Peringati Setahun Kudeta, Toko-toko di Myanmar Tutup dan Jalan Kosong Melompong
Selasa, 01 Februari 2022 - 16:44 WIB
Sebelumnya menjelang peringatan tersebut, junta Myanmar mengancam akan menyita toko usaha yang tutup dan memperingatkan bahwa demonstrasi atau berbagi "propaganda" anti-militer dapat mengarah pada tuduhan makar atau terorisme.
Dalam komentar yang diterbitkan Selasa, kepala junta Min Aung Hlaing mengulangi klaim militer bahwa mereka telah dipaksa untuk mengambil alih kekuasaan menyusul kecurangan pemilu oleh partai Aung San Suu Kyi dalam pemungutan suara tahun 2020 yang menurut sebagian besar pengamat internasional berjalan bebas dan adil.
"Pemilu baru akan diadakan setelah stabilitas dipulihkan," kata Min Aung Hlaing kepada surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah.
Tim informasi junta merilis video tak bertanggal pada hari Selasa yang menunjukkan demonstrasi pro-militer di bagian negara yang tidak diketahui, beberapa memegang bendera nasional dan meneriakkan slogan-slogan untuk mendukung tentara.
Demonstran lain terlihat memegang spanduk mencela "Angkatan Pertahanan Rakyat" yang bermunculan untuk melawan militer dan memberikan pukulan menyakitkan kepada pasukan junta dengan penyergapan gerilya dan serangan ranjau.
"Jika serangan itu terjadi seperti yang dilaporkan, itu adalah keheningan yang menggelegar, teguran keras terhadap aturan militer," ujar David Mathieson, seorang analis yang sebelumnya berbasis di Myanmar, kepada AFP.
Kudeta militer yang mengakhiri jeda demokrasi singkat negara Asia Tenggara itu. Militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, memicu protes massa dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.
Berjuang untuk menahan serangan balik dan bersaing dengan bentrokan sehari-hari, junta telah membunuh lebih dari 1.500 warga sipil, menurut kelompok pemantau lokal.
Pada Senin kemarin Amerika Serikat (AS), Inggris dan Kanada mengumumkan sanksi terkoordinasi terhadap pejabat Myanmar, termasuk mereka yang terlibat dalam persidangan Aung San Suu Kyi.
Dalam komentar yang diterbitkan Selasa, kepala junta Min Aung Hlaing mengulangi klaim militer bahwa mereka telah dipaksa untuk mengambil alih kekuasaan menyusul kecurangan pemilu oleh partai Aung San Suu Kyi dalam pemungutan suara tahun 2020 yang menurut sebagian besar pengamat internasional berjalan bebas dan adil.
"Pemilu baru akan diadakan setelah stabilitas dipulihkan," kata Min Aung Hlaing kepada surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah.
Tim informasi junta merilis video tak bertanggal pada hari Selasa yang menunjukkan demonstrasi pro-militer di bagian negara yang tidak diketahui, beberapa memegang bendera nasional dan meneriakkan slogan-slogan untuk mendukung tentara.
Demonstran lain terlihat memegang spanduk mencela "Angkatan Pertahanan Rakyat" yang bermunculan untuk melawan militer dan memberikan pukulan menyakitkan kepada pasukan junta dengan penyergapan gerilya dan serangan ranjau.
"Jika serangan itu terjadi seperti yang dilaporkan, itu adalah keheningan yang menggelegar, teguran keras terhadap aturan militer," ujar David Mathieson, seorang analis yang sebelumnya berbasis di Myanmar, kepada AFP.
Kudeta militer yang mengakhiri jeda demokrasi singkat negara Asia Tenggara itu. Militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, memicu protes massa dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.
Berjuang untuk menahan serangan balik dan bersaing dengan bentrokan sehari-hari, junta telah membunuh lebih dari 1.500 warga sipil, menurut kelompok pemantau lokal.
Pada Senin kemarin Amerika Serikat (AS), Inggris dan Kanada mengumumkan sanksi terkoordinasi terhadap pejabat Myanmar, termasuk mereka yang terlibat dalam persidangan Aung San Suu Kyi.
tulis komentar anda