Hasil Survei: Sanksi pada Rusia Lebih Menyakiti Warga Amerika Serikat
Rabu, 11 Mei 2022 - 11:40 WIB
WASHINGTON - Jajak pendapat terbaru menemukan 53% warga Amerika Serikat (AS) percaya sanksi terhadap Moskow lebih merugikan AS daripada Rusia.
Di tengah melonjaknya harga gas dan meningkatnya biaya hidup, pemilih kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan Presiden AS Joe Biden.
Sebanyak 43% mengatakan mereka "baik-baik saja" dengan Ukraina kalah dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia.
Dengan inflasi mencapai puncak tertinggi dalam 40 tahun dan harga gas mendekati rekor tertinggi, jajak pendapat Institut Demokrasi/Express.co.uk mengungkapkan Biden dinilai negatif di semua bidang kebijakan, dengan kebijakan luar negeri yang terburuk.
Sekitar 56% tidak setuju dengan penanganannya terhadap masalah luar negeri, dibandingkan dengan 40% responden yang setuju.
Khusus di Ukraina, hanya 38% responden yang menyetujui kepengurusannya, sedangkan 52% responden tidak setuju.
Pemerintahan Biden telah berusaha menyalahkan Rusia dan Presiden Vladimir Putin, atas meningkatnya biaya hidup rumah tangga.
Para pejabat AS berulang kali merujuk pada “kenaikan harga Putin.”
Namun, biaya hidup meningkat selama berbulan-bulan sebelum Rusia mengirim pasukan ke Ukraina, dan para pemilih menuding Biden sebagai penyebab kesengsaraan ekonomi mereka.
Sekitar 50% responden mengatakan mereka akan mendukung Partai Republik dalam pemilu paruh waktu November, dibandingkan dengan 42% mengatakan mereka akan memilih Partai Demokrat.
Selain lebih banyak pemilih yang "OK" daripada "tidak setuju" dengan Ukraina kalah dalam konflik dengan Rusia (43% berbanding 41%), mayoritas warga Amerika berpikir akan lebih baik bagi Biden untuk meninggalkan kantor daripada Putin harus mundur, sebesar 53% hingga 44%.
Biden telah memberikan sanksi kepada sektor perbankan dan energi Rusia, dan pemerintahannya telah mengirim senjata senilai hampir USD4 miliar ke Ukraina.
Ditambah lagi, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berjanji bulan lalu untuk “memindahkan langit dan bumi” guna membiayai pertempuran Kiev.
Presiden AS juga telah meminta Kongres menyetujui paket bantuan lain sebesar USD33 miliar untuk Ukraina, di mana USD20 miliar akan dialokasikan untuk bantuan militer.
Biden pada Senin menandatangani Undang-Undang Pinjam-Sewa tahun 2022, yang memungkinkan Washington mengirim senjata dalam jumlah tak terbatas ke Kiev.
Di mata Kremlin, banjir senjata ditambah pembagian intelijen AS dan NATO dengan Kiev berarti Barat “pada dasarnya akan berperang dengan Rusia melalui proxy.”
Namun, para pemilih Amerika tidak setulus pemerintahan Biden dalam memicu perang ini.
Menurut jajak pendapat terbaru, mereka menganggap Rusia sebagai ancaman terbesar keempat bagi AS dengan 16%, setelah Korea Utara (18%), Iran (20%), dan China (40%).
“Orang Amerika pada awalnya sangat pro sanksi, tetapi mereka tidak tertarik pada sanksi seperti sebelumnya,” ujar Direktur Institut Demokrasi Patrick Basham kepada Express.
“Biden membuat prediksi ini sejak awal, rubel akan menjadi puing-puing, kami akan menghancurkan ekonomi Rusia, orang-orang akan bangkit, Putin akan keluar, Rusia akan melarikan diri dari Ukraina … tetapi tidak ada dari hal-hal itu yang telah terjadi," papar dia.
“Perbedaan antara harapan dan kenyataan ini telah membuat orang menjadi sinis,” tutur dia, membandingkan hilangnya kepercayaan akibat kekecewaan publik dengan kebijakan virus corona di Barat.
“Masalahnya sekarang adalah setidaknya setengah dari negara di Amerika berpikir mereka ditipu karena banyak hal tentang Covid, jadi mereka bahkan lebih sinis terhadap pemerintah dan media daripada dua tahun lalu,” tutur dia.
Di tengah melonjaknya harga gas dan meningkatnya biaya hidup, pemilih kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan Presiden AS Joe Biden.
Sebanyak 43% mengatakan mereka "baik-baik saja" dengan Ukraina kalah dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia.
Dengan inflasi mencapai puncak tertinggi dalam 40 tahun dan harga gas mendekati rekor tertinggi, jajak pendapat Institut Demokrasi/Express.co.uk mengungkapkan Biden dinilai negatif di semua bidang kebijakan, dengan kebijakan luar negeri yang terburuk.
Sekitar 56% tidak setuju dengan penanganannya terhadap masalah luar negeri, dibandingkan dengan 40% responden yang setuju.
Khusus di Ukraina, hanya 38% responden yang menyetujui kepengurusannya, sedangkan 52% responden tidak setuju.
Pemerintahan Biden telah berusaha menyalahkan Rusia dan Presiden Vladimir Putin, atas meningkatnya biaya hidup rumah tangga.
Para pejabat AS berulang kali merujuk pada “kenaikan harga Putin.”
Namun, biaya hidup meningkat selama berbulan-bulan sebelum Rusia mengirim pasukan ke Ukraina, dan para pemilih menuding Biden sebagai penyebab kesengsaraan ekonomi mereka.
Sekitar 50% responden mengatakan mereka akan mendukung Partai Republik dalam pemilu paruh waktu November, dibandingkan dengan 42% mengatakan mereka akan memilih Partai Demokrat.
Selain lebih banyak pemilih yang "OK" daripada "tidak setuju" dengan Ukraina kalah dalam konflik dengan Rusia (43% berbanding 41%), mayoritas warga Amerika berpikir akan lebih baik bagi Biden untuk meninggalkan kantor daripada Putin harus mundur, sebesar 53% hingga 44%.
Biden telah memberikan sanksi kepada sektor perbankan dan energi Rusia, dan pemerintahannya telah mengirim senjata senilai hampir USD4 miliar ke Ukraina.
Ditambah lagi, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berjanji bulan lalu untuk “memindahkan langit dan bumi” guna membiayai pertempuran Kiev.
Presiden AS juga telah meminta Kongres menyetujui paket bantuan lain sebesar USD33 miliar untuk Ukraina, di mana USD20 miliar akan dialokasikan untuk bantuan militer.
Biden pada Senin menandatangani Undang-Undang Pinjam-Sewa tahun 2022, yang memungkinkan Washington mengirim senjata dalam jumlah tak terbatas ke Kiev.
Di mata Kremlin, banjir senjata ditambah pembagian intelijen AS dan NATO dengan Kiev berarti Barat “pada dasarnya akan berperang dengan Rusia melalui proxy.”
Namun, para pemilih Amerika tidak setulus pemerintahan Biden dalam memicu perang ini.
Menurut jajak pendapat terbaru, mereka menganggap Rusia sebagai ancaman terbesar keempat bagi AS dengan 16%, setelah Korea Utara (18%), Iran (20%), dan China (40%).
“Orang Amerika pada awalnya sangat pro sanksi, tetapi mereka tidak tertarik pada sanksi seperti sebelumnya,” ujar Direktur Institut Demokrasi Patrick Basham kepada Express.
“Biden membuat prediksi ini sejak awal, rubel akan menjadi puing-puing, kami akan menghancurkan ekonomi Rusia, orang-orang akan bangkit, Putin akan keluar, Rusia akan melarikan diri dari Ukraina … tetapi tidak ada dari hal-hal itu yang telah terjadi," papar dia.
“Perbedaan antara harapan dan kenyataan ini telah membuat orang menjadi sinis,” tutur dia, membandingkan hilangnya kepercayaan akibat kekecewaan publik dengan kebijakan virus corona di Barat.
“Masalahnya sekarang adalah setidaknya setengah dari negara di Amerika berpikir mereka ditipu karena banyak hal tentang Covid, jadi mereka bahkan lebih sinis terhadap pemerintah dan media daripada dua tahun lalu,” tutur dia.
(sya)
tulis komentar anda