Negara-negara Paling Marah dan Sangat Sedih di Dunia

Jum'at, 05 Agustus 2022 - 09:31 WIB
Demonstran membawa bendera nasional saat unjuk rasa anti-pemerintah di pusat kota Beirut, Lebanon. Foto/REUTERS
BEIRUT - Berbagai gejolak politik dan ekonomi di dunia saat ini sangat mempengaruhi kondisi warga suatu negara. Mereka menjadi lebih banyak marah dan sedih karena tekanan situasi itu.

Lebanon dinilai sebagai negara paling marah di dunia, diikuti Turki dan negara-negara lain di kawasan itu, menurut data yang baru dirilis perusahaan Amerika, Gallup, untuk akhir 2021 hingga pertengahan 2022.

Dalam Global Emotions Report Gallup, yang menganalisis emosi di lebih dari 100 negara di seluruh dunia, 49% orang yang disurvei di Lebanon ditemukan mengalami kemarahan secara teratur, bahkan pada hari sebelum survei.

Dengan 48%, Turki mengikuti di urutan kedua. Posisi selanjutnya Armenia dan Irak dengan 46%, dan Afghanistan pada 41%.



Di tempat keenam dalam daftar itu adalah negara Timur Tengah lainnya, Yordania, yang memiliki tingkat kemarahan 35%.



Dalam laporan yang sama, beberapa negara yang sama juga mengalami tingkat kesedihan yang tinggi, dengan Afghanistan, Lebanon, dan kemudian Turki sebagai tiga negara paling sedih di dunia.

Urutan yang sama dari ketiga negara itu juga termasuk negara-negara yang paling banyak mengalami stres.

Sementara Islandia, Paraguay, Denmark, Irlandia, dan Kamboja adalah semua negara yang paling sering menikmati kesenangan.



Lebanon, Afghanistan, Turki, dan Mesir termasuk di antara mereka yang berada di urutan terbawah daftar negara paling senang itu.

Alasan utama perasaan marah, sedih, dan stres yang mempengaruhi sebagian besar penduduk Lebanon dan Turki kemungkinan besar adalah krisis ekonomi parah yang dialami negara-negara tersebut selama beberapa tahun terakhir dan yang meningkat tajam belakangan ini.

Di Lebanon, khususnya, masalah mulai menurun sejak ledakan besar di ibu kota, Beirut, tepat 4 Agustus dua tahun lalu.

Ledakan besar itu menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan negara itu dengan memperburuk masalahnya.

Setelah kejadian itu, pemerintah runtuh, ketegangan sektarian mencapai puncaknya dan negara itu telah mengalami pemadaman listrik rutin karena kurangnya bahan bakar dan listrik yang cukup.

Di atas segalanya, mata uang Lebanon anjlok tajam dan kehilangan banyak nilainya, mengakibatkan kelas menengah hampir menghilang dan negara menjadi bangkrut.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More