Putin Tuduh AS Coba Memancing Rusia ke Dalam Perang
Rabu, 02 Februari 2022 - 07:59 WIB
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Barat sengaja menciptakan skenario yang dirancang untuk memancingnya ke dalam perang dan mengabaikan masalah keamanan Rusia atas Ukraina.
Dalam komentar publik langsung pertamanya tentang krisis Ukraina selama hampir enam pekan, Putin pada Selasa (1/2/2022) tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur dari tuntutan keamanan.
Barat menyebut tuntutan Rusia sebagai alasan yang tidak masuk akal dan kemungkinan alasan untuk melancarkan invasi ke Ukraina. Tuduhan itu dibantah Moskow.
“Sudah jelas sekarang … bahwa kekhawatiran mendasar Rusia diabaikan,” ujar Putin pada konferensi pers dengan perdana menteri Hungaria yang sedang berkunjung.
Hungaria adalah salah satu dari beberapa pemimpin NATO yang mencoba mendekati Putin ketika krisis semakin meningkat.
Putin menggambarkan skenario masa depan yang potensial di mana Ukraina diterima di NATO dan kemudian berusaha merebut kembali semenanjung Krimea, wilayah yang direbut Rusia pada 2014.
“Mari kita bayangkan Ukraina adalah anggota NATO dan memulai operasi militer ini. Apakah kita harus berperang dengan blok NATO? Apakah ada yang memikirkan hal itu? Ternyata tidak,” papar dia.
Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina dan negara-negara Barat khawatir Putin mungkin berencana menyerang.
Rusia menyangkal hal ini tetapi mengatakan pihaknya dapat mengambil tindakan militer yang tidak ditentukan kecuali tuntutan keamanannya dipenuhi. Negara-negara Barat mengatakan invasi apa pun akan membawa sanksi terhadap Moskow.
“Kremlin ingin Barat menghormati perjanjian 1999 bahwa tidak ada negara yang dapat memperkuat keamanannya sendiri dengan mengorbankan orang lain, yang dianggap sebagai inti krisis,” tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov.
Dia menyebut kesepakatan yang ditandatangani di Istanbul oleh anggota Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), yang meliputi Amerika Serikat (AS) dan Kanada, selama panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Lavrov mengatakan Blinken menerima perlunya membahas masalah ini lebih lanjut sementara laporan AS tentang panggilan itu berfokus pada perlunya Moskow untuk mundur.
“Jika Presiden Putin benar-benar tidak menginginkan perang atau perubahan rezim, Menteri Luar Negeri mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Lavrov maka inilah saatnya untuk menarik kembali pasukan dan persenjataan berat dan terlibat dalam diskusi serius,” ujar seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS.
Putin tidak berbicara secara terbuka tentang krisis Ukraina sejak 23 Desember, meninggalkan ambiguitas tentang pendapat pribadinya, sementara diplomat dari Rusia dan Barat telah terlibat dalam putaran pembicaraan berulang.
Pernyataannya mencerminkan pandangan dunia di mana Rusia perlu mempertahankan diri dari Amerika Serikat yang agresif dan bermusuhan. “Washington tidak terutama peduli dengan keamanan Ukraina, tetapi menahan Rusia,” ungkap Putin.
“Dalam hal ini, Ukraina sendiri hanyalah instrumen untuk mencapai tujuan ini,” papar dia.
Putin menambahkan, “Ini dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, dengan menarik kita ke dalam semacam konflik bersenjata dan, dengan bantuan sekutu mereka di Eropa, memaksa pengenalan sanksi keras yang mereka bicarakan sekarang di AS.”
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang sering berdebat dengan para pemimpin Eropa Barat mengenai demokrasi di negaranya sendiri, mengatakan dia yakin setelah pembicaraannya dengan Putin bahwa ada ruang untuk kompromi.
“Saya yakin hari ini bahwa perbedaan posisi yang ada dapat dijembatani dan dimungkinkan untuk menandatangani perjanjian yang akan menjamin perdamaian, menjamin keamanan Rusia dan juga dapat diterima oleh negara-negara anggota NATO,” ungkap Orban.
Negara-negara Barat telah bergegas menunjukkan solidaritas dengan Ukraina. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Kiev dan menuduh Putin menodongkan senjata ke kepala Ukraina untuk menuntut perubahan arsitektur keamanan di Eropa.
“Sangat penting bahwa Rusia mundur dan memilih jalur diplomasi. Dan saya yakin itu masih mungkin. Kami ingin terlibat dalam dialog, tentu saja, tetapi kami memiliki sanksi yang siap, kami memberikan dukungan militer dan kami juga akan mengintensifkan kerja sama ekonomi kami,” papar Johnson.
Johnson mengatakan setiap invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan bencana militer dan kemanusiaan.
“Ada 200.000 pria dan wanita dengan senjata di Ukraina, mereka akan melakukan perlawanan yang sangat, sangat sengit dan berdarah,” papar dia.
“Saya pikir orang tua, ibu di Rusia harus merenungkan fakta itu dan saya sangat berharap Presiden Putin mundur dari jalur konflik dan kita terlibat dalam dialog,” ungkap dia.
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki, yang juga mengunjungi Kiev, mengatakan Polandia akan membantu Ukraina dengan pasokan gas dan senjata, serta bantuan kemanusiaan dan ekonomi.
“Tinggal dekat dengan tetangga seperti Rusia, kami merasa seperti tinggal di kaki gunung berapi,” tutur Morawiecki.
Zelenskiy, yang telah berulang kali mengecilkan kemungkinan invasi yang akan segera terjadi, menandatangani dekrit untuk meningkatkan angkatan bersenjatanya sebanyak 100.000 tentara selama tiga tahun. Dia meminta anggota parlemen tetap tenang dan menghindari kepanikan.
“Penambahan pasukan itu bukan karena kita akan segera berperang … tapi itu juga segera dan di masa depan akan ada perdamaian di Ukraina,” ungkap Zelenskiy.
Dalam komentar publik langsung pertamanya tentang krisis Ukraina selama hampir enam pekan, Putin pada Selasa (1/2/2022) tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur dari tuntutan keamanan.
Barat menyebut tuntutan Rusia sebagai alasan yang tidak masuk akal dan kemungkinan alasan untuk melancarkan invasi ke Ukraina. Tuduhan itu dibantah Moskow.
“Sudah jelas sekarang … bahwa kekhawatiran mendasar Rusia diabaikan,” ujar Putin pada konferensi pers dengan perdana menteri Hungaria yang sedang berkunjung.
Hungaria adalah salah satu dari beberapa pemimpin NATO yang mencoba mendekati Putin ketika krisis semakin meningkat.
Putin menggambarkan skenario masa depan yang potensial di mana Ukraina diterima di NATO dan kemudian berusaha merebut kembali semenanjung Krimea, wilayah yang direbut Rusia pada 2014.
“Mari kita bayangkan Ukraina adalah anggota NATO dan memulai operasi militer ini. Apakah kita harus berperang dengan blok NATO? Apakah ada yang memikirkan hal itu? Ternyata tidak,” papar dia.
Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina dan negara-negara Barat khawatir Putin mungkin berencana menyerang.
Rusia menyangkal hal ini tetapi mengatakan pihaknya dapat mengambil tindakan militer yang tidak ditentukan kecuali tuntutan keamanannya dipenuhi. Negara-negara Barat mengatakan invasi apa pun akan membawa sanksi terhadap Moskow.
“Kremlin ingin Barat menghormati perjanjian 1999 bahwa tidak ada negara yang dapat memperkuat keamanannya sendiri dengan mengorbankan orang lain, yang dianggap sebagai inti krisis,” tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov.
Dia menyebut kesepakatan yang ditandatangani di Istanbul oleh anggota Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), yang meliputi Amerika Serikat (AS) dan Kanada, selama panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Lavrov mengatakan Blinken menerima perlunya membahas masalah ini lebih lanjut sementara laporan AS tentang panggilan itu berfokus pada perlunya Moskow untuk mundur.
“Jika Presiden Putin benar-benar tidak menginginkan perang atau perubahan rezim, Menteri Luar Negeri mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Lavrov maka inilah saatnya untuk menarik kembali pasukan dan persenjataan berat dan terlibat dalam diskusi serius,” ujar seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS.
Putin tidak berbicara secara terbuka tentang krisis Ukraina sejak 23 Desember, meninggalkan ambiguitas tentang pendapat pribadinya, sementara diplomat dari Rusia dan Barat telah terlibat dalam putaran pembicaraan berulang.
Pernyataannya mencerminkan pandangan dunia di mana Rusia perlu mempertahankan diri dari Amerika Serikat yang agresif dan bermusuhan. “Washington tidak terutama peduli dengan keamanan Ukraina, tetapi menahan Rusia,” ungkap Putin.
“Dalam hal ini, Ukraina sendiri hanyalah instrumen untuk mencapai tujuan ini,” papar dia.
Putin menambahkan, “Ini dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, dengan menarik kita ke dalam semacam konflik bersenjata dan, dengan bantuan sekutu mereka di Eropa, memaksa pengenalan sanksi keras yang mereka bicarakan sekarang di AS.”
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang sering berdebat dengan para pemimpin Eropa Barat mengenai demokrasi di negaranya sendiri, mengatakan dia yakin setelah pembicaraannya dengan Putin bahwa ada ruang untuk kompromi.
“Saya yakin hari ini bahwa perbedaan posisi yang ada dapat dijembatani dan dimungkinkan untuk menandatangani perjanjian yang akan menjamin perdamaian, menjamin keamanan Rusia dan juga dapat diterima oleh negara-negara anggota NATO,” ungkap Orban.
Negara-negara Barat telah bergegas menunjukkan solidaritas dengan Ukraina. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Kiev dan menuduh Putin menodongkan senjata ke kepala Ukraina untuk menuntut perubahan arsitektur keamanan di Eropa.
“Sangat penting bahwa Rusia mundur dan memilih jalur diplomasi. Dan saya yakin itu masih mungkin. Kami ingin terlibat dalam dialog, tentu saja, tetapi kami memiliki sanksi yang siap, kami memberikan dukungan militer dan kami juga akan mengintensifkan kerja sama ekonomi kami,” papar Johnson.
Johnson mengatakan setiap invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan bencana militer dan kemanusiaan.
“Ada 200.000 pria dan wanita dengan senjata di Ukraina, mereka akan melakukan perlawanan yang sangat, sangat sengit dan berdarah,” papar dia.
“Saya pikir orang tua, ibu di Rusia harus merenungkan fakta itu dan saya sangat berharap Presiden Putin mundur dari jalur konflik dan kita terlibat dalam dialog,” ungkap dia.
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki, yang juga mengunjungi Kiev, mengatakan Polandia akan membantu Ukraina dengan pasokan gas dan senjata, serta bantuan kemanusiaan dan ekonomi.
“Tinggal dekat dengan tetangga seperti Rusia, kami merasa seperti tinggal di kaki gunung berapi,” tutur Morawiecki.
Zelenskiy, yang telah berulang kali mengecilkan kemungkinan invasi yang akan segera terjadi, menandatangani dekrit untuk meningkatkan angkatan bersenjatanya sebanyak 100.000 tentara selama tiga tahun. Dia meminta anggota parlemen tetap tenang dan menghindari kepanikan.
“Penambahan pasukan itu bukan karena kita akan segera berperang … tapi itu juga segera dan di masa depan akan ada perdamaian di Ukraina,” ungkap Zelenskiy.
(sya)
tulis komentar anda