Hotel Terapung Dhaka, Penjaga Impian Kaum Miskin Bangladesh

Rabu, 19 Januari 2022 - 11:45 WIB
Hotel terapung menawarkan tarif yang murah bagi para pelanggan di Dhaka, Bangladesh. Foto/arab news
DHAKA - Banyak penduduk Dhaka belum pernah mendengar tentang hotel perahu di kota itu. Namun bagi para pedagang dan pengunjung ibukota Bangladesh dari daerah lain, penginapan terapung itu bukan nama yang asing.

Hotel terapung itu selama beberapa dekade menyediakan pilihan akomodasi yang murah.





Penginapan perahu di tepi Sungai Buriganga itu mulai muncul pada paruh pertama abad ke-20, di era pemerintahan kolonial Inggris.

Hotel murah itu menyediakan akomodasi bagi para pedagang miskin dari daerah pedesaan yang tiba di Dhaka untuk mencari pekerjaan.



Kapal dua lantai yang ditambatkan di sepanjang tepi sungai di pinggiran barat daya kota itu adalah pilihan yang paling hemat biaya bagi pengunjung, dengan harga terendah hanya USD50 sen (Rp7.000) per malam.



Pemilik Hotel Faridpur, Mohammed Mostofa Mia, mengatakan kepada Arab News pada Selasa (18/1/2022) bahwa penginapan itu muncul ketika komunikasi jalan di negara itu terbatas, dan sungai adalah rute utama ke Dhaka.



Hotel itu adalah salah satu dari empat penginapan terapung yang tersisa sekarang.



“Hotel-hotel terapung ini mulai memberikan layanan kepada para pedagang yang melakukan perjalanan ke Dhaka dari berbagai bagian negara,” ujar dia.

“Kami beroperasi seperti hotel reguler lainnya. Para tamu harus memberikan salinan kartu identitas nasional mereka saat check-in,” papar dia.

Tapi aturan lainnya berbeda dengan hotel pada umumnya. “Para tamu wajib membawa tempat tidur, bantal, dan selimut sendiri. Kami hanya menyediakan ruang di sini,” ungkap Mia.

Setiap hotel terapung dapat menampung sekitar 60 orang, dengan hanya dua kamar mandi bersama.

Pilihan termurah, dengan harga USD50 sen (Rp7.000) , adalah kamar seperti asrama dengan 15 tempat tidur.

Sementara kamar yang lebih pribadi yakni kabin tempat tidur ganda seluas sekitar 4 meter persegi bertarif hampir USD2 (Rp29.000) per malam.

Selain tempat tidur, tidak ada fasilitas dan tamu menggantung barang-barang mereka di bagian atas dinding. Kipas di langit-langit menawarkan kenyamanan saat cuaca panas.

Mohammed Lalon (35) yang menjual kurma di kota tua Dhaka dan terminal pelabuhan Sadarghat, check in ke salah satu hotel kapal hampir dua bulan lalu.

“Jika saya tinggal di kamar bersama di mana saja di Dhaka, saya harus menghabiskan uang dua kali lipat. Jadi, hotel terapung ini merupakan solusi yang baik bagi saya. Saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk berkendara setiap hari,” ungkap dia.

Bagi Abdul Hakim yang berusia 62 tahun, kamar di atas sungai itu telah menjadi rumahnya selama beberapa dekade.

Penjual buah itu tiba di Dhaka sekitar 40 tahun yang lalu dan sebagian besar waktu itu tinggal di ruangan hotel apung dengan 15 tempat tidur.

Ia berasal dari desa di distrik Pabna, 160 kilometer dari ibu kota, dan dengan menabung uang akomodasinya, dia mampu menyekolahkan kelima anaknya.

“Untuk bermalam di sini, saya hanya perlu membayar setengah dolar,” ungkap dia.

Dia menjelaskan, “Putri sulung saya menyelesaikan kelulusannya dari satu perguruan tinggi di Pabna. Jika saya menghabiskan lebih banyak untuk akomodasi, saya tidak akan dapat menyediakan uang untuk pendidikan anak-anak.”
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More