Rusia-China Siap Pasang Badan untuk Iran dari Sanksi PBB
Rabu, 10 Juni 2020 - 17:06 WIB
NEW YORK - Rusia dan China telah mulai mengajukan kasus di PBB terhadap klaim Amerika Serikat (AS) bisa mengaktifkan kembali semua sanksi terhadap Iran di Dewan Keamanan. Rusia bahkan menyitat pendapat hukum internasional berusia 50 tahun untuk membantah tindakan tersebut.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan diplomat China Wang Yi menulis surat kepada dewan beranggotakan 15 orang dan Ketua PBB Antonio Guterres ketika AS mengancam akan mengaktifkan kembali sanksi Iran berdasarkan perjanjian 2015, meskipun Washington keluar dari perjanjian itu pada 2018.
Lavrov menulis dalam surat tertanggal 27 Mei, yang dipublikasikan minggu ini, bahwa AS bersikap konyol dan tidak bertanggung jawab.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima dan hanya berfungsi untuk mengingat pepatah Inggris yang terkenal tentang memiliki kue satu dan memakannya," tulis Lavrov seperti dikutip dari Reuters, Rabu (10/6/2020).
Washington telah mengancam akan memicu kembalinya sanksi PBB kepada Iran jika Dewan Keamanan tidak memperpanjang embargo senjata yang akan berakhir pada Oktober di bawah kesepakatan Teheran dengan kekuatan dunia untuk mencegahnya mengembangkan senjata nuklir.
Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan pekan lalu bahwa rancangan resolusi embargo akan segera diedarkan.
Rusia dan China telah mengisyaratkan mereka menentang penerapan kembali embargo senjata terhadap Iran dengan kekuatan veto mereka di Dewan Keamanan PBB. Jika mereka memblokir resolusi yang dirancang AS, maka Washington harus menindaklanjuti ancaman memberlakukan kembali sanksi.
"Amerika Serikat, yang tidak lagi menjadi peserta JCPOA (kesepakatan nuklir) setelah berjalan menjauh darinya, tidak memiliki hak untuk meminta Dewan Keamanan meminta snapback (mengatifkan kembali sanksi)," tulis Wang dalam suratnya tertanggal 7 Juni.
Kesepakatan nuklir Iran 2015, diabadikan dalam resolusi PBB, memungkinkan untuk pengembalian sanksi terhadap Iran, termasuk embargo senjata, jika Iran melanggar kesepakatan. Presiden AS Donald Trump keluar dari kesepakatan pada tahun 2018, menyebut perjanjian dari kepresidenan Barack Obama sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah ada."
Lavrov mengutip pendapat Pengadilan Internasional tahun 1971, yang menemukan bahwa prinsip dasar yang mengatur hubungan internasional adalah bahwa pihak yang menolak atau tidak memenuhi kewajibannya sendiri tidak dapat diakui sebagai mempertahankan hak yang diklaim berasal dari hubungan tersebut.
Iran telah melanggar bagian dari perjanjian nuklir dalam menanggapi penarikan AS dan penerapan kembali sanksi Washington.
AS berpendapat negara itu masih dapat memicu pemulihan sanksi karena resolusi 2015 PBB masih menyebutkannya sebagai peserta. Para diplomat mengatakan Washington kemungkinan akan menghadapi pertempuran yang sulit dan berantakan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan diplomat China Wang Yi menulis surat kepada dewan beranggotakan 15 orang dan Ketua PBB Antonio Guterres ketika AS mengancam akan mengaktifkan kembali sanksi Iran berdasarkan perjanjian 2015, meskipun Washington keluar dari perjanjian itu pada 2018.
Lavrov menulis dalam surat tertanggal 27 Mei, yang dipublikasikan minggu ini, bahwa AS bersikap konyol dan tidak bertanggung jawab.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima dan hanya berfungsi untuk mengingat pepatah Inggris yang terkenal tentang memiliki kue satu dan memakannya," tulis Lavrov seperti dikutip dari Reuters, Rabu (10/6/2020).
Washington telah mengancam akan memicu kembalinya sanksi PBB kepada Iran jika Dewan Keamanan tidak memperpanjang embargo senjata yang akan berakhir pada Oktober di bawah kesepakatan Teheran dengan kekuatan dunia untuk mencegahnya mengembangkan senjata nuklir.
Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan pekan lalu bahwa rancangan resolusi embargo akan segera diedarkan.
Rusia dan China telah mengisyaratkan mereka menentang penerapan kembali embargo senjata terhadap Iran dengan kekuatan veto mereka di Dewan Keamanan PBB. Jika mereka memblokir resolusi yang dirancang AS, maka Washington harus menindaklanjuti ancaman memberlakukan kembali sanksi.
"Amerika Serikat, yang tidak lagi menjadi peserta JCPOA (kesepakatan nuklir) setelah berjalan menjauh darinya, tidak memiliki hak untuk meminta Dewan Keamanan meminta snapback (mengatifkan kembali sanksi)," tulis Wang dalam suratnya tertanggal 7 Juni.
Kesepakatan nuklir Iran 2015, diabadikan dalam resolusi PBB, memungkinkan untuk pengembalian sanksi terhadap Iran, termasuk embargo senjata, jika Iran melanggar kesepakatan. Presiden AS Donald Trump keluar dari kesepakatan pada tahun 2018, menyebut perjanjian dari kepresidenan Barack Obama sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah ada."
Lavrov mengutip pendapat Pengadilan Internasional tahun 1971, yang menemukan bahwa prinsip dasar yang mengatur hubungan internasional adalah bahwa pihak yang menolak atau tidak memenuhi kewajibannya sendiri tidak dapat diakui sebagai mempertahankan hak yang diklaim berasal dari hubungan tersebut.
Iran telah melanggar bagian dari perjanjian nuklir dalam menanggapi penarikan AS dan penerapan kembali sanksi Washington.
AS berpendapat negara itu masih dapat memicu pemulihan sanksi karena resolusi 2015 PBB masih menyebutkannya sebagai peserta. Para diplomat mengatakan Washington kemungkinan akan menghadapi pertempuran yang sulit dan berantakan.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda