Sri Lanka Bangkrut, Gagal Bayar Utang Rp732,2 Triliun, dan Politik Dinasti
Sabtu, 16 April 2022 - 00:01 WIB
COLOMBO - Sri Lanka telah digambarkan media-media internasional sebagai negara yang bangkrut setelah ekonominya dilanda krisis paling buruk sejak kemerdekaannya tahun 1948. Negara ini telah menyatakan default alias gagal membayar utang luar negerinya senilai USD51 miliar (lebih dari Rp732,2 triliun).
Selain memburuknya krisis ekonomi dengan kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok dan pemadaman listrik secara teratur, pemerintahnya juga jadi gunjingan publik karena politik dinasti dianggap bertanggung jawab.
Negara kepulauan ini telah kekurangan devisa sehingga memohon warganya di luar negeri untuk mengirim uang tunai guna membantu membayar impor penting.
Dalam situasi sulit, perusahaan penerbangan milik negara; Sri Lanka Airlines, justru mengumumkan rencana untuk memperluas armadanya dari 24 menjadi 35 pesawat dalam tiga tahun ke depan dan mengganti beberapa jet yang menua.
“Sri Lanka Airlines telah mengeluarkan empat permintaan proposal untuk menyewa hingga 21 pesawat guna mendukung strategi bisnis jangka panjangnya,” katanya perusahaan dalam sebuah pernyataan singkat, seperti dikutip dari Hindustan Times, Jumat (15/4/2022).
Pengumuman itu muncul setelah pemerintah menangguhkan pembayaran semua pinjaman luar negerinya, menjelang negosiasi untuk restrukturisasi utang dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pekan depan.
Maskapai tersebut tidak mengatakan bagaimana rencananya untuk membiayai sewa, dengan neraca menunjukkan utang USD1,7 miliar dan kerugian yang dibawa ke depan sebesar USD1,56 miliar pada Maret 2020.
Itu juga terjadi pada hari yang sama lembaga pemeringkat internasional Fitch menurunkan USD175 juta obligasi yang dikeluarkan oleh maskapai dari C ke CC, menunjukkan operator itu "hampir default".
Selain memburuknya krisis ekonomi dengan kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok dan pemadaman listrik secara teratur, pemerintahnya juga jadi gunjingan publik karena politik dinasti dianggap bertanggung jawab.
Negara kepulauan ini telah kekurangan devisa sehingga memohon warganya di luar negeri untuk mengirim uang tunai guna membantu membayar impor penting.
Dalam situasi sulit, perusahaan penerbangan milik negara; Sri Lanka Airlines, justru mengumumkan rencana untuk memperluas armadanya dari 24 menjadi 35 pesawat dalam tiga tahun ke depan dan mengganti beberapa jet yang menua.
“Sri Lanka Airlines telah mengeluarkan empat permintaan proposal untuk menyewa hingga 21 pesawat guna mendukung strategi bisnis jangka panjangnya,” katanya perusahaan dalam sebuah pernyataan singkat, seperti dikutip dari Hindustan Times, Jumat (15/4/2022).
Pengumuman itu muncul setelah pemerintah menangguhkan pembayaran semua pinjaman luar negerinya, menjelang negosiasi untuk restrukturisasi utang dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pekan depan.
Maskapai tersebut tidak mengatakan bagaimana rencananya untuk membiayai sewa, dengan neraca menunjukkan utang USD1,7 miliar dan kerugian yang dibawa ke depan sebesar USD1,56 miliar pada Maret 2020.
Itu juga terjadi pada hari yang sama lembaga pemeringkat internasional Fitch menurunkan USD175 juta obligasi yang dikeluarkan oleh maskapai dari C ke CC, menunjukkan operator itu "hampir default".
tulis komentar anda