Perang Rusia-Ukraina Diprediksi Bakal Mirip Perang Korea, Berlangsung 6 Bulan
Senin, 18 Juli 2022 - 14:30 WIB
WASHINGTON - Mantan Panglima Tertinggi Sekutu NATO James Stavridis memprediksi perang Rusia dengan Ukraina akan berakhir dengan resolusi yang mirip dengan Perang Korea 1950-an.
Menurutnya, perang Moskow-Kiev akan berlangsung hingga enam bulan.
Berbicara dengan pembawa acara John Catsimatidis di stasiun televisi berita WABC, Stavridis mengatakan bahwa konflik telah menjadi "macet di kedua sisi."
"Ukraina melakukan perlawanan yang sangat kuat. Rencana perang [Presiden Vladimir] Putin terbukti tidak terlalu efektif. Dia telah memperoleh sedikit wilayah atas apa yang dia mulai [terlibat] konflik dengannya," kata Stavridis.
"Tapi...saya melihat yang satu ini menuju [seperti] berakhirnya Perang Korea, yang berarti gencatan senjata, zona militer antara kedua belah pihak, permusuhan yang berkelanjutan, semacam konflik yang membeku," paparnya, seperti dikutip Newsweek, Senin (18/7/2022).
"Carilah itu dalam periode empat hingga enam bulan. Tidak ada pihak yang dapat mempertahankannya lebih dari itu," ujarnya.
Awal pekan ini, para pejabat di Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa senjata yang dipasok Amerika ke Ukraina memiliki dampak signifikan terhadap pasukan Rusia.
"Ukraina menghabiskan banyak waktu untuk menyerang target seperti amunisi, pasokan, pasokan logistik lainnya, komando dan kontrol," ujar pejabat tersebut yang berbicara dalam kondisi anonim.
Pada hari Minggu, Rusia mengeklaim telah menghancurkan senjata NATO dalam serangan rudal presisi tinggai di Odessa, Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah menghancurkan sebuah gudang yang menyimpan rudal Harpoon dan sebuah kendaraan dengan HIMARS (Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi).
Namun, militer Ukraina menyangkal klaim Rusia. Menurut militer Kiev, rentetan serangan rudal Moskow menghantam gudang perusahaan manufaktur dan perdagangan yang tidak terkait dengan militer.
Stavridis pada awal Mei mengatakan bahwa Rusia telah menunjukkan "ketidakmampuan yang luar biasa" selama perang setelah negara itu kehilangan beberapa jenderalnya.
"Dalam sejarah modern, tidak ada situasi yang sebanding dengan kematian para jenderal," katanya.
Menurutnya, perang Moskow-Kiev akan berlangsung hingga enam bulan.
Berbicara dengan pembawa acara John Catsimatidis di stasiun televisi berita WABC, Stavridis mengatakan bahwa konflik telah menjadi "macet di kedua sisi."
"Ukraina melakukan perlawanan yang sangat kuat. Rencana perang [Presiden Vladimir] Putin terbukti tidak terlalu efektif. Dia telah memperoleh sedikit wilayah atas apa yang dia mulai [terlibat] konflik dengannya," kata Stavridis.
Baca Juga
"Tapi...saya melihat yang satu ini menuju [seperti] berakhirnya Perang Korea, yang berarti gencatan senjata, zona militer antara kedua belah pihak, permusuhan yang berkelanjutan, semacam konflik yang membeku," paparnya, seperti dikutip Newsweek, Senin (18/7/2022).
"Carilah itu dalam periode empat hingga enam bulan. Tidak ada pihak yang dapat mempertahankannya lebih dari itu," ujarnya.
Awal pekan ini, para pejabat di Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa senjata yang dipasok Amerika ke Ukraina memiliki dampak signifikan terhadap pasukan Rusia.
"Ukraina menghabiskan banyak waktu untuk menyerang target seperti amunisi, pasokan, pasokan logistik lainnya, komando dan kontrol," ujar pejabat tersebut yang berbicara dalam kondisi anonim.
Pada hari Minggu, Rusia mengeklaim telah menghancurkan senjata NATO dalam serangan rudal presisi tinggai di Odessa, Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah menghancurkan sebuah gudang yang menyimpan rudal Harpoon dan sebuah kendaraan dengan HIMARS (Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi).
Namun, militer Ukraina menyangkal klaim Rusia. Menurut militer Kiev, rentetan serangan rudal Moskow menghantam gudang perusahaan manufaktur dan perdagangan yang tidak terkait dengan militer.
Stavridis pada awal Mei mengatakan bahwa Rusia telah menunjukkan "ketidakmampuan yang luar biasa" selama perang setelah negara itu kehilangan beberapa jenderalnya.
"Dalam sejarah modern, tidak ada situasi yang sebanding dengan kematian para jenderal," katanya.
(min)
tulis komentar anda