G7 pada Taliban: Setop Batasi Hak-hak Kaum Perempuan Afghanistan
Jum'at, 13 Mei 2022 - 05:20 WIB
PARIS - Menteri Luar Negeri Kelompok Tujuh ( G7 ) pada Kamis (12/5/2022) mengatakan, meningkatnya pembatasan yang diberlakukan oleh Taliban terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan mengisolasi negara itu.
“Dengan langkah-langkah ini, Taliban semakin mengisolasi diri mereka dari komunitas internasional,” kata menteri luar negeri G7 dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters.
Dalam sebuah pernyataan bersama yang diterbitkan oleh Prancis, mereka meminta Taliban untuk mengambil tindakan segera untuk mencabut pembatasan pada perempuan dan anak perempuan dan menghormati hak asasi mereka.
Taliban, yang kembali berkuasa ketika pemerintah Afghanistan runtuh tahun lalu, pada akhir pekan lalu memerintahkan kaum perempuan untuk menutupi wajah mereka di depan umum, dalam langkah lain menuju kekuasaan garis keras masa lalu mereka.
Imbasnya, sekitar selusin wanita melakukan aksi protes di ibu kota Afghanistan, Kabul, Selasa (10/5/2022). Mereka menentang dekrit baru Taliban yang mewajibkan kaum perempuan harus menutupi wajah dan tubuh mereka sepenuhnya saat di depan umum.
"Keadilan, keadilan!" teriak para pemrotes, banyak dengan wajah terbuka, di Kabul tengah, seperti dilaporkan AFP. Para demonstran juga meneriakkan "Burqa bukan hijab kami!" - menunjukkan keberatan mereka untuk mengenakan jilbab yang tidak terlalu ketat dengan burqa yang benar-benar tertutup.
"Kami ingin hidup sebagai manusia, bukan sebagai hewan yang ditawan di sudut rumah," kata pengunjuk rasa Saira Sama Alimyar pada rapat umum tersebut.
Sebelumnya, negara-negara Barat telah membuat janji bantuan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang meningkat di Afghanistan dengan syarat Taliban menghormati hak asasi manusia, khususnya hak perempuan untuk bekerja dan pendidikan.
Tetapi utusan khusus UE untuk Afghanistan Tomas Niklasson mengatakan kepada AFP bahwa hak veto Taliban di sekolah perempuan “telah menimbulkan keraguan di kepala kami mengenai seberapa andal janji mereka, seberapa andal mereka sebagai mitra.”
“Sepertinya pemerintah tidak benar-benar mendengarkan rakyatnya,” katanya, seraya menambahkan bahwa apa yang sebenarnya diinginkan perempuan adalah hak untuk bekerja, pendidikan, akses ke fasilitas kesehatan, dan “bukan instruksi tentang cara berpakaian.”
Taliban telah berulang kali meyakinkan bahwa mereka akan membuka kembali sekolah menengah untuk anak perempuan, tetapi pada 23 Maret mereka memerintahkan mereka menutupnya setelah puluhan ribu gadis remaja berbondong-bondong menghadiri kelas.
“Dengan langkah-langkah ini, Taliban semakin mengisolasi diri mereka dari komunitas internasional,” kata menteri luar negeri G7 dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters.
Dalam sebuah pernyataan bersama yang diterbitkan oleh Prancis, mereka meminta Taliban untuk mengambil tindakan segera untuk mencabut pembatasan pada perempuan dan anak perempuan dan menghormati hak asasi mereka.
Taliban, yang kembali berkuasa ketika pemerintah Afghanistan runtuh tahun lalu, pada akhir pekan lalu memerintahkan kaum perempuan untuk menutupi wajah mereka di depan umum, dalam langkah lain menuju kekuasaan garis keras masa lalu mereka.
Imbasnya, sekitar selusin wanita melakukan aksi protes di ibu kota Afghanistan, Kabul, Selasa (10/5/2022). Mereka menentang dekrit baru Taliban yang mewajibkan kaum perempuan harus menutupi wajah dan tubuh mereka sepenuhnya saat di depan umum.
"Keadilan, keadilan!" teriak para pemrotes, banyak dengan wajah terbuka, di Kabul tengah, seperti dilaporkan AFP. Para demonstran juga meneriakkan "Burqa bukan hijab kami!" - menunjukkan keberatan mereka untuk mengenakan jilbab yang tidak terlalu ketat dengan burqa yang benar-benar tertutup.
"Kami ingin hidup sebagai manusia, bukan sebagai hewan yang ditawan di sudut rumah," kata pengunjuk rasa Saira Sama Alimyar pada rapat umum tersebut.
Sebelumnya, negara-negara Barat telah membuat janji bantuan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang meningkat di Afghanistan dengan syarat Taliban menghormati hak asasi manusia, khususnya hak perempuan untuk bekerja dan pendidikan.
Tetapi utusan khusus UE untuk Afghanistan Tomas Niklasson mengatakan kepada AFP bahwa hak veto Taliban di sekolah perempuan “telah menimbulkan keraguan di kepala kami mengenai seberapa andal janji mereka, seberapa andal mereka sebagai mitra.”
“Sepertinya pemerintah tidak benar-benar mendengarkan rakyatnya,” katanya, seraya menambahkan bahwa apa yang sebenarnya diinginkan perempuan adalah hak untuk bekerja, pendidikan, akses ke fasilitas kesehatan, dan “bukan instruksi tentang cara berpakaian.”
Taliban telah berulang kali meyakinkan bahwa mereka akan membuka kembali sekolah menengah untuk anak perempuan, tetapi pada 23 Maret mereka memerintahkan mereka menutupnya setelah puluhan ribu gadis remaja berbondong-bondong menghadiri kelas.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda