
Dari total, Asia dan Pasifik menampung lebih dari setengahnya dengan 15,1 orang menghadapi kerja paksa di wilayah tersebut.
Sementara 4,1 juta orang dipaksa bekerja di Eropa dan Asia Tengah, 3,8 juta di Afrika, 3,6 juta di Amerika, dan 900.000 orang di negara-negara Arab.
Namun, dalam proporsi populasi, kerja paksa tertinggi di negara-negara Arab dengan 5,3 orang per seribu orang.
Diikuti Eropa dan Asia Tengah dengan 4,4 orang per seribu, Amerika, Asia, dan Pasifik sebanyak 3,5 orang per seribu orang dan Afrika dengan 2,9 per seribu.
Laporan tersebut juga menunjukkan pekerja migran menghadapi risiko yang lebih tinggi dalam kerja paksa daripada orang lain.
Sekitar 6,3 juta orang diperkirakan akan berada dalam situasi eksploitasi seksual komersial paksa kapan saja.
Sementara itu, jumlah pria, wanita, dan anak-anak yang menghadapi kawin paksa telah meningkat secara global.
"Diperkirakan 22 juta orang hidup dalam situasi pernikahan paksa pada hari tertentu pada tahun 2021," papar laporan itu.
Laporan itu menambahkan, "Ini adalah peningkatan 6,6 juta orang yang hidup dalam pernikahan paksa antara 2016 dan 2021."
Sementara Asia dan Pasifik menempati urutan pertama secara global dalam pernikahan paksa dengan 14,2 juta orang, Afrika, Eropa, dan Asia Tengah mengikutinya dengan masing-masing 3,2 juta dan 2,3 juta orang.
“Ketika kita menghitung populasi di setiap wilayah, prevalensi kawin paksa tertinggi di negara-negara Arab (4,8 per seribu penduduk), diikuti Asia dan Pasifik (3,3 per seribu penduduk),” papar dia.
“Lebih dari dua pertiga dari orang-orang ini adalah perempuan, yakni 14,9 juta perempuan dan anak perempuan,” ungkap laporan itu.
Laporan itu menambahkan, "Tiga dari setiap lima orang dalam pernikahan paksa berada di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah; namun, negara-negara kaya tidak kebal, dengan 26% dari pernikahan paksa di negara-negara berpenghasilan tinggi atau menengah ke atas."
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda