Dijual saat Lahir dan Ditolak Orang Tua saat Bertemu, Remaja Ini Bunuh Diri
Kamis, 27 Januari 2022 - 08:56 WIB
BEIJING - Seorang remaja China bunuh diri setelah orang tua kandungnya menolak kehadirannya dalam dua kesempatan. Pertama, dia dijual saat lahir dan kedua, dia ditolak kehadirannya saat berhasil menemukan orang tuanya.
Liu Xuezhou, seorang calon guru berusia 17 tahun, dinyatakan meninggal pada Senin pagi lalu di sebuah rumah sakit di Sanya, China.
Sebelum bunuh diri, dia mengeklaim dalam catatan panjang di Weibo—Twitter versi China—bahwa dia telah "ditinggalkan dua kali" oleh ibu dan ayah kandungnya. Kematian tragis remaja itu dilaporkan surat kabar South China Morning Post, Kamis (27/1/2022).
Dia telah bekerja sebagai guru magang ketika dia meluncurkan pencarian orang tua kandungnya. Aksi pencarian itu telah viral.
Dia melakukan pencarian orang tua kandung, yang menurut keluarga angkatnya, telah menjualnya setelah dilahirkan seharga USD4.200. Sebagian besar uang itu dinikmati perantara.
Liu, bagaimanapun, menghabiskan sebagian besar hidupnya di antara kerabat angkatnya. Itu terjadi setelah rumah yang dia tinggali hancur akibat ledakan dan menewaskan orang tua barunya.
Setelah membuat video tentang harapannya untuk bersatu kembali dengan orang tua kandung, pihak berwenang mendorongnya untuk menggunakan database DNA yang dibuat untuk mengekang perdagangan anak dan menyatukan kembali keluarga.
Reuni itu pada awalnya bersahabat, tetapi hubungannya dengan orang tua kandung dilaporkan menjadi tegang karena klaim bahwa dia telah dijual, bukan diberikan.
Ibu kandungnya, yang diidentifikasi hanya dengan nama keluarganya, Zhang, mengatakan dia akhirnya menolak kehadiran anaknya itu karena dia ingin kehidupannya yang sekarang tenang.
“Orang tua juga manusia, dan saya merasa takut,” kata Zhang kepada Beijing News, seraya menambahkan bahwa dia telah dilecehkan dan diancam setelah putranya merilis rekaman salah satu panggilan telepon mereka.
Dalam catatan bunuh diri 10.000 kata, Liu membidik para pengkritiknya yang menuduhnya egois setelah berhubungan kembali dengan orang tuanya dan meminta dukungan keuangan kepada mereka.
"Terima kasih kepada semua orang yang peduli pada saya dan maaf telah mengecewakan Anda," tulis Liu.
"Seandainya ada lebih sedikit orang gelap dan jahat di dunia ini," lanjut catatannya.
Dia juga mengungkapkan bahwa dia diintimidasi dan dilecehkan di sekolah.
Tubuh Liuditemukan di sebuah pantai di provinsi pulau Hainan, China selatan, oleh orang-orang yang mulai mencarinya setelah membaca posting media sosialnya. Namun, kematiannya diumumkan secara resmi oleh pihak rumah sakit.
Kematian Liu dikonfirmasi oleh otoritas China, memicu percakapan nasional tentang cyber-bullying dan kesehatan mental anak-anak, terutama mereka yang telah ditinggalkan.
Tanda pagar namanya telah dilihat 2,4 miliar kali di Weibo pada Selasa malam.
"Kasusnya mencerminkan kenyataan bagi kelas bawah," bunyi komentar akun Slave Society dalam posting di WeChat.
“Itu mulai dari perdagangan anak hingga kehilangan walinya, intimidasi sekolah, pelecehan, intimidasi dunia maya hingga bunuh diri,” lanjut posting tersebut.
“Ini mencerminkan bagaimana masyarakat memperlakukan anak ini selama 15 tahun [dan ada] lubang menganga dalam struktur dukungan hukum dan sosial.”
Liu Xuezhou, seorang calon guru berusia 17 tahun, dinyatakan meninggal pada Senin pagi lalu di sebuah rumah sakit di Sanya, China.
Sebelum bunuh diri, dia mengeklaim dalam catatan panjang di Weibo—Twitter versi China—bahwa dia telah "ditinggalkan dua kali" oleh ibu dan ayah kandungnya. Kematian tragis remaja itu dilaporkan surat kabar South China Morning Post, Kamis (27/1/2022).
Baca Juga
Dia telah bekerja sebagai guru magang ketika dia meluncurkan pencarian orang tua kandungnya. Aksi pencarian itu telah viral.
Dia melakukan pencarian orang tua kandung, yang menurut keluarga angkatnya, telah menjualnya setelah dilahirkan seharga USD4.200. Sebagian besar uang itu dinikmati perantara.
Liu, bagaimanapun, menghabiskan sebagian besar hidupnya di antara kerabat angkatnya. Itu terjadi setelah rumah yang dia tinggali hancur akibat ledakan dan menewaskan orang tua barunya.
Setelah membuat video tentang harapannya untuk bersatu kembali dengan orang tua kandung, pihak berwenang mendorongnya untuk menggunakan database DNA yang dibuat untuk mengekang perdagangan anak dan menyatukan kembali keluarga.
Reuni itu pada awalnya bersahabat, tetapi hubungannya dengan orang tua kandung dilaporkan menjadi tegang karena klaim bahwa dia telah dijual, bukan diberikan.
Ibu kandungnya, yang diidentifikasi hanya dengan nama keluarganya, Zhang, mengatakan dia akhirnya menolak kehadiran anaknya itu karena dia ingin kehidupannya yang sekarang tenang.
“Orang tua juga manusia, dan saya merasa takut,” kata Zhang kepada Beijing News, seraya menambahkan bahwa dia telah dilecehkan dan diancam setelah putranya merilis rekaman salah satu panggilan telepon mereka.
Dalam catatan bunuh diri 10.000 kata, Liu membidik para pengkritiknya yang menuduhnya egois setelah berhubungan kembali dengan orang tuanya dan meminta dukungan keuangan kepada mereka.
"Terima kasih kepada semua orang yang peduli pada saya dan maaf telah mengecewakan Anda," tulis Liu.
"Seandainya ada lebih sedikit orang gelap dan jahat di dunia ini," lanjut catatannya.
Dia juga mengungkapkan bahwa dia diintimidasi dan dilecehkan di sekolah.
Tubuh Liuditemukan di sebuah pantai di provinsi pulau Hainan, China selatan, oleh orang-orang yang mulai mencarinya setelah membaca posting media sosialnya. Namun, kematiannya diumumkan secara resmi oleh pihak rumah sakit.
Kematian Liu dikonfirmasi oleh otoritas China, memicu percakapan nasional tentang cyber-bullying dan kesehatan mental anak-anak, terutama mereka yang telah ditinggalkan.
Tanda pagar namanya telah dilihat 2,4 miliar kali di Weibo pada Selasa malam.
"Kasusnya mencerminkan kenyataan bagi kelas bawah," bunyi komentar akun Slave Society dalam posting di WeChat.
“Itu mulai dari perdagangan anak hingga kehilangan walinya, intimidasi sekolah, pelecehan, intimidasi dunia maya hingga bunuh diri,” lanjut posting tersebut.
“Ini mencerminkan bagaimana masyarakat memperlakukan anak ini selama 15 tahun [dan ada] lubang menganga dalam struktur dukungan hukum dan sosial.”
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(min)
tulis komentar anda