Terhina Dicap Pro-Rasisme, Para Polisi Prancis Lempar Borgol ke Tanah
Sabtu, 13 Juni 2020 - 10:49 WIB
PARIS - Para petugas polisi Prancis melakukan protes di hampir seluruh negeri dengan melemparkan borgol mereka ke tanah. Aksi itu sebagai solidaritas setelah korps kepolisian merasa dihina oleh klaim bahwa mereka menoleransi rasisme dan kebrutalan polisi.
Protes para petugas polisi di berbagai wilayah berlangsung hari Jumat setelah keputusan Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner yang melarang polisi melakukan chokehold (teknik kuncian pada leher). Menurut Manteri Castaner, larangan itu sebagai upaya untuk menindak kebrutalan polisi.
Castaner mencatat bahwa banyak perwira polisi telah gagal dalam tugas mereka dan telah menunjukkan rasisme terhadap minoritas dengan cara yang sama seperti yang ditunjukkan polisi Amerika kepada tersangka kulit hitam. (Baca: Demonstran Pro-George Floyd Marah di Seluruh AS, Gedung Putih Lockdown )
"Kami marah pada pengumuman yang dibuat, di mana kami dicurigai dari segalanya, sedangkan di negara kami polisi benar-benar mencerminkan citra penduduknya," kata Xavier Leveau, dari serikat polisi setempat, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (13/6/2020).
"Orang-orang berpikir bahwa polisi itu rasis, sedangkan di negara kami, kami memiliki orang-orang dari semua kelompok etnik, dan kami semua bekerja bersama dengan baik," ujarnya.
Protes polisi terjadi di Paris, Lille, Rennes, Bordeaux, Toulouse dan kota-kota lain. Petugas terlihat berbaris dan melemparkan borgol mereka ke tanah.
Pada hari Jumat, polisi Prancis menentang larangan pertemuan massa untuk demonstrasi menentang reformasi polisi dan apa yang mereka klaim adalah kurangnya dukungan pemerintah, termasuk batasan pada taktik penangkapan, seperti chokehold. (Baca juga: Viral, Anak Muda Diduga WNI Pukul Roboh Pria Rasis di AS )
Leveau membela praktik chokehold, dengan mengatakan; "Pengekangan kepala sangat penting selama peborgolan dan tidak seperti apa yang digunakan untuk menahan George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah perwira polisi Minneapolis menjepitkan lutut ke lehernya selama hampir sembilan menit."
Serikat buruh polisi Prancis berdemonstrasi dengan spanduk bertuliskan "Tidak ada polisi, tidak ada kedamaian" di jalan Champs-Elysee dekat Arc de Triomphe, Paris.
Sebuah lembaga pengawas polisi Prancis mengklaim menerima hampir 1.500 pengaduan terhadap petugas tahun lalu.
Pawai anti-rasisme bermunculan di Prancis setelah kematian Floyd. Namun, banyak dari pemrotes yang menanggapi kematian Adama Traore, seorang warga kulit hitam Prancis berusia 24 tahun yang meninggal selama operasi polisi 2016. Para petugas polisi tak ada yang dituntut atas kematian Traore.
Protes para petugas polisi di berbagai wilayah berlangsung hari Jumat setelah keputusan Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner yang melarang polisi melakukan chokehold (teknik kuncian pada leher). Menurut Manteri Castaner, larangan itu sebagai upaya untuk menindak kebrutalan polisi.
Castaner mencatat bahwa banyak perwira polisi telah gagal dalam tugas mereka dan telah menunjukkan rasisme terhadap minoritas dengan cara yang sama seperti yang ditunjukkan polisi Amerika kepada tersangka kulit hitam. (Baca: Demonstran Pro-George Floyd Marah di Seluruh AS, Gedung Putih Lockdown )
"Kami marah pada pengumuman yang dibuat, di mana kami dicurigai dari segalanya, sedangkan di negara kami polisi benar-benar mencerminkan citra penduduknya," kata Xavier Leveau, dari serikat polisi setempat, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (13/6/2020).
"Orang-orang berpikir bahwa polisi itu rasis, sedangkan di negara kami, kami memiliki orang-orang dari semua kelompok etnik, dan kami semua bekerja bersama dengan baik," ujarnya.
Protes polisi terjadi di Paris, Lille, Rennes, Bordeaux, Toulouse dan kota-kota lain. Petugas terlihat berbaris dan melemparkan borgol mereka ke tanah.
Pada hari Jumat, polisi Prancis menentang larangan pertemuan massa untuk demonstrasi menentang reformasi polisi dan apa yang mereka klaim adalah kurangnya dukungan pemerintah, termasuk batasan pada taktik penangkapan, seperti chokehold. (Baca juga: Viral, Anak Muda Diduga WNI Pukul Roboh Pria Rasis di AS )
Leveau membela praktik chokehold, dengan mengatakan; "Pengekangan kepala sangat penting selama peborgolan dan tidak seperti apa yang digunakan untuk menahan George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah perwira polisi Minneapolis menjepitkan lutut ke lehernya selama hampir sembilan menit."
Serikat buruh polisi Prancis berdemonstrasi dengan spanduk bertuliskan "Tidak ada polisi, tidak ada kedamaian" di jalan Champs-Elysee dekat Arc de Triomphe, Paris.
Sebuah lembaga pengawas polisi Prancis mengklaim menerima hampir 1.500 pengaduan terhadap petugas tahun lalu.
Pawai anti-rasisme bermunculan di Prancis setelah kematian Floyd. Namun, banyak dari pemrotes yang menanggapi kematian Adama Traore, seorang warga kulit hitam Prancis berusia 24 tahun yang meninggal selama operasi polisi 2016. Para petugas polisi tak ada yang dituntut atas kematian Traore.
(mas)
tulis komentar anda