China Tawarkan Dukungan Keamanan pada Kazakhstan
Selasa, 11 Januari 2022 - 05:20 WIB
BEIJING - China bersedia meningkatkan kerjasama "penegakan hukum dan keamanan" dengan negara tetangga Kazakhstan dan membantu menentang campur tangan "kekuatan eksternal". Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, Senin (10/1/2022).
Seperti dilaporkan Reuters, Wang membuat komentar tersebut dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Kazakhstan, Mukhtar Tileuberdi. “China bersedia bersama-sama menentang campur tangan dan infiltrasi kekuatan eksternal mana pun," kata Wang.
"Kekacauan baru-baru ini di Kazakhstan menunjukkan bahwa situasi di Asia Tengah masih menghadapi tantangan berat, dan itu sekali lagi membuktikan bahwa beberapa kekuatan eksternal tidak menginginkan perdamaian dan ketenangan di kawasan kami," kata Kementerian Luar Negeri China, mengutip ucapan Wang kepada Tileuberdi.
Pekan lalu, gedung-gedung pemerintah di beberapa kota di Kazakhstan sempat direbut atau dibakar karena protes damai yang awalnya menentang kenaikan harga bahan bakar berubah menjadi kekerasan. Pasukan diperintahkan untuk menembak, untuk membunuh, dan untuk memadamkan pemberontakan di seluruh negeri.
Pihak berwenang menyalahkan kekerasan itu pada "ekstremis", termasuk militan Islam yang dilatih di luar negeri. Pihak berwenang juga meminta blok militer pimpinan Rusia untuk mengirim pasukan, yang menurut pemerintah telah dikerahkan untuk menjaga situs-situs strategis, sebuah langkah yang dipertanyakan oleh Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan, China khawatir ketidakstabilan di tetangganya dapat mengancam impor energi dan proyek Belt-and-Road di sana, dan keamanan di wilayah Xinjiang barat, yang berbatasan dengan Kazakhstan sepanjang 1.770 km (1.110 mil).
Pada Jumat lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev bahwa China dengan tegas menentang setiap kekuatan asing yang mengganggu stabilitas Kazakhstan dan merekayasa sebuah "revolusi warna", kata televisi pemerintah China.
China dan Rusia percaya "revolusi warna" adalah pemberontakan yang dipicu oleh Amerika Serikat dan kekuatan Barat lainnya untuk mencapai perubahan rezim.
"China tidak ingin melihat perluasan pengaruh AS di Kazakhstan dan Asia Tengah sebagai akibat dari kerusuhan ini," kata Li Mingjiang, profesor di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura.
"Jika revolusi warna di negara terdekat mengarah pada demokratisasi politik, itu bisa mendorong elit intelektual liberal di China untuk mencoba sesuatu yang serupa," lanjutnya.
Seperti dilaporkan Reuters, Wang membuat komentar tersebut dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Kazakhstan, Mukhtar Tileuberdi. “China bersedia bersama-sama menentang campur tangan dan infiltrasi kekuatan eksternal mana pun," kata Wang.
"Kekacauan baru-baru ini di Kazakhstan menunjukkan bahwa situasi di Asia Tengah masih menghadapi tantangan berat, dan itu sekali lagi membuktikan bahwa beberapa kekuatan eksternal tidak menginginkan perdamaian dan ketenangan di kawasan kami," kata Kementerian Luar Negeri China, mengutip ucapan Wang kepada Tileuberdi.
Pekan lalu, gedung-gedung pemerintah di beberapa kota di Kazakhstan sempat direbut atau dibakar karena protes damai yang awalnya menentang kenaikan harga bahan bakar berubah menjadi kekerasan. Pasukan diperintahkan untuk menembak, untuk membunuh, dan untuk memadamkan pemberontakan di seluruh negeri.
Pihak berwenang menyalahkan kekerasan itu pada "ekstremis", termasuk militan Islam yang dilatih di luar negeri. Pihak berwenang juga meminta blok militer pimpinan Rusia untuk mengirim pasukan, yang menurut pemerintah telah dikerahkan untuk menjaga situs-situs strategis, sebuah langkah yang dipertanyakan oleh Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan, China khawatir ketidakstabilan di tetangganya dapat mengancam impor energi dan proyek Belt-and-Road di sana, dan keamanan di wilayah Xinjiang barat, yang berbatasan dengan Kazakhstan sepanjang 1.770 km (1.110 mil).
Pada Jumat lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev bahwa China dengan tegas menentang setiap kekuatan asing yang mengganggu stabilitas Kazakhstan dan merekayasa sebuah "revolusi warna", kata televisi pemerintah China.
China dan Rusia percaya "revolusi warna" adalah pemberontakan yang dipicu oleh Amerika Serikat dan kekuatan Barat lainnya untuk mencapai perubahan rezim.
"China tidak ingin melihat perluasan pengaruh AS di Kazakhstan dan Asia Tengah sebagai akibat dari kerusuhan ini," kata Li Mingjiang, profesor di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura.
"Jika revolusi warna di negara terdekat mengarah pada demokratisasi politik, itu bisa mendorong elit intelektual liberal di China untuk mencoba sesuatu yang serupa," lanjutnya.
(esn)
tulis komentar anda