Putin: Berbagai Peristiwa yang Terjadi di Donbass adalah Genosida
Rabu, 16 Februari 2022 - 13:39 WIB
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut berbagai peristiwa yang terjadi di wilayah Donbass Ukraina sebagai "genosida".
Sebelumnya pada hari itu, parlemen Rusia, Duma Negara, mengeluarkan permintaan resmi kepada Putin untuk mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan kemerdekaan di timur Ukraina.
Putin juga mengomentari pengesahan Duma Negara Rusia yang memintanya mengakui dua republik yang memproklamirkan kemerdekaan di Donbass.
Dia berharap kesepakatan Minsk masih mungkin dan belum terlambat untuk diterapkan.
Presiden Rusia kemudian mengkritik penolakan berulang kali Ukraina untuk menerapkan kesepakatan Minsk atau mengikuti resolusi yang dicapai sebagai bagian dari format Normandia dengan Jerman dan Prancis.
"Belum ada kemajuan dalam isu-isu mendasar seperti reformasi konstitusi, amnesti (untuk semua penduduk Donbass), pemilu lokal dan aspek hukum dari status khusus Donbass," ungkap Putin menyebutkan berbagai ketentuan kunci dari perjanjian Minsk 2015, dilansir Sputnik pada Rabu (16/2/2022).
Mengomentari lebih lanjut permintaan Duma, Putin mengatakan dia akan bertindak untuk kepentingan menyelesaikan masalah Donbass dan mengingat potensi implementasi perjanjian Minsk yang belum terealisasi.
Pemerintah Ukraina saat ini berkuasa sebagai hasil dari kudeta yang didukung Barat. Ukraina telah melancarkan perang melawan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri sejak 2014.
Wilayah Donbass memberontak karena khawatir hak penduduknya yang berbahasa Rusia untuk menggunakan bahasa apa pun yang mereka pilih, akan dilanggar oleh otoritas baru yang berpikiran nasionalis pro-Barat.
Ketakutan mereka terbukti benar beberapa tahun kemudian seiring memanasnya konflik di wilayah tersebut.
Meskipun gencatan senjata dinegosiasikan melalui mediasi internasional pada 2015, hanya sedikit kemajuan yang dicapai sejauh ini.
Pihak berwenang kedua republik secara teratur mengeluh bahwa Kiev telah melanggar gencatan senjata dan berusaha menyelesaikan konflik menggunakan cara militer.
Moskow, pada gilirannya, berulang kali mengutuk penolakan Kiev menerapkan perjanjian Minsk karena berbagai alasan.
Dalam salah satu contoh terbaru, Kiev memutuskan memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) di parlemen yang akan menolak amnesti bagi mereka yang telah berjuang untuk republik rakyat yang memproklamirkan diri setelah konflik berakhir.
Perjanjian Minsk menyatakan dengan jelas bahwa amnesti semacam itu harus diberikan kepada semua orang yang tinggal di daerah pemberontak begitu perdamaian tercapai.
Sebelumnya pada hari itu, parlemen Rusia, Duma Negara, mengeluarkan permintaan resmi kepada Putin untuk mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan kemerdekaan di timur Ukraina.
Putin juga mengomentari pengesahan Duma Negara Rusia yang memintanya mengakui dua republik yang memproklamirkan kemerdekaan di Donbass.
Dia berharap kesepakatan Minsk masih mungkin dan belum terlambat untuk diterapkan.
Baca Juga
Presiden Rusia kemudian mengkritik penolakan berulang kali Ukraina untuk menerapkan kesepakatan Minsk atau mengikuti resolusi yang dicapai sebagai bagian dari format Normandia dengan Jerman dan Prancis.
"Belum ada kemajuan dalam isu-isu mendasar seperti reformasi konstitusi, amnesti (untuk semua penduduk Donbass), pemilu lokal dan aspek hukum dari status khusus Donbass," ungkap Putin menyebutkan berbagai ketentuan kunci dari perjanjian Minsk 2015, dilansir Sputnik pada Rabu (16/2/2022).
Mengomentari lebih lanjut permintaan Duma, Putin mengatakan dia akan bertindak untuk kepentingan menyelesaikan masalah Donbass dan mengingat potensi implementasi perjanjian Minsk yang belum terealisasi.
Pemerintah Ukraina saat ini berkuasa sebagai hasil dari kudeta yang didukung Barat. Ukraina telah melancarkan perang melawan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri sejak 2014.
Wilayah Donbass memberontak karena khawatir hak penduduknya yang berbahasa Rusia untuk menggunakan bahasa apa pun yang mereka pilih, akan dilanggar oleh otoritas baru yang berpikiran nasionalis pro-Barat.
Ketakutan mereka terbukti benar beberapa tahun kemudian seiring memanasnya konflik di wilayah tersebut.
Meskipun gencatan senjata dinegosiasikan melalui mediasi internasional pada 2015, hanya sedikit kemajuan yang dicapai sejauh ini.
Pihak berwenang kedua republik secara teratur mengeluh bahwa Kiev telah melanggar gencatan senjata dan berusaha menyelesaikan konflik menggunakan cara militer.
Moskow, pada gilirannya, berulang kali mengutuk penolakan Kiev menerapkan perjanjian Minsk karena berbagai alasan.
Dalam salah satu contoh terbaru, Kiev memutuskan memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) di parlemen yang akan menolak amnesti bagi mereka yang telah berjuang untuk republik rakyat yang memproklamirkan diri setelah konflik berakhir.
Perjanjian Minsk menyatakan dengan jelas bahwa amnesti semacam itu harus diberikan kepada semua orang yang tinggal di daerah pemberontak begitu perdamaian tercapai.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda