Profil Ayman al-Zawahiri, dari Dokter Bedah Mata di Kairo hingga Pimpin Al Qaeda
Selasa, 02 Agustus 2022 - 08:48 WIB
KABUL - Ayman al-Zawahiri yang terbunuh oleh serangan pesawat tak berawak (drone) Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, sering disebut sebagai kepala ideolog al-Qaeda.
Dokter ahli bedah mata yang membantu mendirikan kelompok militan Jihad Islam Mesir itu mengambil alih kepemimpinan al-Qaeda setelah pembunuhan Osama Bin Laden oleh pasukan AS pada Mei 2011.
Sebelum itu, Zawahiri dianggap sebagai tangan kanan Osama Bin Laden dan diyakini beberapa ahli sebagai "otak operasional" di balik serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Zawahiri adalah nomor dua, di belakang Osama Bin Laden, dalam daftar 22 "teroris paling dicari" yang diumumkan pemerintah AS pada tahun 2001 dan memiliki hadiah USD25 juta untuk kepalanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Zawahiri muncul sebagai juru bicara al-Qaeda yang paling menonjol.
Dia muncul dalam 16 video dan kaset pada 2007, empat kali lebih banyak dari Osama Bin Laden, ketika kelompok itu mencoba meradikalisasi dan merekrut Muslim di seluruh dunia.
Serangan akhir pekan lalu di Kabul bukanlah pertama kalinya AS berusaha membunuh Zawahiri.
Pada Januari 2006, dia menjadi sasaran serangan rudal AS di dekat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan.
Serangan itu menewaskan empat anggota al-Qaeda, tetapi Zawahiri selamat dan muncul di video dua pekan kemudian.
Dia justru memperingatkan Presiden AS George W Bush bahwa sang presiden maupun "semua kekuatan di bumi" tidak dapat membawa kematiannya "satu detik lebih dekat".
Keluarga Terhormat
Lahir di ibu kota Mesir, Kairo, pada 19 Juni 1951, Zawahiri berasal dari keluarga dokter dan sarjana kelas menengah yang terhormat.
Kakeknya, Rabia al-Zawahiri, adalah imam besar al-Azhar, pusat pembelajaran Islam Sunni di Timur Tengah.
Adapun salah satu pamannya adalah sekretaris jenderal pertama Liga Arab.
Zawahiri terlibat dalam Islam politik saat masih di sekolah dan ditangkap pada usia 15 tahun karena menjadi anggota Ikhwanul Muslimin (IM) yang dilarang, organisasi Islam tertua dan terbesar di Mesir.
Namun, aktivitas politiknya tidak menghentikannya untuk belajar kedokteran di sekolah kedokteran Universitas Kairo, tempat dia lulus pada tahun 1974 dan memperoleh gelar master dalam bidang bedah empat tahun kemudian.
Ayahnya Mohammed, yang meninggal pada 1995, adalah seorang profesor farmakologi di sekolah yang sama.
Pemuda Radikal
Zawahiri awalnya melanjutkan tradisi keluarga, membangun klinik medis di pinggiran kota Kairo, tetapi segera menjadi tertarik pada kelompok-kelompok Islam radikal yang menyerukan penggulingan pemerintah Mesir.
Ketika Jihad Islam Mesir didirikan pada tahun 1973, dia bergabung.
Pada tahun 1981, dia ditangkap bersama dengan ratusan tersangka anggota kelompok lainnya setelah beberapa anggota kelompok berpakaian tentara, membunuh Presiden Mesir Anwar Sadat selama parade militer di Kairo.
Sadat telah membuat marah para aktivis Islam dengan menandatangani kesepakatan damai dengan Israel.
Tak hanya itu, Sadat juga menangkap ratusan pengkritiknya dalam tindakan keras keamanan sebelumnya.
Selama persidangan massal, Zawahiri muncul sebagai pemimpin para terdakwa dan difilmkan mengatakan kepada pengadilan, "Kami adalah Muslim yang percaya pada agama kami. Kami mencoba untuk mendirikan negara Islam dan masyarakat Islam."
Meskipun dia dibebaskan dari keterlibatan dalam pembunuhan Sadat, Zawahiri dihukum karena kepemilikan senjata secara ilegal, dan menjalani hukuman tiga tahun.
Menurut sesama tahanan Islam, Zawahiri secara teratur disiksa dan dipukuli oleh pihak berwenang selama berada di penjara di Mesir.
Penyiksaan brutal itu menjadi pengalaman traumatis yang dikatakan telah mengubahnya menjadi seorang ekstremis yang fanatik dan kejam.
Setelah dibebaskan pada tahun 1985, Zawahiri berangkat ke Arab Saudi.
Segera setelah itu, dia menuju Peshawar di Pakistan dan kemudian ke negara tetangga Afghanistan, di mana dia mendirikan faksi Jihad Islam Mesir saat bekerja sebagai dokter di negara itu selama pendudukan Uni Soviet.
Zawahiri mengambil alih kepemimpinan Jihad Islam Mesir setelah muncul kembali pada 1993, dan merupakan tokoh kunci di balik serangkaian serangan oleh kelompok tersebut terhadap menteri pemerintah Mesir, termasuk Perdana Menteri Atif Sidqi.
Kampanye kelompok untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan negara Islam di negara itu selama pertengahan 1990-an menyebabkan kematian lebih dari 1.200 orang Mesir.
Pada tahun 1997, Departemen Luar Negeri AS menobatkannya sebagai pemimpin kelompok Vanguards of Conquest, faksi Jihad Islam yang diduga berada di balik pembantaian turis asing di Luxor pada tahun yang sama.
Dua tahun kemudian, dia dijatuhi hukuman mati secara in absentia oleh pengadilan militer Mesir karena perannya dalam banyak serangan kelompok itu.
Target Barat
Zawahiri diperkirakan telah melakukan perjalanan keliling dunia selama tahun 1990-an untuk mencari tempat perlindungan dan sumber pendanaan.
Pada tahun-tahun setelah penarikan Soviet dari Afghanistan, dia diyakini telah tinggal di Bulgaria, Denmark dan Swiss, dan kadang-kadang menggunakan paspor palsu untuk melakukan perjalanan ke Balkan, Austria, Yaman, Irak, Iran dan Filipina.
Pada Desember 1996, dia dilaporkan menghabiskan enam bulan di tahanan Rusia setelah dia ditangkap tanpa visa yang sah di Chechnya.
Menurut akun yang diduga ditulis Zawahiri, pihak berwenang Rusia gagal menerjemahkan teks-teks Arab yang ditemukan di komputernya dan dia dapat merahasiakan identitasnya.
Pada tahun 1997, Zawahiri diyakini telah pindah ke kota Jalalabad di Afghanistan, di mana Pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden bermarkas.
Setahun kemudian, Jihad Islam Mesir bergabung dengan lima kelompok militan Islam radikal lainnya, termasuk al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden, dalam membentuk Front Islam Dunia untuk Jihad melawan Yahudi dan Tentara Salib.
Proklamasi pertama front termasuk fatwa, atau dekrit agama, yang mengizinkan pembunuhan warga sipil AS.
Enam bulan kemudian, dua serangan serentak menghancurkan kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania, menewaskan 223 orang.
Zawahiri adalah salah satu tokoh yang percakapan telepon satelitnya digunakan sebagai bukti bahwa Osama Bin Laden dan Al-Qaeda berada di balik rencana tersebut.
Dua minggu setelah serangan, AS mengebom kamp pelatihan kelompok itu di Afghanistan.
Keesokan harinya, Zawahiri menelepon seorang jurnalis Pakistan dan berkata, "Beri tahu Amerika bahwa pengeboman, ancaman, dan tindakan agresinya tidak membuat kami takut. Perang baru saja dimulai."
Dokter ahli bedah mata yang membantu mendirikan kelompok militan Jihad Islam Mesir itu mengambil alih kepemimpinan al-Qaeda setelah pembunuhan Osama Bin Laden oleh pasukan AS pada Mei 2011.
Sebelum itu, Zawahiri dianggap sebagai tangan kanan Osama Bin Laden dan diyakini beberapa ahli sebagai "otak operasional" di balik serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Zawahiri adalah nomor dua, di belakang Osama Bin Laden, dalam daftar 22 "teroris paling dicari" yang diumumkan pemerintah AS pada tahun 2001 dan memiliki hadiah USD25 juta untuk kepalanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Zawahiri muncul sebagai juru bicara al-Qaeda yang paling menonjol.
Dia muncul dalam 16 video dan kaset pada 2007, empat kali lebih banyak dari Osama Bin Laden, ketika kelompok itu mencoba meradikalisasi dan merekrut Muslim di seluruh dunia.
Serangan akhir pekan lalu di Kabul bukanlah pertama kalinya AS berusaha membunuh Zawahiri.
Pada Januari 2006, dia menjadi sasaran serangan rudal AS di dekat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan.
Serangan itu menewaskan empat anggota al-Qaeda, tetapi Zawahiri selamat dan muncul di video dua pekan kemudian.
Dia justru memperingatkan Presiden AS George W Bush bahwa sang presiden maupun "semua kekuatan di bumi" tidak dapat membawa kematiannya "satu detik lebih dekat".
Keluarga Terhormat
Lahir di ibu kota Mesir, Kairo, pada 19 Juni 1951, Zawahiri berasal dari keluarga dokter dan sarjana kelas menengah yang terhormat.
Kakeknya, Rabia al-Zawahiri, adalah imam besar al-Azhar, pusat pembelajaran Islam Sunni di Timur Tengah.
Adapun salah satu pamannya adalah sekretaris jenderal pertama Liga Arab.
Zawahiri terlibat dalam Islam politik saat masih di sekolah dan ditangkap pada usia 15 tahun karena menjadi anggota Ikhwanul Muslimin (IM) yang dilarang, organisasi Islam tertua dan terbesar di Mesir.
Namun, aktivitas politiknya tidak menghentikannya untuk belajar kedokteran di sekolah kedokteran Universitas Kairo, tempat dia lulus pada tahun 1974 dan memperoleh gelar master dalam bidang bedah empat tahun kemudian.
Ayahnya Mohammed, yang meninggal pada 1995, adalah seorang profesor farmakologi di sekolah yang sama.
Pemuda Radikal
Zawahiri awalnya melanjutkan tradisi keluarga, membangun klinik medis di pinggiran kota Kairo, tetapi segera menjadi tertarik pada kelompok-kelompok Islam radikal yang menyerukan penggulingan pemerintah Mesir.
Ketika Jihad Islam Mesir didirikan pada tahun 1973, dia bergabung.
Pada tahun 1981, dia ditangkap bersama dengan ratusan tersangka anggota kelompok lainnya setelah beberapa anggota kelompok berpakaian tentara, membunuh Presiden Mesir Anwar Sadat selama parade militer di Kairo.
Sadat telah membuat marah para aktivis Islam dengan menandatangani kesepakatan damai dengan Israel.
Tak hanya itu, Sadat juga menangkap ratusan pengkritiknya dalam tindakan keras keamanan sebelumnya.
Selama persidangan massal, Zawahiri muncul sebagai pemimpin para terdakwa dan difilmkan mengatakan kepada pengadilan, "Kami adalah Muslim yang percaya pada agama kami. Kami mencoba untuk mendirikan negara Islam dan masyarakat Islam."
Meskipun dia dibebaskan dari keterlibatan dalam pembunuhan Sadat, Zawahiri dihukum karena kepemilikan senjata secara ilegal, dan menjalani hukuman tiga tahun.
Menurut sesama tahanan Islam, Zawahiri secara teratur disiksa dan dipukuli oleh pihak berwenang selama berada di penjara di Mesir.
Penyiksaan brutal itu menjadi pengalaman traumatis yang dikatakan telah mengubahnya menjadi seorang ekstremis yang fanatik dan kejam.
Setelah dibebaskan pada tahun 1985, Zawahiri berangkat ke Arab Saudi.
Segera setelah itu, dia menuju Peshawar di Pakistan dan kemudian ke negara tetangga Afghanistan, di mana dia mendirikan faksi Jihad Islam Mesir saat bekerja sebagai dokter di negara itu selama pendudukan Uni Soviet.
Zawahiri mengambil alih kepemimpinan Jihad Islam Mesir setelah muncul kembali pada 1993, dan merupakan tokoh kunci di balik serangkaian serangan oleh kelompok tersebut terhadap menteri pemerintah Mesir, termasuk Perdana Menteri Atif Sidqi.
Kampanye kelompok untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan negara Islam di negara itu selama pertengahan 1990-an menyebabkan kematian lebih dari 1.200 orang Mesir.
Pada tahun 1997, Departemen Luar Negeri AS menobatkannya sebagai pemimpin kelompok Vanguards of Conquest, faksi Jihad Islam yang diduga berada di balik pembantaian turis asing di Luxor pada tahun yang sama.
Dua tahun kemudian, dia dijatuhi hukuman mati secara in absentia oleh pengadilan militer Mesir karena perannya dalam banyak serangan kelompok itu.
Target Barat
Zawahiri diperkirakan telah melakukan perjalanan keliling dunia selama tahun 1990-an untuk mencari tempat perlindungan dan sumber pendanaan.
Pada tahun-tahun setelah penarikan Soviet dari Afghanistan, dia diyakini telah tinggal di Bulgaria, Denmark dan Swiss, dan kadang-kadang menggunakan paspor palsu untuk melakukan perjalanan ke Balkan, Austria, Yaman, Irak, Iran dan Filipina.
Pada Desember 1996, dia dilaporkan menghabiskan enam bulan di tahanan Rusia setelah dia ditangkap tanpa visa yang sah di Chechnya.
Menurut akun yang diduga ditulis Zawahiri, pihak berwenang Rusia gagal menerjemahkan teks-teks Arab yang ditemukan di komputernya dan dia dapat merahasiakan identitasnya.
Pada tahun 1997, Zawahiri diyakini telah pindah ke kota Jalalabad di Afghanistan, di mana Pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden bermarkas.
Setahun kemudian, Jihad Islam Mesir bergabung dengan lima kelompok militan Islam radikal lainnya, termasuk al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden, dalam membentuk Front Islam Dunia untuk Jihad melawan Yahudi dan Tentara Salib.
Proklamasi pertama front termasuk fatwa, atau dekrit agama, yang mengizinkan pembunuhan warga sipil AS.
Enam bulan kemudian, dua serangan serentak menghancurkan kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania, menewaskan 223 orang.
Zawahiri adalah salah satu tokoh yang percakapan telepon satelitnya digunakan sebagai bukti bahwa Osama Bin Laden dan Al-Qaeda berada di balik rencana tersebut.
Dua minggu setelah serangan, AS mengebom kamp pelatihan kelompok itu di Afghanistan.
Keesokan harinya, Zawahiri menelepon seorang jurnalis Pakistan dan berkata, "Beri tahu Amerika bahwa pengeboman, ancaman, dan tindakan agresinya tidak membuat kami takut. Perang baru saja dimulai."
(sya)
tulis komentar anda