Presiden Baru Korsel Minta Kim Jong-un Tukar Senjata Nuklir dengan Bantuan
Selasa, 10 Mei 2022 - 17:31 WIB
SEOUL - Yoon Suk-yeol (61) telah dilantik sebagai presiden baru Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (10/5/2022). Dia langsung mengambil sikap keras dengan meminta rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korea Utara (Korut) untuk menukar senjata nuklirnya dengan bantuan ekonomi.
Yoon menggambarkan rudal-rudal Pyongyang sebagai ancaman bagi keamanan regional dan global.
Yoon, yang mulai bekerja di bunker bawah tanah dengan pengarahan keamanan tentang Korea Utara, menjabat pada saat ketegangan tinggi di Semenanjung Korea, di mana Pyongyang melakukan telah 15 kali menguji coba senjatanya sejak Januari, termasuk dua peluncuran rudal pekan lalu.
"Jika Korea Utara benar-benar memulai proses untuk menyelesaikan denuklirisasi, kami siap bekerja dengan komunitas internasional untuk menyajikan rencana berani yang akan sangat memperkuat ekonomi Korea Utara dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya," katanya.
"Sementara program senjata nuklir Korea Utara merupakan ancaman tidak hanya bagi keamanan kami dan Asia Timur Laut, pintu dialog akan tetap terbuka sehingga kami dapat menyelesaikan ancaman ini secara damai," ujar Yoon.
Seruan barter pelucutan senjata nuklir dengan bantuan ekonomi tersebut kemungkinan akan ditolak pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
"Sejak 2009, Korea Utara telah menyatakan tidak akan menyerahkan nuklirnya untuk insentif ekonomi," kata Park Won-gon, seorang profesor di Universitas Ewha kepada AFP.
"Kim [Jong-un] tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi besar-besaran karena untuk mencapainya akan membutuhkan pembukaan ekosistem informasi Korea Utara," imbuh Chad O'Carroll, pakar di situs NK News yang berbasis di Seoul.
Yoon menggambarkan rudal-rudal Pyongyang sebagai ancaman bagi keamanan regional dan global.
Yoon, yang mulai bekerja di bunker bawah tanah dengan pengarahan keamanan tentang Korea Utara, menjabat pada saat ketegangan tinggi di Semenanjung Korea, di mana Pyongyang melakukan telah 15 kali menguji coba senjatanya sejak Januari, termasuk dua peluncuran rudal pekan lalu.
"Jika Korea Utara benar-benar memulai proses untuk menyelesaikan denuklirisasi, kami siap bekerja dengan komunitas internasional untuk menyajikan rencana berani yang akan sangat memperkuat ekonomi Korea Utara dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya," katanya.
"Sementara program senjata nuklir Korea Utara merupakan ancaman tidak hanya bagi keamanan kami dan Asia Timur Laut, pintu dialog akan tetap terbuka sehingga kami dapat menyelesaikan ancaman ini secara damai," ujar Yoon.
Seruan barter pelucutan senjata nuklir dengan bantuan ekonomi tersebut kemungkinan akan ditolak pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
"Sejak 2009, Korea Utara telah menyatakan tidak akan menyerahkan nuklirnya untuk insentif ekonomi," kata Park Won-gon, seorang profesor di Universitas Ewha kepada AFP.
"Kim [Jong-un] tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi besar-besaran karena untuk mencapainya akan membutuhkan pembukaan ekosistem informasi Korea Utara," imbuh Chad O'Carroll, pakar di situs NK News yang berbasis di Seoul.
Lihat Juga :
tulis komentar anda