Sekutu AS Tuduh Turki Beri Zona Aman untuk ISIS

Kamis, 10 Februari 2022 - 00:57 WIB
Rumah dua lantai di Atmeh, Suriah yang hancur ini menjadi tempat persembunyian pemimpin ISIS Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi (Insert). Foto/The Times
IRBIL - Pasukan Demokrat Suriah (SDF) menuduh Turki telah memberikan "zona aman" bagi ISIS di Suriah utara. SDF adalah kelompok pemberontak yang sebagian besar terdiri dari pejuang Kurdi dan diandalkan Amerika Serikat (AS) selama bertahun-tahun untuk memimpin perang darat melawan ISIS di Suriah.

Tudingan itu dilontarkan setelah sebelumnya pasukan khusus AS berhasil menewaskan pemimpin tertinggi ISIS Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi dalam sebuah operasi khusus di Suriah utara pekan lalu.





“Banyak pemimpin Daesh dan al-Qaeda masih hidup, dilindungi oleh Turki di daerah-daerah pendudukan di timur laut dan barat laut Suriah,” kata kepala kantor media dan informasi SDF, Farhad Shami, sehari setelah al-Qurayshi terbunuh menggunakan sebutan bahasa Arab untuk ISIS.

“Dia dilindungi di antara tiga pangkalan militer Turki. Apakah ada keraguan bahwa Turki mengubah wilayah utara Suriah menjadi zona aman bagi para pemimpin Daesh?,” imbuhnya seperti dikutip dari CBS News, Kamis (10/2/2022).

SDF sendiri menyambut baik operasi untuk menghabisi pemimpin terbaru ISIS.

Shami mengatakan bahwa kelompoknya telah memainkan peran penting dalam operasi tersebut, dan bahwa pasukan khusus AS melancarkan serangan mereka dari sebuah pangkalan di wilayah SDF.

Dia mengatakan kematian pemimpin ISIS tidak dapat disangkal adalah hal yang baik tetapi memperingatkan bahwa jika kelompok teror terus mendapat manfaat dari "zona aman" di Suriah, akan sangat sulit untuk memastikan stabilitas di wilayah tersebut.



Komandan SDF, Mazloum Abdi, berterima kasih kepada AS karena telah melenyapkan al-Qurayshi dan atas dukungannya yang berkelanjutan.

Kementerian Pertahanan Turki tidak menjawab permintaan CBS News untuk mengomentari tuduhan tersebut, tetapi sumber keamanan di negara itu menolak klaim SDF sebagai "sangat konyol." Ia mengatakan Turki telah menjadi sasaran ISIS berkali-kali di masa lalu dan pasukan Turki terus berjuang melawan kelompok ekstrimis itu.

ISIS telah disalahkan atas beberapa serangan besar di Turki, termasuk pengepungan Malam Tahun Baru yang menghancurkan di sebuah klub malam Istanbul yang populer pada tahun 2017 yang diklaim oleh kelompok itu. Serangan itu saja menyebabkan 39 orang tewas dan pejabat Turki mengatakan, secara total, ISIS telah membunuh 315 warga sipil di negara itu.

Departemen Luar Negeri AS dan Pentagon juga menolak mengomentari tuduhan SDF, merujuk CBS News ke kelompok pemberontak itu dan Turki untuk membahas masalah tersebut.

Pejabat Irak, termasuk Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi, menyambut baik kematian pemimpin ISIS dan mengatakan negara itu telah memberikan informasi intelijen kepada AS yang mengungkapkan keberadaan al-Qurayshi.



Tetapi para pejabat Irak skeptis bahwa kematian komandan itu akan menghambat ISIS untuk waktu yang lama.

Beberapa bulan terakhir telah terlihat peningkatan yang dicatat dalam operasi kelompok teror di kedua sisi perbatasan Irak-Suriah, termasuk serangan berdarah di penjara yang dikelola SDF di kota Hasakah, Suriah utara. Itu adalah langkah paling berani yang dilakukan ISIS selama bertahun-tahun, menyebabkan 121 pejuang SDF, staf penjara dan warga sipil tewas, serta beberapa tahanan ISIS berhasil melarikan diri.

Dalam sebuah laporan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan diperkirakan ISIS masih memiliki antara 6.000 dan 10.000 pejuang di kedua sisi perbatasan Irak-Suriah.

"ISIS terus beroperasi sebagai pemberontakan pedesaan yang mengakar di Irak dan Republik Arab Suriah, mengeksploitasi perbatasan keropos antara kedua negara, sambil mempertahankan operasi di daerah dengan tekanan keamanan rendah," kata laporan itu.

"ISIS adalah organisasi yang sangat ideologis, dan membunuh pemimpinnya mungkin mempengaruhi ISIS untuk waktu yang singkat, sampai mereka mencalonkan seorang pemimpin baru, tetapi itu tidak akan berdampak jangka panjang," kata pakar keamanan Irak Fadhil Abu Ragheef kepada CBS News.



(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More