Antisipasi Covid-19, Lockdown Cegah Kematian 3,1 Juta Orang di Eropa

Rabu, 10 Juni 2020 - 13:05 WIB
POlisi Italia memblokir jalan untuk mengantisipasi penyebaran wabah covid-19. Foto/Reuters
LONDON - Karantina wilayah (lockdown) di negara-negara Eropa sukses mengurangi penularan dan penyebaran virus corona (Covid-19) . Langkah tersebut juga mampu menyelamatkan 3,1 juta warga Eropa dari kematian.

Itu merupakan kesimpulan penelitian yang dilakukan para ilmuwan Imperial College London yang dipublikasikan di jurnal bergengsi, Nature. Mereka menyimpulkan bahwa lockdown merupakan langkah efektif untuk menekan pertumbuhan pandemi. “Jumlah kematian akan sangat besar jika tidak memberlakukan lockdown,” demikian kesimpulan para peneliti. (Baca: Langka, Covid-19 Ditularkan Orang Tanpa Gejala)

Penelitian tim di Imperial College London menelaah dampak pembatasan di 11 negara Eropa -- Austria, Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris -- hingga awal Mei. Pada saat itu, sekitar 130.000 orang telah meninggal dunia akibat Covid-19 di negara-negara tersebut.



Para peneliti memakai metode permodelan untuk memprediksi berapa banyak kematian yang terjadi jika lockdown tidak diberlakukan, tiada seorang pun yang mengubah perilaku saat Covid-19 melanda, dan rumah sakit tidak mampu menampung para pasien.

Mereka mengestimasi 3,2 juta orang bakal meninggal dunia pada 4 Mei jika langkah-langkah, seperti menutup toko-toko dan perkantoran serta meminta khalayak tinggal di rumah, tidak dilakukan. Dengan kata lain, lockdown telah menyelamatkan sekitar 3,1 juta orang, termasuk 470.000 orang di Inggris, 690.000 orang di Prancis, dan 630.000 orang di Italia. "Lockdown menghindarkan jutaan orang dari kematian. Kematian tersebut bakal menjadi tragedi," kata Seth Flaxman, ketua peneliti Imperial College London.

Sayangnya, penelitian tersebut tidak memperhitungkan konsekuensi kesehatan yang timbul selama bertahun-tahun ke depan akibat kebijakan lockdown. Para peneliti menyebutkan, Covid-19 hanya menjangkiti sebagian kecil masyarakat, dan kita semua masih mengalami permulaan pandemi. Diperkirakan, lebih dari tujuh di antara 10 orang di Inggris bakal mengidap Covid-19, yang kemudian menciptakan “kekebalan kelompok” alias herd immunity dan virus tidak lagi menyebar. Para peneliti juga memperkirakan hingga 15 juta orang di seantero Eropa akan tertular pada awal Mei.

Setidaknya, menurut para peneliti, 4% dari populasi di negara-negara yang mereka amati telah terinfeksi. "Klaim-klaim bahwa semua ini telah rampung dapat ditolak dengan tegas. Kita masih pada permulaan pandemi," kata Flaxman. (Baca juga: Nakes di 7 Puskesmas di Kota Bandung Positif, Pelayanan Tetap Buka)

Itu artinya, ketika lockdown mulai dicabut, ada risiko virus korona bisa mulai menyebar lagi. "Ada risiko yang sangat nyata bahwa jika pergerakan kembali berlangsung maka akan ada gelombang kedua yang datang dalam waktu dekat, dalam sebulan atau dua bulan ke depan," papar Dr Samir Bhatt, peneliti lainnya.

Sementara itu, University of California, Berkeley, menganalisis dampak karantina wilayah di China, Korea Selatan, Iran, Prancis, dan Amerika Serikat. Laporan mereka, yang juga diterbitkan jurnal Nature, menyebutkan karantina wilayah mencegah 530 juta penularan di negara-negara tersebut. Sesaat sebelum karantina wilayah diberlakukan, mereka mengatakan kasus-kasus berlipat ganda setiap dua hari. (Baca juga: Pangeran Arab Saudi Meninggal Diduga karena Covid-19)

Dr Solomon Hsiang, salah satu peneliti, mengatakan virus korona merupakan tragedi manusia yang nyata. “Aksi global dalam mencegah penyebaran virus telah menyelamatkan lebih banyak nyawa, dalam periode waktu yang singkat dibandingkan masa-masa sebelumnya,” katanya. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More