Anggaran Militer Dipangkas, RI Cs Rentan dalam Konflik Teritorial vs China
Sabtu, 20 Juni 2020 - 15:40 WIB
JAKARTA - Anggaran pertahanan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia , dipangkas untuk menghadapi pandemi Covid-19. Hal itu membuat kondisi negara-negara ASEAN rentan karena hanya memiliki sedikit sumber daya untuk merespons klaim teritorial China di wilayah Laut China Selatan.
Indonesia sejatinya tidak terlibat klaim sengketa wilayah Laut China Selatan dengan China. Namun, kedua pihak sudah beberapa kali terlibat ketegangan di sekitar perairan Natuna.
Sebagian besar negara Asia Tenggara menjadikan pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 sebagai prioritas utama. Belanja militer atau pertahanan terpaksa mendapatkan "kursi belakang" karena tidak memberikan dorongan peningkatan ekonomi secara langsung.
Sektor pertahanan telah menjadi sasaran empuk pemotongan anggaran untuk mendanai langkah-langkah yang lebih mendesak. Namun, konsekuensinya harus dibayar mahal. (Baca: Jaga Kedaulatan Natuna, TNI Kirim F-16 )
Sebagai contoh, Indonesia telah memutuskan untuk menurunkan anggaran pertahanan tahun 2020 sebesar tujuh persen dari awalnya Rp131 triliun (USD9,2 miliar). Pemangkasan anggaran itu dialokasikan untuk upaya memerangi virus corona SARS-cov-2 penyebab penyakit Covid-19.
Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyebutkan total pengeluaran militer di kawasan ASEAN mencapai USD40,5 miliar pada 2019, sekitar 40 persen lebih tinggi dari pada 2010.
Di Filipina, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana telah mengindikasikan bahwa pihaknya akan mengizinkan dana dari anggaran pertahanan tahun ini digunakan untuk menangani pandemi Covid-19.
Malaysia juga telah mengurangi pengeluaran militer dalam beberapa tahun terakhir untuk membantu memperbaiki keuangan negara itu, dan tren ini kemungkinan akan semakin cepat seiring pandemi dan penurunan harga minyak yang semakin memperparah prospek fiskal.
Thailand menyetujui pengurangan delapan persen dari anggaran pertahanan 233 miliar baht (USD7,43 miliar).
Menurut Nikkei Asian Review, para pemimpin ASEAN diperkirakan akan membahas cara-cara untuk menangani klaim teritorial Beijing ketika mereka bertemu untuk KTT virtual akhir bulan ini. KTT itu akan diselenggarakan oleh Vietnam, yang mengambil sikap garis keras terhadap klaim teritorial China.
Tetapi pasukan 10 anggota blok ASEAN jauh dari China dalam hal kualitas dan kuantitas.
Beijing bulan lalu mengumumkan kenaikan 6,6 persen dalam anggaran militer tahunannya hingga 1,27 triliun yuan (USD179 miliar), bahkan itu dilakukan di tengah penurunan pendapatan untuk pertama kalinya dalam 44 tahun.
Dengan mengingat hal ini, negara-negara ASEAN kemungkinan memiliki sedikit pilihan selain mengandalkan Amerika Serikat (AS) yang tidak terlihat ramah pada pengamanan jalur-jalur laut Beijing dari Laut China Selatan hingga Samudra Hindia.
Indonesia baru-baru ini mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur di ke sekitar Kepulauan Natuna di sekitar Laut China Selatan. Di sekitar wilayah itulah kapal Penjaga Pantai China beroperasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
China, di sisi lain, merencanakan latihan militer besar-besaran di Laut China Selatan pada awal musim panas ini.
Beijing mengatakan kepada pemerintah Indonesia pada 2 Juni bahwa pihaknya bersedia untuk menegosiasikan solusi atas tumpang tindih antara "nine-dash line" Beijing, di mana China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan, dan ZEE di sekitar Kepulauan Natuna.
Jakarta menolak tawaran itu, dan menyatakan bahwa di bawah hukum internasional China tidak memiliki hak atas perairan di sekitar Kepulauan Natuna.
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto berbicara pada Kamis lalu dengan Laksamana Phil Davidson, komandan Komando Indo-Pasifik AS, untuk mengonfirmasi penjadwalan ulang latihan bersama yang telah direncanakan untuk tahun ini.
Namun pengumuman itu kemungkinan dimaksudkan untuk mengirim pesan kepada China bahwa ASEAN dekat dengan Washington. (Baca juga: China Usir Kapal Perang AS Bersenjata Rudal dari Laut China Selatan )
Namun, China tetap teguh pada "kepentingan intinya", seperti Laut China Selatan dan Taiwan—sejak Presiden Xi Jinping mengatakan pada bulan Maret bahwa wabah virus corona baru pada dasarnya terkendali.
Latihan militer musim panas Beijing dapat mencakup pengerahan dua kapal induk pertama kalinya, yang tampaknya untuk menangkal kebebasan operasi navigasi AS di wilayah Laut China Selatan yang sudah berlangsung pada April dan Mei.
Awal pekan ini, Kementerian Luar Negeri Vietnam mengatakan sebuah kapal Penjaga Pantai China telah menabrak dan mencuri peralatan dan makanan laut dari kapal nelayan Vietnam di dekat Kepulauan Paracel yang disengketakan.
Serangan itu berselang beberapa pekan setelah insiden bulan April di mana sebuah kapal China menabrak dan menenggelamkan kapal Vietnam di dekat pulau-pulau sengketa.
Beijing juga telah meningkatkan kontrol efektifnya dengan cara-cara yang tidak langsung seperti ketika melaporkan panen sayuran yang sukses di pantai sekitar di Paracel dan kemudian mengatakan bahwa latihan Angkatan Laut dengan tembakan langsung telah dilakukan di sekitar pulau tersebut.
Menurut laporan Straits Times, Sabtu (20/6/2020), langkah-langkah semacam itu telah membuat beberapa komunitas internasional khawatir karena China mengindikasikan telah membuat AS dan negara-negara tetangganya tidak seimbang karena sedang disibukkan dengan penanganan pandemi Covid-19.
Indonesia sejatinya tidak terlibat klaim sengketa wilayah Laut China Selatan dengan China. Namun, kedua pihak sudah beberapa kali terlibat ketegangan di sekitar perairan Natuna.
Sebagian besar negara Asia Tenggara menjadikan pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 sebagai prioritas utama. Belanja militer atau pertahanan terpaksa mendapatkan "kursi belakang" karena tidak memberikan dorongan peningkatan ekonomi secara langsung.
Sektor pertahanan telah menjadi sasaran empuk pemotongan anggaran untuk mendanai langkah-langkah yang lebih mendesak. Namun, konsekuensinya harus dibayar mahal. (Baca: Jaga Kedaulatan Natuna, TNI Kirim F-16 )
Sebagai contoh, Indonesia telah memutuskan untuk menurunkan anggaran pertahanan tahun 2020 sebesar tujuh persen dari awalnya Rp131 triliun (USD9,2 miliar). Pemangkasan anggaran itu dialokasikan untuk upaya memerangi virus corona SARS-cov-2 penyebab penyakit Covid-19.
Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyebutkan total pengeluaran militer di kawasan ASEAN mencapai USD40,5 miliar pada 2019, sekitar 40 persen lebih tinggi dari pada 2010.
Di Filipina, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana telah mengindikasikan bahwa pihaknya akan mengizinkan dana dari anggaran pertahanan tahun ini digunakan untuk menangani pandemi Covid-19.
Malaysia juga telah mengurangi pengeluaran militer dalam beberapa tahun terakhir untuk membantu memperbaiki keuangan negara itu, dan tren ini kemungkinan akan semakin cepat seiring pandemi dan penurunan harga minyak yang semakin memperparah prospek fiskal.
Thailand menyetujui pengurangan delapan persen dari anggaran pertahanan 233 miliar baht (USD7,43 miliar).
Menurut Nikkei Asian Review, para pemimpin ASEAN diperkirakan akan membahas cara-cara untuk menangani klaim teritorial Beijing ketika mereka bertemu untuk KTT virtual akhir bulan ini. KTT itu akan diselenggarakan oleh Vietnam, yang mengambil sikap garis keras terhadap klaim teritorial China.
Tetapi pasukan 10 anggota blok ASEAN jauh dari China dalam hal kualitas dan kuantitas.
Beijing bulan lalu mengumumkan kenaikan 6,6 persen dalam anggaran militer tahunannya hingga 1,27 triliun yuan (USD179 miliar), bahkan itu dilakukan di tengah penurunan pendapatan untuk pertama kalinya dalam 44 tahun.
Dengan mengingat hal ini, negara-negara ASEAN kemungkinan memiliki sedikit pilihan selain mengandalkan Amerika Serikat (AS) yang tidak terlihat ramah pada pengamanan jalur-jalur laut Beijing dari Laut China Selatan hingga Samudra Hindia.
Indonesia baru-baru ini mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur di ke sekitar Kepulauan Natuna di sekitar Laut China Selatan. Di sekitar wilayah itulah kapal Penjaga Pantai China beroperasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
China, di sisi lain, merencanakan latihan militer besar-besaran di Laut China Selatan pada awal musim panas ini.
Beijing mengatakan kepada pemerintah Indonesia pada 2 Juni bahwa pihaknya bersedia untuk menegosiasikan solusi atas tumpang tindih antara "nine-dash line" Beijing, di mana China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan, dan ZEE di sekitar Kepulauan Natuna.
Jakarta menolak tawaran itu, dan menyatakan bahwa di bawah hukum internasional China tidak memiliki hak atas perairan di sekitar Kepulauan Natuna.
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto berbicara pada Kamis lalu dengan Laksamana Phil Davidson, komandan Komando Indo-Pasifik AS, untuk mengonfirmasi penjadwalan ulang latihan bersama yang telah direncanakan untuk tahun ini.
Namun pengumuman itu kemungkinan dimaksudkan untuk mengirim pesan kepada China bahwa ASEAN dekat dengan Washington. (Baca juga: China Usir Kapal Perang AS Bersenjata Rudal dari Laut China Selatan )
Namun, China tetap teguh pada "kepentingan intinya", seperti Laut China Selatan dan Taiwan—sejak Presiden Xi Jinping mengatakan pada bulan Maret bahwa wabah virus corona baru pada dasarnya terkendali.
Latihan militer musim panas Beijing dapat mencakup pengerahan dua kapal induk pertama kalinya, yang tampaknya untuk menangkal kebebasan operasi navigasi AS di wilayah Laut China Selatan yang sudah berlangsung pada April dan Mei.
Awal pekan ini, Kementerian Luar Negeri Vietnam mengatakan sebuah kapal Penjaga Pantai China telah menabrak dan mencuri peralatan dan makanan laut dari kapal nelayan Vietnam di dekat Kepulauan Paracel yang disengketakan.
Serangan itu berselang beberapa pekan setelah insiden bulan April di mana sebuah kapal China menabrak dan menenggelamkan kapal Vietnam di dekat pulau-pulau sengketa.
Beijing juga telah meningkatkan kontrol efektifnya dengan cara-cara yang tidak langsung seperti ketika melaporkan panen sayuran yang sukses di pantai sekitar di Paracel dan kemudian mengatakan bahwa latihan Angkatan Laut dengan tembakan langsung telah dilakukan di sekitar pulau tersebut.
Menurut laporan Straits Times, Sabtu (20/6/2020), langkah-langkah semacam itu telah membuat beberapa komunitas internasional khawatir karena China mengindikasikan telah membuat AS dan negara-negara tetangganya tidak seimbang karena sedang disibukkan dengan penanganan pandemi Covid-19.
(min)
tulis komentar anda