Pendeta Ukraina Pro-Rusia Diculik Sekelompok Pria Bersenjata di Gereja

Kamis, 31 Maret 2022 - 00:01 WIB
Pendeta dengan jubah kuning diculik paksa sekelompok pria bersenjata saat misa di gereja di Ukraina. Foto/youtube
KIEV - Seorang pendeta di kota Smila, Ukraina tengah, diculik sekelompok pria bersenjata pada Senin (28/3/2022).

Insiden itu terjadi di saat kebaktian berlangsung dan direkam dalam video oleh para jamaah gereja yang tercengang melihat penculikan paksa itu.

Rekaman itu dengan cepat menyebar ke media sosial, dengan banyak yang melaporkannya sebagai kelompok nasionalis Ukraina menyerang dan menculik seorang pendeta pro-Rusia.



Dalam video tersebut, tersangka anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina terlihat menyerang dan dengan paksa menyeret pendeta tersebut.



Seorang pria lain yang dilaporkan mencoba membantu sang pendeta dalam konfrontasi itu juga turut dibawa paksa keluar dari dalam gereja.



Insiden itu terjadi di Church of the Intercession (Gereja Syafaat), yang merupakan bagian dari Gereja Ortodoks Ukraina, yang masih setia pada Patriarki Moskow.



Itu terjadi di tengah keretakan yang sedang berlangsung antara gereja-gereja Ukraina, memuncak setelah serangan militer Rusia.

Sejak awal 1990-an, beberapa pendeta telah memisahkan diri dari Gereja Ortodoks Ukraina Patriarkat Moskow (UOC-MP) dan bergabung Gereja Ortodoks independen Ukraina di bawah Patriarki Kiev (OCU) yang menolak hubungan bersejarah dengan Rusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, keretakan telah ditandai dengan pengambilalihan paksa beberapa gereja di Ukraina oleh para jamaah dan aktivis sekutu Kiev, yang oleh Gereja Ortodoks Rusia (ROC) telah dicela sebagai gerakan “liar.”

Pekan lalu, anggota parlemen Ukraina memperkenalkan Rancangan Undang-undang (RUU) ke parlemen yang menyerukan larangan total Patriarki Moskow di wilayah Ukraina dan penyitaan semua asetnya di dalam negeri.

Seorang wakil dari UOC-MP, Archpriest Vasyl Vozniuk, yang merupakan sekretaris Keuskupan Cherkasy, mengeluarkan pernyataan mengenai penculikan tersebut.

Vozniuk mengatakan bahwa provokasi itu dilakukan atas perintah sekelompok pendeta lokal, yang dipimpin Pastor Nikolai Seredich, yang telah menghasut "tindakan skismatis" dengan menuntut gereja itu melepaskan diri dari mitranya di Rusia dan bergabung dengan OCU.

“Dalam beberapa pekan terakhir, beberapa pendeta dari Smila, tanpa berkonsultasi atau memberi tahu rekan-rekan mereka, sebagian besar klerus denominasi Smila dan umat mereka sendiri, mulai menghasut satu sama lain dan pembaca dari internet untuk melakukan tindakan skismatis,” ujar Vozniuk.

Vozniuk mengklaim gereja menugaskan Pastor Vasyl Miroshnychenko untuk memadamkan perselisihan di gereja Smilan, namun, para penentang tampaknya menuduhnya menyembunyikan sentimen pro-Rusia dan mengundang sekelompok pria bersenjata untuk secara paksa menjemput paksa Pastor Vasyl.

Beberapa dari "orang dengan senjata" ini dilaporkan masih "bertugas" di dekat gereja.

Pernyataan dari sekretaris selanjutnya mengklaim Pastor Vasyl saat ini "hidup dan sehat" dan "melanjutkan pelayanan dan pengakuan pendeta dari denominasi Smilansky."

Seredich, yang dituduh menghasut orang-orang bersenjata untuk menggunakan kekerasan terhadap pendeta, telah dilarang dari imamat sambil menunggu penyelidikan atas insiden ini.

Namun demikian, video insiden itu dengan cepat menjadi viral, dan banyak yang mengungkapkan kemarahan atas tindakan anggota pasukan pertahanan teritorial Ukraina.

Kepala Komite Investigasi Rusia, Aleksandr Bastrykin, telah mengeluarkan penyelidikan atas masalah tersebut, yang telah dinyatakan sebagai penculikan, dengan tujuan “mengidentifikasi orang-orang yang terlibat.”

Insiden itu terjadi saat Moskow sedang melakukan operasi militer di Ukraina. Namun, desa Smila belum melihat pertempuran apa pun selama periode ini, meskipun beberapa bagian wilayah Cherkasy telah mengalami penembakan dari pasukan Rusia dan Ukraina.

Operasi Rusia diluncurkan bulan lalu, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan akhirnya pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.

Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan aliansi militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali Donbass dengan paksa.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More