Rusia Tuding Ukraina Rancang Serangkaian Provokasi Baru
Kamis, 30 Juni 2022 - 08:43 WIB
MOSKOW - Militer Rusia menuding pemerintah Ukraina sedang menyiapkan panggung untuk sejumlah provokasi yang secara keliru akan melibatkan Rusia dalam kejahatan perang dan kekejaman, termasuk serangan senjata kimia.
Menurut militer Rusia, rencana itu antara lain, Kiev berencana meluncurkan serangan artileri roket dari kota Krivoy Rog di Wilayah Dnepropetrovsk.
“Nasionalis Ukraina akan menembak dari lokasi di daerah perumahan di satu rumah sakit di komunitas yang dikendalikan Rusia,” ungkap Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev.
“Neo-Nazi Ukraina ingin memicu serangan balasan dan kemudian menuduh angkatan bersenjata Rusia melakukan serangan membabi buta terhadap infrastruktur sipil dan non-kombatan Ukraina,” papar Mizintsev.
“Dalam kasus terpisah, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) telah melakukan kontak dengan pejabat kesehatan di Wilayah Odessa untuk menyelesaikan masalah dengan penerimaan dan perawatan orang yang terluka oleh bahan kimia beracun," papar pejabat itu.
Militer Rusia percaya ini menjadi indikator bahwa Kiev ingin melakukan serangan senjata kimia palsu dan menyalahkan Rusia.
Mizintsev adalah kepala Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia, dan juga mengawasi misi kemanusiaan militer Rusia untuk operasi Ukraina.
Dalam pernyataannya, dia berbicara kepada negara-negara Barat dan organisasi internasional seperti PBB dan Komite Internasional Palang Merah, memperingatkan bahwa Kiev sedang mempersiapkan "provokasi ini dan lainnya yang serupa" terhadap Rusia.
Menurut dia, Kiev menggunakan media yang mendukung untuk membuat klaim tersebut tampak kredibel.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui Republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Menurut militer Rusia, rencana itu antara lain, Kiev berencana meluncurkan serangan artileri roket dari kota Krivoy Rog di Wilayah Dnepropetrovsk.
“Nasionalis Ukraina akan menembak dari lokasi di daerah perumahan di satu rumah sakit di komunitas yang dikendalikan Rusia,” ungkap Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev.
“Neo-Nazi Ukraina ingin memicu serangan balasan dan kemudian menuduh angkatan bersenjata Rusia melakukan serangan membabi buta terhadap infrastruktur sipil dan non-kombatan Ukraina,” papar Mizintsev.
“Dalam kasus terpisah, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) telah melakukan kontak dengan pejabat kesehatan di Wilayah Odessa untuk menyelesaikan masalah dengan penerimaan dan perawatan orang yang terluka oleh bahan kimia beracun," papar pejabat itu.
Militer Rusia percaya ini menjadi indikator bahwa Kiev ingin melakukan serangan senjata kimia palsu dan menyalahkan Rusia.
Mizintsev adalah kepala Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia, dan juga mengawasi misi kemanusiaan militer Rusia untuk operasi Ukraina.
Dalam pernyataannya, dia berbicara kepada negara-negara Barat dan organisasi internasional seperti PBB dan Komite Internasional Palang Merah, memperingatkan bahwa Kiev sedang mempersiapkan "provokasi ini dan lainnya yang serupa" terhadap Rusia.
Menurut dia, Kiev menggunakan media yang mendukung untuk membuat klaim tersebut tampak kredibel.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui Republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda