Putin dan Macron Gelar Diskusi Genting, Isinya Berisiko Tinggi!
Sabtu, 29 Januari 2022 - 01:13 WIB
MOSKOW - Dengan ketegangan yang semakin tinggi di benua Eropa, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengadakan diskusi berisiko tinggi melalui telepon.
Kedua pemimpin dunia akan saling berhadapan membahas permintaan Moskow untuk jaminan keamanan dari Amerika Serikat (AS) dan NATO.
Kremlin merilis versi pembicaraan itu pada Jumat (28/1/2022), di mana kedua pemimpin menyentuh banyak topik kritis.
“Putin mencatat bahwa pihak Rusia akan dengan hati-hati mempelajari jawaban tertulis atas rancangan perjanjian jaminan keamanan dari AS dan NATO … dan kemudian memutuskan tindakan lebih lanjut,” papar pernyataan Kremlin.
Menurut layanan pers presiden Rusia, Putin mengakui ketidakpuasan Moskow dengan tanggapan yang diterimanya awal pekan ini dari pihak AS setelah negosiasi beberapa pekan.
“Balasan Amerika dan NATO tidak mempertimbangkan kekhawatiran mendasar Rusia, seperti pencegahan perluasan NATO, penolakan menyebarkan sistem senjata di dekat perbatasan Rusia dan juga mengembalikan potensi militer dan infrastruktur blok ke posisi 1997 di Eropa, ketika Undang-Undang Pendiri Rusia-NATO ditandatangani,” bunyi pernyataan Kremlin itu.
Disepakati kedua belah pihak akan melanjutkan dialog tentang berbagai masalah keamanan di benua itu.
“Macron memberi tahu Putin tentang pendekatan Paris di jalur pan-Eropa,” ungkap pemberitahuan Kremlin itu, menyebutkan posisi Prancis sebagai Presiden Dewan UE untuk paruh pertama tahun 2022.
Ketika membahas situasi di Ukraina timur yang dilanda perang, Putin menegaskan kembali pentingnya Kiev menerapkan ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian Minsk, yang dirancang untuk mengakhiri konflik di wilayah tersebut.
Moskow sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung protokol, yang ditulis pada 2014, dan menuduh Kiev gagal memenuhi sisinya dengan menolak bernegosiasi dengan para pemimpin daerah yang memisahkan diri.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengklaim wilayah tersebut adalah proxy Rusia dan bersikeras dia akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Putin sebagai gantinya.
Panggilan antara kedua kepala negara itu terjadi tak lama setelah negosiator Rusia dan Ukraina mengadakan pertemuan maraton di Paris untuk membahas de-eskalasi di wilayah Donbass yang dilanda perang.
Menyusul pembicaraan yang diadakan sebagai bagian dari Format Normandia, yang juga mencakup Prancis dan Jerman, kepala perwakilan Moskow mengatakan “Terlepas dari semua perbedaan interpretasi, kami sepakat gencatan senjata harus dipertahankan oleh semua pihak sesuai kesepakatan.”
Sebelumnya pada Januari, Macron menandai dimulainya kepresidenan negaranya di Uni Eropa dengan menyerukan “tatanan Eropa” baru, bebas dari ancaman, paksaan, dan lingkup pengaruh.
Ini secara luas ditafsirkan sebagai langkah bahwa Prancis ingin memainkan peran yang lebih aktif dalam negosiasi daripada mendelegasikan diskusi tentang keamanan Eropa ke Washington.
“Baik untuk kita dan Rusia, demi keamanan benua kita yang tak terpisahkan, kita membutuhkan dialog ini,” ungkap presiden Prancis, seraya menambahkan, “Itu harus menjadi dialog yang jujur dan menuntut dalam menghadapi destabilisasi, campur tangan dan manipulasi.”
Dominique Moisi, ilmuwan politik Prancis dan salah satu pendiri Institut Francais des Relations Internationales yang berbasis di Paris, mengatakan kepada Associated Press bahwa, “Macron telah lama berusaha menyetel ulang hubungan antara Prancis dan Rusia, dan melakukannya berdasarkan campuran bersikap terbuka dan tegas.”
Namun, dia meragukan kesuksesan masa lalu dan masa depan, menyebutnya sebagai "tantangan."
Kedua pemimpin dunia akan saling berhadapan membahas permintaan Moskow untuk jaminan keamanan dari Amerika Serikat (AS) dan NATO.
Kremlin merilis versi pembicaraan itu pada Jumat (28/1/2022), di mana kedua pemimpin menyentuh banyak topik kritis.
“Putin mencatat bahwa pihak Rusia akan dengan hati-hati mempelajari jawaban tertulis atas rancangan perjanjian jaminan keamanan dari AS dan NATO … dan kemudian memutuskan tindakan lebih lanjut,” papar pernyataan Kremlin.
Menurut layanan pers presiden Rusia, Putin mengakui ketidakpuasan Moskow dengan tanggapan yang diterimanya awal pekan ini dari pihak AS setelah negosiasi beberapa pekan.
“Balasan Amerika dan NATO tidak mempertimbangkan kekhawatiran mendasar Rusia, seperti pencegahan perluasan NATO, penolakan menyebarkan sistem senjata di dekat perbatasan Rusia dan juga mengembalikan potensi militer dan infrastruktur blok ke posisi 1997 di Eropa, ketika Undang-Undang Pendiri Rusia-NATO ditandatangani,” bunyi pernyataan Kremlin itu.
Disepakati kedua belah pihak akan melanjutkan dialog tentang berbagai masalah keamanan di benua itu.
“Macron memberi tahu Putin tentang pendekatan Paris di jalur pan-Eropa,” ungkap pemberitahuan Kremlin itu, menyebutkan posisi Prancis sebagai Presiden Dewan UE untuk paruh pertama tahun 2022.
Ketika membahas situasi di Ukraina timur yang dilanda perang, Putin menegaskan kembali pentingnya Kiev menerapkan ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian Minsk, yang dirancang untuk mengakhiri konflik di wilayah tersebut.
Moskow sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung protokol, yang ditulis pada 2014, dan menuduh Kiev gagal memenuhi sisinya dengan menolak bernegosiasi dengan para pemimpin daerah yang memisahkan diri.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengklaim wilayah tersebut adalah proxy Rusia dan bersikeras dia akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Putin sebagai gantinya.
Panggilan antara kedua kepala negara itu terjadi tak lama setelah negosiator Rusia dan Ukraina mengadakan pertemuan maraton di Paris untuk membahas de-eskalasi di wilayah Donbass yang dilanda perang.
Menyusul pembicaraan yang diadakan sebagai bagian dari Format Normandia, yang juga mencakup Prancis dan Jerman, kepala perwakilan Moskow mengatakan “Terlepas dari semua perbedaan interpretasi, kami sepakat gencatan senjata harus dipertahankan oleh semua pihak sesuai kesepakatan.”
Sebelumnya pada Januari, Macron menandai dimulainya kepresidenan negaranya di Uni Eropa dengan menyerukan “tatanan Eropa” baru, bebas dari ancaman, paksaan, dan lingkup pengaruh.
Ini secara luas ditafsirkan sebagai langkah bahwa Prancis ingin memainkan peran yang lebih aktif dalam negosiasi daripada mendelegasikan diskusi tentang keamanan Eropa ke Washington.
“Baik untuk kita dan Rusia, demi keamanan benua kita yang tak terpisahkan, kita membutuhkan dialog ini,” ungkap presiden Prancis, seraya menambahkan, “Itu harus menjadi dialog yang jujur dan menuntut dalam menghadapi destabilisasi, campur tangan dan manipulasi.”
Dominique Moisi, ilmuwan politik Prancis dan salah satu pendiri Institut Francais des Relations Internationales yang berbasis di Paris, mengatakan kepada Associated Press bahwa, “Macron telah lama berusaha menyetel ulang hubungan antara Prancis dan Rusia, dan melakukannya berdasarkan campuran bersikap terbuka dan tegas.”
Namun, dia meragukan kesuksesan masa lalu dan masa depan, menyebutnya sebagai "tantangan."
(sya)
tulis komentar anda